Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) mengafirmasi peringkat Indonesia tetap pada level layak investasi (investment grade) pada 31 Mei 2018.
Dalam keterangan tertulis S&P memberikan afirmasi atas sovereign credit rating Republik Indonesia pada level BBB- dengan prospek stabil. Beberapa faktor kunci mendukung keputusan itu, antara lain beban utang pemerintah Indonesia relative rendah, serta kinerja fiskal dan tingkat utang luar negeri yang moderat. Bank Indonesia (BI) menilai keputusan S&P tersebut mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia.
"Afirmasi rating Indonesia pada BBB- dengan outlook stabil merupakan cerminan atas kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kredibel,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam keterangan tertulis, seperti dikutip dari laman BI, Kamis (31/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Ia menyatakan, afirmasi itu semakin memperkuat keyakinan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut. Dalam kaitan ini, koordinasi antar otoritas terkait dalam rangka implementasi bauran kebijakan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan.
S&P juga menyebutkan, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam beberapa tahun ke depan diproyeksikan tetap stabil. Hal ini mencerminkan proyeksi keseimbangan fiskal yang juga relatif stabil. Lebih lanjutnya meningkatnya tax collection sebagai dampak dari tax amnesty dan meningkatnya harga minyak dunia diproyeksikan memperbaiki penerimaan negara.
Dari sisi eksternal, current account deficit Indonesia akan menyempit dalam beberapa tahun ke depan yang mencerminkan permintaan global yang stabil dan harga komoditas yang lebih tinggi. Fleksibilitas rupiah dan kebijakan kehati-hatian dalam mengelola risiko utang luar negeri jangka pendek korporasi telah mendorong penurunan rasio kebutuhan pembiayaan eksternal terhadap current account receipt (CAR).
Lebih lanjut, risiko pemburukan pada beban eksternal yang dihadapi Indonesia telah turun secara signifikan. Selain itu, perumusan kebijakan Indonesia telah efektif dalam mendukung keuangan pemerintah yang berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Untuk mendukung daya beli dan konsumsi, pemerintah mengambil langkah antara lain menahan kenaikan harga minyak dan listrik. Upaya itu dinilai bersifat temporer dan momentum reformasi akan kembali menguat. Secara khusus, Bank Indonesia dinilai memegang peranan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi serta meredam tekanan pada ekonomi dan pasar keuangan.
S&P sebelumnya menaikkan peringkat Indonesia ke level BBB- dengan prospek stabil pada 19 Mei 2017.
S&P Pertahankan Peringkat Utang Indonesia
Sebelumnya, Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) menegaskan peringkat utang Indonesia atau sovereign credit Indonesia di posisi BBB-/A-3 dengan prospek peringkat stabil.
Peringkat utang tersebut didukung dari pulihnya harga komoditas. Ditambah pembangunan infrastruktur yang masif mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dalam tiga hingga empat tahun mendatang.
"Hasilnya peningkatan anggaran dan penerimaan ekspor dapat menjaga fiskal dan eksternal tetap stabil meski pengeluaran investasi tetap kuat,” tulis S&P.
Mengutip keterangan perseroan, seperti ditulis Kamis 31 Mei 2018, S&P melihat prospek peringkat Indonesia stabil didukung dari kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi dalam satu hingga dua tahun ke depan.
“Kami dapat menaikkan rating dalam jangka panjang jika risiko eksternal dan kondisi fiskal dapat catatkan performa signifikan bahkan di atas harapan kami,” seperti dikutip dari keterangan S&P.
Sebaliknya jika terdapat tekanan maka peringkat dapat turun jika fiskal dan neraca perdagangan selama satu tahun hingga dua tahun ke depan dapat menjadi lebih buruk. Indikasi tekanan pada peringkat jika utang pemerintah dan defisit anggaran yang masing-masing melebihi 30 persen dan tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Peringkat tersebut juga didukung dari tingkat utang pemerintah Indonesia relatif rendah dan kinerja fiskal yang moderat. Faktor-faktor tersebut menyeimbangkan risiko Indonesia terutama masyarakat Indonesia berpenghasilan menengah bawah dan neraca pembayaran yang tipis.
S&P mengharapkan defisit fiskal Indonesia tetap di bawah 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, Indonesia akan memperketat kebijakan moneter untuk mengantisipasi volatilitas keuangan dari global.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement