Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus mendorong produksi mobil listrik dan mobil ramah lingkungan dalam negeri. Bahkan ditargetkan pada tahun 2025, sebanyak 20 persen dari total kendaraan yang diproduksi adalah kendaraan emisi karbon rendah (Low Carbon Emission Vehicle/LCEV) termasuk mobil listrik.
Ketua Umum Gaikindo, Yohanes Nangoi mengatakan hal paling penting dalam upaya mencapai target tersebut adalah perbaikan aturan di sektor otomotif.
"Semua target itu tergantung dari support Pemerintah. Tergantung peraturan. Sekarang saya bilang saya mau import mobil hybrid pajak kena masih tinggi sekali. Saya mau import mobil listrik, nggak ada aturan mainnya karena mobil listrik bukan CC lagi. Dasar kita masih CC, bagaimana?" ungkapnya di Hotel Century Park Senayan, Jakarta, Selasa (22/52018).
Advertisement
Baca Juga
"Aturannya harus kita benahi dulu. Tadi saya bilang, kita bereskan aturan main yang mengarah ke sana," ujar dia.
Lebih jauh dia mengatakan pihaknya sangat mendukung upaya meningkatkan industri mobil dalam negeri, khususnya mobil listrik di Indonesia. Namun, Indonesia tetap harus memperhatikan perkembangan perkembangan industri mobil global.
"Setelah dari situ, kita lihat perkembangan. Karena Indonesia bukan pemimpin dalam.dunia otomotif. Pemimpin ada di Amerika, Jepang, Korea, Jerman. Kita harus lihat mereka larinya kemana, jangan kita lari sendiri," kata dia.
Hal tersebut mutlak dilakukan agar Indonesia tidak ketinggalan kereta, dalam perkembangan industri mobil dunia terutama industri mobil listrik.
"Contoh China. anda mau beli mobil listrik di China murah karena disubsidi 50 persen sama Pemerintah. Jadi harganya 150 juta dibayar 75 juta," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Regulasi soal Kendaraan Listrik Harus Segera Didorong
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menjelaskan, dunia telah sepakat untuk menerapkan energi bersih pada moda transportasi, sesuai Perjanjian Paris 2015.
Di Indonesia, untuk menerapkan teknologi kendaraan listrik sebenarnya sudah bisa. Saat ini sudah banyak lembaga dan juga perguruan tinggi yang memproduksi kendaraan listrik. Namun semua tersebut masih sebatas propotipe.
"Sekarang sudah harus masuk ke massal, urusannya industri," jelas dia kepada Liputan6.com.
Agus melanjutkan, sebenarnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sangat mendukung pengembangan kendaraan listrik. Hal tersebut terbukti dengan ditetapkannya pelarangan produksi mobil berbahan bakar minyak pada 2040.
Setelah itu, Kementerian ESDM juga telah membuat Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Kendaraan Listrik dna menyerahkannya ke Kementerian Sekretariat Negara. Namun sayangnya, sampai saat ini Perpres tersebut belum juga ada kabar.
Agus menduga, kemungkinan besar ada yang menahan pengesahan aturan tersebut. Ia menduga hal tersebut dilakukan oleh produsen kendaraan yang sudah lama berkecimpung di Industri nasional.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu mengambil langkah tegas agar bisa mendorong terciptanya penggunaan energi bersih secara berkelanjutan. "Jangan sampai ada yang menahan," tutup dia. Â
Advertisement