Pemerintah Tetapkan Surplus dan Likuiditas LPS

Pemerintah menetapkan surplus, defisit dan tingkat likuiditas lembaga penjamin simpanan (LPS) untuk optimalkan tugas LPS.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Jan 2018, 21:15 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2018, 21:15 WIB
LPS Canangkan 2017 Sebagai Tahun Transformasi
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mencanangkan tahun 2017 ini sebagai tahun Transformasi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan surplus dan tingkat likuiditas lembaga penjamin simpanan (LPS). Ini mempertimbangkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga LPS guna mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan.

Oleh karena itu, pada 4 Desember 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2017 tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjamin Simpanan.

Menurut PP ini, surplus LPS merupakan selisih lebih antara pendapatan dan beban LPS yang diakui berdasarkan metode aktual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, dihitung setelah dikurangi pajak penghasilan.

"Surplus sebagaimana dimaksud diperoleh dari hasil kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun, yang dialokasikan sebagai berikut: a. 20 persen untuk Cadangan Tujuan; dan b. 80 persen (delapan puluh persen) diakumulasikan sebagai Cadangan Penjamin," bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini, seperti dikutip dari laman Setkab, Sabtu (6/1/2018).

Cadangan tujuan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, digunakan untuk antara lain: a. pengeluaran modal LPS berupa penggantian atau pembaruan aktiva tetap yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun; dan b. pembelian perlengkapan kantor.

Adapun cadangan penjaminan digunakan untuk menutup defisit yang timbul untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang LPS.

Disebutkan dalam PP ini, dalam hal akumulasi cadangan penjaminan telah melebihi tingkat sasaran sebesar 2,5 persen (dua koma lima persen) dari total simpanan pada seluruh Bank, bagian surplus sebagaimana dimaksud merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"LPS wajib menghitung dan menyetorkan PNBP sebagaimana dimaksud ke kas Negara paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya setelah tahun buku berakhir," bunyi Pasal 4 ayat (4) PP ini.

Dalam hal LPS tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud LPS dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Defisit dan Tingkat Likuiditas

Ilustrasi LPS
(Foto: Istimewa)

Defisit

Dalam PP ini dijelaskan, defisit LPS dalam 1 (satu) tahun diperhitungkan sebagai pengurang akumulasi Cadangan Penjaminan. Dalam hal Cadangan Penjaminan tidak mencukupi untuk menutupi defisit sebagaimana dimaksud, Cadangan Penjaminan ditambah dengan sebagian atau seluruh akumulasi Cadangan Tujuan yang belum digunakan oleh LPS.

"Dalam hal Cadangan Penjaminan dan Cadangan Tujuan tidak mencukupi untuk menutupi defisit tahun berjalan, defisit yang tersisa diperhitungkan sebagai pengurang modal LPS," bunyi Pasal 5 ayat (4) PP ini.

Dalam hal jumlah modal LPS kurang dari modal awal sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang, menurut PP ini, LPS menyampaikan pemberitahuan adanya kekurangan modal awal kepada Pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah dengan persetujuan DPR menutup kekurangan modal awal LPS sebagaimana dimaksud.

Tingkat Likuiditas

Likuiditas LPS, menurut PP ini, merupakan kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh LPS.

Sumber daya keuangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. kas dan setara kas; b. kas yang diperkirakan akan diperoleh dari: 1. Penerimaan premi penjaminan simpanan; 2. Penerimaan hasil investasi; 3. Investasi yang jatuh tempo; 4. Penjualan investasi dengan perjanjian memberi kembali; 5. Pelepasan investasi dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia danatau SBN yang belum jatuh tempo kepada pihak lain selain pemerintah; dan 6. Sumber lainnya.

Sementara kebutuhan dana sebagaimana dimaksud meliputi: a. pembayaran klaim penjaminan; b. penyelesaian atau penanganan Bank gagal; dan c. pembayaran kegiatan operasional kantor.

"Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas, dapat memperoleh pinjaman dari pemerintah," bunyi Pasal 10 PP ini.

Untuk itu, menurut Pasal 12 PP ini, LPS menyampaikan informasi tingkat likuiditas kepada Menteri secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Dalam PP ini disebutkan, dalam hal Menteri menyetujui permohonan pinjaman Lembaga Penjamin Simpanan, Menteri mengalokasikan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Rancangan APBN sesuai mekanisme yang berlaku.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, pencairan, dan pertanggungjawaban pinjaman Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan diatur dengan Peraturan Menteri.

"Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 Desember 2017 itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya