Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan menghadapi banyak tantangan di paruh kedua tahun ini. Selain lantaran akan adanya pemilihan umum (pemilu) di tahun depan, pelemahan nilai tukar rupiah dan naiknya harga minyak mentah dinilai akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, pelemahan rupiah yang masih terus berlanjut menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Selain itu, pelemahan ini juga dikhawatirkan berdampak pada inflasi yang selama ini masih terjaga rendah.
Advertisement
Baca Juga
"Pelemahan rupiah ini, lebih tinggi dari interest rate. Ini membuat pertumbuhan kita melambat, inflasi naik," ujar dia di Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Selain itu, jelang menghadapi pelaksanaan pemilu di tahun depan, lanjut dia, pemerintah mau tidak mau akan mengeluarkan kebijakan yang populer dan merakyat. Salah satunya soal subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan ditambah karena harga minyak dunia yang terus meningkat.
"Karena ada ada pemilu pasti semua melakukan polulist policy. Ini defisit kita meningkat, karena subsidi ditambah, karena harga minyak naik," kata dia.
Sementara, kinerja ekspor Indonesia juga belum mengalami perbaikan sejak awal tahun. Buktinya, neraca perdagangan Indonesia sejak awal tahun terus mengalami defisit, kecuali pada Maret yang mengalami suplus USD 1 miliar.
"Kita selalu ada kelebihan di trade tapi sekarang kita defisit, belum ditambah defisit dari services industry. Itu yang akan berakibat pada masalah, APBN kita defisit, trade kita defisit, ini menimbulkan ketidakpastian," tandas dia.
Patut Disyukuri
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, situasi ekonomi dunia sekarang ini masih betul-betul pada posisi yang sangat sulit.
Ia meyakini, para bupati juga merasakan betapa ketidakpastian ekonomi dunia itu betul-betul sulit dikalkulasi dan dihitung.
Namun, menurut Jokowi, Indonesia patut bersyukur karena pertumbuhan ekonomi masih di atas lima persen.
"Saya kira kita patut bersyukur ekonomi kita masih bisa tumbuh lima persen lebih sedikit. Itu sudah saya kira patut kita syukuri,” ujar Jokowi, saat bersilaturahmi dengan para Bupati, di ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/7/2018), seperti dikutip dari laman Setkab.
Jokowi membandingkan dengan negara-negara lain yang besar seperti China yang turun dari 11 jadi 10. Ini langsung turun ke posisi 6,5.
"Betul-betul sebuah proses yang berat," kata Jokowi.
Sebelumnya saat mengawali pengantarnya, Jokowi menuturkan, pertemuannya dengan Bupati yang dilakukan dalam beberapa gelombang agar jumlahnya tidak terlalu besar sengaja dilakukan dengan harapan agar lebih bebas untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan di daerah.
Jokowi menegaskan keinginannya agar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten betul-betul satu garis lurus. Setiap kebijakan yang ada di pemerintah pusat dapat dikerjakan secara sinergi bersama-sama antara pemerintah pusat dan kabupaten.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Advertisement