Menteri Jonan Minta Pemda Aktif Kelola Sampah buat Energi

Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan, sampah kota yang diolah menjadi listrik melalui PLTSa merupakan bagian pengembangan EBT.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Apr 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2018, 10:30 WIB
Hamparan Sampah Penuhi Muara Angke Bak Pulau di Atas Laut
Petugas Suku Dinas Lingkungan Hidup membersihkan sampah plastik yang menumpuk di kawasan wisata hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta, Sabtu (17/3). (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, ada beberapa syarat agar pembangunan Pembangkit Listrik T‎enaga Sampah (PLTSa) bisa dilakukan cepat.

‎Jonan Ignasius mengatakan, sampah kota yang dapat diolah menjadi listrik, melalui PLTSa  merupakan bagian dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Untuk mewujudkan pembangunannya pemerintah daerah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam pengelolaan sampah kota, termasuk mendorong agar pembangunan PLTSa bisa lebih masif.

"Pengembangan EBT dengan target bauran sebesar 23 persen pada  2025 merupakan komitmen Pemerintah yang juga tertuang dalam Paris Agreement tahun 2015," kata Jonan, di Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Jonan menuturkan, masalah sampah kota bukan merupakan isu utama energi, melainkan isu lingkungan. Sebab itu, pengelolaan sampah menjadi energi listrik bukan menjadi tanggung jawab instansinya, tetapi pemerintah daerah.

 "Ini bukan isu energi yang dipertanggungjawabkan kepada kami sebagai penanggung jawab sektor. Sampah ini lebih kepada isu daerah, isu lingkungan," tegas Jonan.

Jonan melanjutkan, Kementerian ESDM hanya berkontribusi atas pengelolaan sampah pada bagian pengaturan harga jual listrik PLTSa dan menugaskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pembeli listrik.

Atas dasar tersebut, Jonan meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam mengelola sampah.

 

Perlonggar Harga Jual Listrik dari Sampah

Hamparan Sampah Penuhi Muara Angke Bak Pulau di Atas Laut
Sampah plastik yang menumpuk di kawasan wisata hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta, Sabtu (17/3). Sampah-sampah yang memenuhi bibir pantai tersebut berasal dari aliran sungai dan arus gelombang laut. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Jika berkenan membangun pembangkit listrik berbasis sampah, dia berharap pemerintah daerah memberikan kelonggaran pada aturan tipping fee (harga jual listrik).

 "Mohon proaktif dan tipping fee-nya dikasih, sehingga (PLTSa) bisa jalan. Karena kepentingan kota itu yang lebih adalah lingkungan yang bersih dan sehat," tegas Jonan.

Meski begitu, Jonan tetap mendorong semua kota besar di Indonesia agar iuran pengelolaan sampah dimanfaatkan untuk kelistrikan. "Saya mendorong semua kota besar agar pengelolaan sampah bisa menjadi listrik dengan syarat tipping feenya dikasih," tuturnya.‎

‎Jonan menjelaskan, konsep pengelolaan energi saat ini telah berubah, energi tidak lagi hanya sebagai komoditas semata namun sebagai modal pembangunan.

proyeksi kebutuhan listrik nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu, Pemerintah berkomitmen mendorong rasio elektrifikasi nasional sebesar 100 persen dan menargetkan bauran energi berbasis EBT pada 2025 mencapai 23 persen.

"Peran energi sekarang itu bukan hanya komoditas, tapi sebagai modal pembangunan," urai Jonan

Untuk diketahui, sektor kelistrikan terus meningkat di mata investor. Berdasarkan peringkat kemudahan berbisnis yang dilakukan oleh World Bank (ease of doing business) bidang kelistrikan, peringkat Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun dimana tahun 2017 peringkat 49 menjadi peringkat 38 di tahun 2018.

 "Target akhir Pemerintahan ini, diupayakan bisa di bawah 25," ujar Jonan. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya