Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso optimistis Indonesia tidak akan lagi dilanda krisis di sektor jasa keuangan. Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Revolusi Industri 4.0 (Digital) di Indonesia Banking School.
"Kita pernah krisis, tahun 1987. Mini krisis tahun 2004, krisis tahun 2008. Dan kami yakin tidak akan krisis lagi," ungkapnya di Kompleks IBS, Jakarta, Senin (7/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Wimboh menjelaskan, hal ini karena mekanisme pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan sudah lebih baik berdasarkan pengalaman menghadapi krisis di masa lalu. Apalagi OJK bersama pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rutin berkoordinasi dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
"Kita sudah punya yang namanya control cyclical. Ada juga stress testing yang kita kembangkan. Modal atau rasio kecukupan modal (CAR), kita juga tingggi 22 persen,"Â dia menambahkan.Â
Lebih jauh Wimboh mengatakan, OJK akan lebih transparan dalam menyampaikan kebijakan, serta ancaman-ancaman yang ada sehingga persiapan untuk menghadapi ancaman tersebut dapat segera dilakukan.
"Kita terbuka. Kita lebih senang tahu masalah dan kita cari solusinya. Kita juga tidak akan ada yang ditutupi. Kita transparan, itu lebih bagus. Kita punya pengalaman, kita komunikasi dengan publik, transparan, tidak menakutkan,"Â tandas Wimboh Santoso.
Â
Reporter : Wilfridus Setu Umbu
Sumber : Merdeka.com
OJK: Pelemahan Rupiah Tak Ganggu Industri Perbankan
OJK memastikan kondisi industri perbankan nasional tetap aman di tengah fenomena pelemahan rupiah. Rupiah terus melemah hingga hampir menyentuh level 14.000 per dolar AS.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya sudah melakukan stress testatau simulasi terkait kondisi pelemahan rupiah bahkan hingga asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di angka terdepresiasi cukup dalam.
"Hasilnya kondisi perbankan Indonesia masih cukup kuat," ungkapnya dalam usai Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Bank Indonesia, Jakarta, pada 30 April 2018.Â
OJK juga telah melakukan stress test terkait suku bunga. Hal ini dengan asumsi suku bunga kredit mengalami kenaikan dalam batas tertentu. Hasilnya perbankan Indonesia secara umum masih cukup kuat.
"Mengenai surat berharga Kalau ada upflow, yield-nya naik, beberapa surat berharga turun terutama surat berharga korporasi. Tapi penurunan itu tidak cukup memengaruhi profit and loss perbankan," jelasnya.
Hal lain yang membuat daya tahan industri perbankan Indonesia, kata dia, masih kuat sebab didukung oleh kapasitas permodalan bank yang cukup tinggi yaitu mencapai 22 persen.
"Untuk stressing ini, permodalan perbankan kita relatif tinggi," tegas Wimboh.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber:Â Merdeka.com
Advertisement