Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) diperkirakan sedikit tertekan dalam laporan keuangan kinerjanya pada 2018. Mengapa demikian?
Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia/EconAct, Ronny P Sasmita mengatakan, ada dua hal yang menjadikan keuntungan Pertamina tergerus pada 2018.
"Laba diperkirakan akan cenderung turun, lantaran Pertamina harus menanggung potential loss dalam jumlah besar," kata Ronny kepada Liputan6.com, Minggu (29/7/2018).
Advertisement
Ia menuturkan, membengkaknya potential loss disebabkan Pertamina tidak dapat menaikkan harga jual Premium dan solar di tengah meroketnya harga minyak dunia, yang mencapai USD 74,1 per barel.
Baca Juga
Dalam waktu hampir bersamaan, kurs rupiah juga cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang berpotensi membengkakkan biaya operasional, terutama biaya pengadaan bahan bakar minyak.
"Potential loss tersebut menyiratkan peluang untuk menurunkan perolehan laba tahun 2018, tapi diperkirakan tidak sampai menyebabkan Pertamina mengalami kerugian usaha," ujar dia.
Oleh karena itu, Ronny menuturkan, Pertamina masih akan menanggung potential loss dalam jangka panjang yang berpotensi menggerus keuntungan Pertamina.
"Namun ketika kerugian berlangsung secara berturut-turut dalam jangka panjang, tentu tidak mustahil Pertamina akan terancam bangkrut," ujar dia. (Yas)
Sebelumnya, bila melihat laporan keuangan Pertamina yang dikutip dari laman Pertamina, perseroan mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 19,28 persen menjadi USD 2,54 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,14 miliar.
Sementara itu, penjualan dan pendapatan usaha lainnya naik 17,73 persen menjadi USD 42,95 miliar pada 2017 dari periode 2016 USD 36,48 miliar.
Beban pokok penjualan perseroan meningkat 28,81 persen menjadi USD 31,11 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 24,15 miliar. Beban produksi hulu dan lifting meningkat menjadi USD 3,32 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,97 miliar.
Total liabilitas Pertamina naik menjadi USD 27,38 miliar pada 2017 dari periode 2016 sebesar USD 25,15 miliar.Ekuitas perseroan naik menjadi USD 23,82 miliar pada 31 Desember 2017.
Pertamina Menanti Suntikan Pemerintah untuk Sehatkan Keuangan
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menanti kebijakan pemerintah, untuk meringankan beban keuangan akibat kebijakan harga Premium dan Solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah.
Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero), Arief Budiman mengakui, kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga Premium dan Solar subsidi yang tidak disesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia, membuat pendapatan perusahaan pada sisi hilir menurun.
"Ya, turun (pendapatan sisi hilir)," kata Arief, di Jakarta, Rabu 25 Juli 2018.
Arief menuturkan, Pertamina masih menunggu kebijakan pemerintah, untuk meringankan beban keuangan yang disebabkan pelaksanaan kebijakan tersebut. Dia pun berharap kebijakan yang dikeluarkan nantinya berdampak postif pada kinerja keuangan perusahaan.
"Ya kita masih lihat kebijakannya seperti apa. Mudah-mudahan secara total positif," ujar dia.
Terkait dengan rencana pemerintah untuk meringankan beban Pertamina, dengan menambah subsidi solar menjadi Rp 2 ribu per liter dan mengalihkan keuntungan atas penjualan minyak untuk menambal selisih harga Premium.
Arief menilai, dua rencana tersebut bisa menolong Pertamina jika diterapkan, sehingga bisa meringankan beban. Selain itu, kondisi keuangan Pertamina bisa jauh lebih sehat jika piutang atas subsidi yang telah disalurkan dibayar pemerintah.
"Membantu, pemerintah konsen masalah ini. Ini juga membantu kita banyak. Rp 15 triliun tagihan sudah dibayar yang piutang 2016. Kita sudah cukup banyak dibantu," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement