Laporan Realisasi Wajib Tanam Bawang Putih Dikhawatirkan Tak Sesuai Data

Produksi bawang putih dari dalam negeri masih terkendala beberapa hal, mulai dari bibit dan keterbatasan lahan.

oleh Nurmayanti diperbarui 09 Apr 2018, 21:05 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2018, 21:05 WIB
Ilustrasi Bawang Putih
Bawang putih.

Liputan6.com, Jakarta Aturan wajib tanam bawang putih sebesar 5 persen dari kuota impor kepada importir dinilai kurang efektif meningkatkan pasokan. Terlebih, produksi bawang putih dari dalam negeri masih terkendala beberapa hal, mulai dari bibit dan keterbatasan lahan.

Kondisi ini juga dikhawatirkan membuat sebagian laporan realisasi wajib tanam berpotensi tak sesuai data.

Terkait ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Kementerian Pertanian terkait program wajib tanamnya. Ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)

Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto khawatir jika program ini bisa memunculkan manipulasi atau laporan fiktif dari ketentuan wajib tanam tersebut.

“Jika dalam penyampaian ke publik yang bersangkutan memakai data fiktif, maka hal ini merupakan salah satu bentuk pidana," jelas dia mengutip Antara, di Jakarta, Senin (9/4/2018).

Politisi partai Gerindra ini menambahkan, selain harus memeriksa pihak terkait, swasta dalam hal ini juga harus bertanggung jawab terhadap data kewajiban tanam bawang putih yang diserahkan ke Kementerian Pertanian.

“Kami mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit di Kementerian Pertanian,” kata dia.

 Tonton Video Ini:

 

Lapor ke Komisi Informasi Publik

Anggota Dewan lainnya, dari Komisi III DPR asal Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengatakan, jika memang ada sinyalemen hasil publikasi data wajib tanam tak sesuai fakta, masyarakat bisa melaporkan ini ke Komisi Informasi Publik.

Dengan begitu, data yang ada bisa disandingkan dan ditentukan mana data yang benar dan mana data yang fiktif.

“Karena dalam UU keterbukaan informasi publik ada aturan yang mengatur badan-badan publik untuk menyampaikan data terkait” jelas dia.

Tegas ia mengatakan, jika terbukti ada data fiktif yang digunakan, bisa saja hal ini masuk ke ranah pidana. Akan tetapi ia menegaskan, untuk masuk ke ranah pidana dibutuhkan terlebih dahulu data dan fakta yang sebenarnya terjadi.

"Bisa saja ini masuk dalam ranah pidana, karena ini sudah masuk dalam kategori pembohongan publik,” tegasnya, menyoal kemungkinan data wajib tanam tak sesuai fakta.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV dengan Kementerian Pertanian menyebutkan jika rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan mencapai hampir satu juta ton untuk tahun 2017.

Dari jumlah tersebut, ada sekitar 9.800 RIPH yang dikeluarkan. Realisasinya sendiri kurang lebih 50 persen, atau sekitar 490 ribu ton impor bawang putih.

“Namun jika dikatakan dari 490 ribu ton bawang putih yang dihasilkan dari 5 persen wajib tanam oleh importir, itu hanya sekitar 1000-an RIPH, artinya tahun 2018 ini tidak boleh keluar lagi RIPH. Karena banyak importir yang belum menanam bawang putih,” kata anggota Komisi IV DPR RI Sudin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya