Liputan6.com, Jakarta - Harga bahan pangan telur ayam dan telur ayam kampung di pasar tradisional pada awal pekan ini kompak turun. Dalam dua bulan ini harga telur terus melambung.
Seperti yang diutarakan Herman (29), seorang pedagang telur di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang mengatakan harga telur ayam kini Rp 23 ribu per kg.
"Lagi turun jadi Rp 23 ribu per kg. Tadinya Rp 29 ribu (per kg), turunnya pelan-pelan, mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 500," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (6/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
Hal senada diungkapkan Mifthaludin (20), seorang pedagang telur di tempat yang sama. "Telur ayam Rp 23 ribu per kg. Baru turun hari ini, tadinya kisaran Rp 24-25 ribu (per kg)," sebutnya.
Penurunan harga juga turut dirasakan telur ayam kampung. Kedua pedagang kompak menjualnya pada angka Rp 2.200 per butir.
"Telur ayam kampung turun juga, Rp 2.200 (per butir). Tadinya antara Rp 2.400-2.500 per butir," ujar Mifthaludin.
Di sisi lain, kestabilan harga terjadi pada produk telur puyuh dan telur bebek. Harga telur puyuh yang ditawarkan Herman dan Mifthaludin tidak berubah Rp 33 ribu per kg.
Sementara itu, telur bebek yang kedua pedagang tersebut jual juga terbilang stabil, yakni Rp 2.800 per butir.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kenaikan Harga Ayam dan Telur Siklus Tahunan
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan, naiknya harga ayam dan telur merupakan siklus tahunan. Oleh sebab itu, lonjakan harga ini harusnya tidak perlu dikhawatirkan.
Dia mengungkapkan, dalam 5 tahun terakhir, pada Januari harga ayam dan telur selalu naik, kemudian akan turun pada Maret-April. Harga akan kembali naik pada Juni-Juli seperti saat ini dan kemudian turun mulai Agustus. ‎Â
BACA JUGA
"Kalau harga dagingnya (ayam) memang tinggi di Januari. Daging dan telur hampir sama grafiknya. Kemudian akan turun di Maret, di April terendah. Mei naik lagi sampai Juni-Juli. Agustus nanti turun sampai di September paling rendah. Setelah itu, November-Desember itu naik lagi," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Andreas menyatakan, pada tahun ini memang ada sejumlah faktor yang membuat lonjakan harga terkesan lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seperti pelemahan rupiah, harga pakan dan kebijakan larangan penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP). Namun, hal tersebut dinilai hanya berkontribusi kecil terhadap kenaikan harga.
"Ada yang bilang karena pengaruh pelemahan rupiah, lalu ada kebijakan pemerintah. Tapi ini hanya karena fluktuasi tahunan. Analis lain bilang karena antibiotik, tapi itu pengaruhnya kecil. Rupiah juga pengaruhnya kecil," ucap dia.
Advertisement