Harga Emas Melonjak Imbas Perang Dagang AS vs China

Harga emas naik di tengah perang perdagangan antara AS dan China.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 10 Jul 2018, 06:40 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2018, 06:40 WIB
Ilustrasi Harga Emas Naik 1
Ilustrasi Harga Emas Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Chicago - Harga emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange ditutup lebih tinggi pada Senin, karena investor beralih ke pembelian asel safe-haven seperti emas di tengah perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Dilansir dari Xinhua, Selasa (10/7/2018), kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus naik USD 3,8 atau 0,3 persen menjadi USD 1.259,6 per ounce.

Investor sangat khawatir tentang dampak dari perang perdagang antara dua ekonomi teratas dunia setelah Amerika Serikat mulai memberlakukan tarif tambahan 25 persen pada produk China senilai USD 34 miliar pada hari Jumat.

Dolar AS diperdagangkan lebih tinggi pada akhir perdagangan pada hari Senin, tetapi turun 0,5 persen sepanjang bulan ini. Pelemahan dolar AS dapat membuat aset dipatok terhadap mata uang, termasuk emas, lebih menarik bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.

Adapun logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman September bertambah USD 7 sen atau 0,44 persen menjadi USD 16,139 per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober naik USD 4,9 atau 0,58 persen menjadi USD 853,5 per ounce.

Perang Dagang AS-China

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AP PHOTO)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AP PHOTO)

Pada Jumat (6/7/2018), Pemerintahan Donald Trump resmi memulai perang dagang dengan diberlakukannya tarif sebesar USD 34 miliar kepada produk-produk asal China. Kementerian Perdagangan China mengaku siap melawan.

Menurut lansiran CNBC, Kementerian Perdagangan China menyatakan tidak punya pilihan lain selain melawan balik. Pihak kementerian menambahkan bahwa langkah Amerika Serikat (AS) dapat merusak rantai suplai dan nilai global, ditambah dengan membuat pasar bergejolak.

Seraya ingin tampil berbeda dengan Trump, pihak China mengklaim akan terus melakukan reformasi domestik dan membuka diri. Sebelumnya, Presiden Donald Trump menolak istilah perang dagang, sebab menurutnya perang tersebut sudah terjadi, dan AS sudah kalah.

"Kita tidak sedang dalam perang dagang dengan China, perang tersebut sudah dibuat kalah bertahun-tahun lalu oleh orang-orang bodoh atau tak kompeten yang mewakili AS," ujar Trump di akun Twitter-nya pada awal April lalu.

"Sekarang kita memiliki Defisit Dagang sebesar USD 500 miliar dalam setahun, ditambah kerugian Pencurian Hak Kekayaan Intelektual sebesar USD 300 miliar. Kita tak bisa membiarkan ini berlanjut!" pungkasnya.

Langkah sanksi ini tetap dilaksanakan Trump meski ia sempat memuji Xi Jinping sebagai sahabatnya.  Pihak China pernah mengancam membalas tarif ke produk AS seperti kacang kedelai. Trump tidak bergeming pada ancaman itu, malah pemerintahannya menyebut siap menambah tarif sampai USD 500 miliar.

Selama ini Trump memang selalu mengeluhkan nasib perdagangan AS yang ia anggap selalu dirugikan negara lain, baik itu negara sekutu maupun musuh. Selain China, negara-negara lain yang terancam kena sanksi tarif Trump adalah Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa. Bahkan, Indonesia pun disebut bisa terimbas perang dagang ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya