Liputan6.com,Cirebon - Keputusan mengimpor beras tak hanya menuai protes keras di kalangan petani. Impor juga diprediksi berpengaruh terhadap laju inflasi khususnya di Jawa Barat.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat Wiwiek Sisto Widayat mengatakan, dari catatan perjalanan , dalam lima tahun terakhir beras menjadi salah satu penyebab inflasi. Terutama dari bulan Januari sampai Maret.
Dia menyebutkan, pada Januari 2018 hingga minggu ketiga berjalan, hasil survei produk harian inflasi disekitar 0,48 persen prediksi. Komoditas beras sebagai penyumbang inflasi sebesar 0,05 - 0,08 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Konsistensi harga beras diatas HET, tadi saya sempat lihat harga beras premium sampai Rp 11.800 per kg," kata dia Wiwik seperti dikutip, Jumat (26/1/2018).
Dia mengatakan, dua minggu lalu BI Jabar sudah menggelar pertemuan internal antara TPID se Jabar, satgas pangan, dan dirjen tanaman pangan.
Dari hasil pertemuan itu, kata dia, ada dua kesepakatan yang harus dijalankan. Yakni operasi pasar dan menggelar bazar beras maupun kebutuhan pokok.
Dia menjelaskan, indikator keputusan impor dilakukan jika harga di pasar Rp 1.500 - 2.000 diatas HET. "Kesepakatan itu karena sifatnya jangka pendek," ujar dia.
Wiwik juga menjelaskan, tren inflasi tahunan, selalu ada kenaikan. Pada inflasi tahun lalu 2,36 persen dan tahun ini prediksi kenaikan mencapai 3,9 sampai 4,2 persen. "Inflasi juga tergantung naik turunnya BBM," ujar dia.
Dari kondisi tersebut, BI Jawa Barat melihat impor beras merupakan kebutuhan yang penting. Sepanjang disetujui pemerintah tingkat pusat, maka harus sependapat.
"Waktu itu Kemenkeu nyatakan kebutuhan cukup bahkan surplus tapi nyatanya harga tetap naik. Di jabar tidak ada harga sesuai HET Rp 9.450 per kg," kata dia.
Â
Peran Penting Jawa Barat
Anggota DPR RI Komisi XI, Kardaya Warnika DEA mengatakan, Tim Pengelola Inflasi Daerah (TPID), berperan penting terhadap laju inflasi untuk kesejahteraan rakyat.
"Harga yang naik akan menyulitkan rakyat, tetapi jangan salah ada juga faktor-faktor lain seperti harga naik itu ada juga yang diuntungkan," ujar dia.
Kardaya menyebutkan, Inflasi Jawa Barat pada tahun 2017 sebesar 3,63 persen. Angka tersebut, tidak begitu menggembirakan.
Dia mengatakan, Provinsi Jawa Barat mempunyai peran penting bagi dalam perkembangan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di tingkat nasional.
"Jabar terlihat bedanya hanya sedikit dibandingan dengan inflasi nasional sebesar 3,61 persen, provinsi ini mempunyai keuntngan yaitu infraktruktur lebih bagus dari daerah lain, sedangan infraktruktur menentukan inflasi," ujar dia.
Kardaya meminta TPID di Jawa Barat supaya bersinergi instansi lain. Sinergi tersebut untuk kepentingan kesejahteran rakyat.
"Inflasi dan segala macam hanya sebagai alat, harga naik tidak apa-apa kalau penghasilan rakyat naik lebih tinggi lagi, harga turun bisa repot kalau rakyat tidak punya penghasilan," kata dia.
Terkait impor beras, Kardaya Warnika menyatakan tegas menolak keputusan pemerintah. Menurut dia, impor beras akan membuat petani rugi.
Apalagi, impor dilakukan saat memasuki masa panen petani khususnya di Jawa Barat."Saya tolak dan aspirasi sudah saya sampaikan," kata Kardaya.
Dia mengatakan, Indonesia belum waktunya mengimpor beras. Sebab, pasokan beras di Indonesia masih terbilang cukup.
Bahkan, lanjut dia, Kementerian Pertanian (Mentan) RI sempat memberikan statemen bahwa penyerapan beras di Indonesia mengalami surplus. Oleh karena itu, dia meminta Bulog untuk dapat menyerap beras yang dihasilkan petani Indonesia.
Kardaya juga menyesalkan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita yang sekan berambisi untuk melakukan impor beras. (Panji Prayitno)
Advertisement