Liputan6.com, Jakarta - Sektor telekomunikasi dan jasa layanan terkait bakal memainkan peran penting ke depan untuk ekonomi Indonesia. Apalagi saat ini fenomena distruptive inovation semakin marak sehingga perlu antisipasinya.
Hal itu disampaikan Chief Economist PT Bahana Sekuritas Budi Hikmat, dalam Market Commander dan Catatan Akhir 2017, seperti ditulis Jumat (12/1/2018). Budi menuturkan, fenomena disruptive innovation dan puber digital yang memangkas peran disintermediasi akan terus terjadi sehingga harus diantisipasi. Dalam catatan itu, ia menyebutkan kalau sektor telekomunikasi dan jasa layanan bakal sebagai pemenang kecuali pemain baru.
Sektor tersebut sempat terpukul waktu komoditas melonjak pada 2006-2007. Hal itu juga ditandai dengan kompetisi mengingat banyaknya operator. "Kita juga perlu mempertimbangkan perusahaan logistik yang mendukung berbagai aktivitas e-commerce," ujar dia.
Advertisement
Di tengah perkembangan e-commerce, Budi mengingatkan pemerintah agar maraknya e-commerce dimanfaatkan untuk menopang industri kecil dan menengah seperti yang terjadi di China.
Baca Juga
"Kita tidak usah merepotkan penutupan gerai atau toserba karena memang business model sudah berubah. Kita harus mencegah e-commerce dikuasai oleh produk asing yang kita impor sebab ini sama saja spending without production yang tidak menciptakan income," jelas Budi.
Budi juga mencermati sektor perbankan. ia menilai, kalau harus hati-hati mencermati langkah strategis yang disipakan setiap bank yang tercatat di bursa saham.
"Ada bank yang sudah memiliki satelit, kita tunggu saja optimalisasinya. Saya juga cermati perbankan mengantisipasi dampak investment upgrade dengan membeli obligasi negara," jelas dia.
Budi menuturkan, di tengah perlambatan penyaluran kredit, bank terus mencetak laba yang bisa jadi terkait keuntungan dari obligasi negara.
"Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan kepemilikan obligasi negara yang meningkat bank akan ringkih terhadap gejolak harga obligasi jika terjadi capital outflow investor asing, atau malah bank mampu menjadi penyeimbang. Hal ini saya angkat untuk mengingatkan latarbelakang krisis industri reksa dana pendapatan tetap pada tahun 2005, yang memangkas peran pengelola aset melalui reksa dana," jelas Budi.
Ia menambahkan, saat itu bank komersial cenderung dalam posisi melepas obligasi negara, terutama setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang memicu inflasi.
"Pasar obligasi yang shallow and narrow menyebabkan penurunan harga yang tajam, sehinggamembuat panik investor yang tidak terbiasa dengan volatilitas harga. Yield SUN kemudianmeroket, sayang sekali investor perorangan tidak memanfaatkan. Padahal dengan pemangkasansubsidi BBM, anggaran negara semestinya lebih sustainable sehingga menurunkan default risk," tambah dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Sektor Keuangan RI Harus Berbenah Hadapi Era Teknologi
Sebelumnya, perkembangan teknologi digital akan membawa dampak pada industri keuangan dan perbankan. Industri keuangan tersebut harus mengambil ancang-ancang untuk menghadapi perubahan.
Presiden Diretur‎ PT Bahana TWC Investment Management Edward Lubis mengatakan, saat ini kegiatan bisnis berada di dalam lingkungan volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA). Bagi dunia bisnis, karakter VUCA saat ini terbentuk akibat serbuan dan benturan berbagai faktor struktural baik eksternal maupun internal.
"Misalnya saja teknologi informasi, konflik geopolitik, kelebihan likuiditas global, penuaan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat, hingga melebarnya ketimpangan kemakmuran antar anggota masyarakat," kata‎ Edward, dalam catatan akhir 2017‎ PT Bahana TWC Investment Management, di Jakarta, Sabtu 23 Desember 2017.
Menurut Edward, pihaknya meyakini fenomena disruptive innovation dan sharing-economy, yang memangkas peran perantara (disinter mediation) konvensional tidak hanya terjadi pada sektor transportasi antara lain Uber, Gojek, hotel seperti AirBnB. Selain itu, ritel e-commerce antara lain Amazon, Alibaba, Bukalapak. Akan tetapi juga pada industri keuangan perbankan dan pengelolaan dana di tanah air.
"Kami juga harus mengantisipasi proses serupa akan mendesak dunia keuangan, perbankan, dan pengelola dana di ‎tanah air," tutur Edward.
Dia menyebutkan, prediksi ‎Mantan CEO Citigroup, Vikram Pandit, sekitar 30 persen‎ pekerjaan perbankan akan musnah dalam periode lima tahun ke depan cukup beralasan. Hal ini mengingat sudah ribuan kantor cabang bank di Eropa ditutup sejalan dengan meningkatnya layanan perbankan online.
Bahkan di Indonesia, layanan perbankan online dan mobile sudah menjadi gaya hidup tidak hanya bagi masyarakat perkotaan, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.
Menurut dia, perusahaan pengelola dana yang berbasis strategi active portfolio management dengan target mengalahkan acuan (benchmark) harus segera berbenah bila tidak ingin rapuh (fragile) dan kemudian punah (deceased).
Sebab, di tengah kecenderungan penurunan expected return kelas aset saham dan obligasi, kini harus bersaing dengan passive portfolio management seperti indeks dan exchange traded fund (ETF) serta artificial inteligence robo-investment manager yang mengenakan management fee lebih rendah.
Investor, terutama dana pensiun menjadi lebih sensitif dengan biaya pengelolaan, mengingat masih banyak yang memiliki posisi underfunded.
Mengantisipasi persaingan yang semakin sengit, perusahaannya terus memperkuat diri agar menjadi lebih gesit (agile), terutama pada divisi riset, pengelolaan dana, dan alternative investment.
Selain itu, juga mempertajam proses investasi agar divisi riset dapat memberikan nilai tambah yang tercermin pada kinerja pengelolaan dana yang memuaskan, tetap kompetitif dan konsisten.
"Kami juga menyederhanakan acuan kinerja pengelolaan dana. Perbandingan tidak lagi dilakukan dengan indeks acuan atau peers secara keseluruhan, tetapi fokus berkompetisi dengan pesaing utama," tutur dia.
‎"Selain itu, kami juga memperkuat divisi alternative investment, langkah tersebut sejalan dengan upaya mendukung program pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur," tambah dia.
Advertisement