Liputan6.com, Jakarta - Harga daging ayam dan telur mengalami penurunan setelah Lebaran. Hal ini didorong oleh menurunnya permintaan.
Dari pantauan Liputan6.com di Pasar Pucung, Depok, Jawa Barat, harga daging ayam saat ini berada di kisaran Rp 35 ribu per kilogram (kg), turun sebesar Rp 5.000 dibandingkan sebelum Lebaran yang sebesar Rp 40 ribu per kg.
Advertisement
Baca Juga
"Pas mau Lebaran kemarin (harga daging ayam) naik lumayan tinggi, sampai Rp 40 ribu, sekarang sudah turun," ujar Ratna (32), salah satu pedagang ayam potong di pasar tersebut.
Menurut dia, penurunan harga ini disebabkan oleh merosotnya permintaan pasca Lebaran. Jika saat Ramadan dan jelang Ramadan, dirinya bisa menjual 30 kg-40 kg, kini hanya sekitar 10 kg-20 kg.
"Karena yang beli turun, mungkin masih pada mudik. Mudah-mudahan pas (permintaan) sudah normal enggak naik lagi," kata dia.
Hal yang sama juga terjadi pada telur ayam. Salim (46), salah satu pedagang telur di Pasar Pucung menyatakan, harga telur saat ini sebesar Rp 23 ribu per kg, turun dari sebelumnya sekitar Rp 26 ribu-Rp 25 ribu per kg.
"Telur ayam turun. Padahal kemarin sempat naik terus," tandas Salim.
Kemendag Ungkap Biang Kerok Harga Telur dan Daging Ayam Melambung
Harga daging ayam dan telur mengalami kenaikan di awal Ramadan ini. Hal tersebut disinyalir akibat kurangnya pasokan ke pasar-pasar tradisional.
‎Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahja Widayanti mengatakan, dari hasil pantauannya di 34 provinsi, harga telur dan daging ayam cenderung tinggi. Namun, dia membantah jika kenaikan tersebut disebabkan oleh ulah peternak yang menahan pasokan ke pasaran.
"Ayam memang beberapa saat ini berdasarkan hasil pantauan kita di 34 provinsi, ayam memang agak spesial. Enggak (pasokan ditahan) ada isu itu," ujar dia di Kawasan Kasablanka, Jakarta, pada 17 Mei 2018.
Menurut Tjahja, kenaikan harga telur ayam dan daging ayam tersebut kemungkinan disebabkan oleh produksinya yang tengah menurun. Namun, hal ini tengah coba diselidiki Kemendag dan Kementerian Pertanian (Kementan).
"Ini dari sisi produksi, mungkin bisa ditanya ke Kementan. Karena saya sendiri tidak paham kalau itu berkaitan dengan hormon, suplemen, atau pakan. Mungkin kalau terkait dengan harga DOC kita lihat komponen apa yang paling tinggi. Harus kita lihat dan sama-sama dengan Kementan. Karena misalnya kalau pakan itu tidak memenuhi kebutuhan dari ayam, nanti produksinya juga kurang baik," jelas dia.
Selain itu lanjut Tjahja, kenaikan harga ini juga diperparah dengan permintaan yang semakin meningkat, terutama saat memasuki Ramadan.
"Ini kan harga karena mau puasa, permintaan tinggi. Terus bagi pedagang pasar, ini momen yang tepat untuk mereka menaikkan. Mereka jangan main-main dengan itu. Seperti kata Satgas Pangan, jangan main-main dengan harga pangan," kata dia.
Advertisement
Selanjutnya
Untuk mengatasi masalah ini, diakui Tjahja, Kemendag memanggil para peternak dan integrator skala besar. Para peternak ini diminta untuk menggelontorkan telur dan daging ayam ke pasar.
"Kita sudah panggil Senin kemarin, peternak dan integrator, kita minta mereka untuk menurunkan harga. Selain kita cari tahu apa penyebabnya. Kita akan panggil lagi perusahaan yang besar-besar untuk melakukan operasi pasar. Beberapa sudah melakukan itu," ungkap dia.
Tjahja menyatakan, Kemendag tidak mematok jumlah telur dan daging ayam yang harus digelontorkan para peternak besar ini. Namun, diharapkan kedua komoditas tersebut bisa didistribusikan ke pasar-pasar tradisional hingga harganya kembali normal.
"Kita tidak menghitung ini (jumlah), tetapi kita turunkan sampai harga ayam sesuai dengan acuan yang ada di Permendag Nomor 58 Tahun 2018. (Harga acuan) ayam Rp 32 ribu per kg dan telur Rp 22 ribu per kg. Itu di tingkat konsumen," tandas dia.