Dua Sentimen Ini Belum Mampu Angkat Rupiah

Indef menyatakan, pergerakan rupiah masih akan bergantung pengumuman neraca dagang dan transaksi berjalan.

oleh Merdeka.com diperbarui 13 Agu 2018, 19:03 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2018, 19:03 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tersungkur ke posisi 14.600.

Tidak hanya rupiah, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terjun bebas 3,55 persen atau 215,9 poin ke posisi 5.861,24 pada penutupan perdagangan Senin pekan ini. 

Melihat kondisi tersebut, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang baru dirilis beberapa waktu lalu nampaknya belum berhasil meyakinkan pasar ekonomi Indonesia membaik.

Bahkan, pengumuman pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tak cukup membuat pasar stabil. 

"Sekarang ini yang jadi pertanyaan begini, kemarin pemerintah mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan II bagus. Terus sudah juga ada kepastian secara politik pencalonan capres dan cawapres, tetapi kenapa respons pasar kok negatif?," ujar Enny di Tjikini Lima, Jakarta, Senin (13/8/2018).

Kondisi ini kata Enny, berbeda dengan pengumuman calon presiden dan calon wakil presiden pada 2014 lalu. Saat itu, pasar merespons positif dengan IHSG yang tadinya berada di zona merah merangkak naik ke zona hijau. Meskipun kondisi ini hanya berlangsung satu bulan usai pengumuman. 

"Kita ingat betul 5 tahun lalu, ketika pendeklarasikan Jokowi ini juga rupiah bahkan IHSG langung dari zona merah ke zona biru. Tetapi ternyata honeymoonnya tidak lama, honeymoonnya hanya katakanlah satu bulan. Kemudian hal yang sama ini bisa terjadi sekarang, sebaliknya pasar justru merespon negatif," kata Enny. 

Enny mengatakan, pemerintah harus mampu menyikapi berbagai kejadian ini dengan bijak seperti menjaga defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Jadi kondisi pelemahan nilai tukar rupiah dan juga penurunan laju IHSG tidak terjadi secara permanen. 

"Kuncinya adalah di faktor fundamental, kalau faktor itu tetap, tekanan defisit nanti di bulan Juli tetap defisit dan current account kita defisit. Maka itu yang nantinya akan menjawab bahwa depresiasi nilai tukar rupiah kita apakah temporary atau akan terus berlanjut ke depannya," kata dia. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Sentimen dari Turki Seret Rupiah Melemah hingga Tembus 14.614 per Dolar AS

Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah tajam pada perdagangan di awal pekan ini. Sentimen dari Turki ikut menjadi pendorong pelemahan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Senin 13 Agustus 2018, rupiah dibuka di angka 14.579 per dolar AS, melemah tajam jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.478 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah cukup dalam sehingga menyentuh level 14.614 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.544 per dolar AS hingga 14.614 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,72 persen.

Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiahdipatok di angka 14.583 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu di angka 14.437 per dolar AS.

"Data ekonomi dalam negeri yang dinilai kurang baik menjadi salah satu faktor yang menekan rupiah terhadap dolar AS," kata Analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada.

BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2018 mencapai 8 miliar dolar AS atau tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen terhadap PDB.

Di sisi lain, lanjut dia, sentimen mengenai gejolak ekonomi Turki turut menjadi faktor yang membuat sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS.

"Diketahui, Turki memiliki banyak eksposure utang terhadap Eropa sehingga ketika ekonomi Turki di ambang krisis maka akan memengaruhi ekonomi Eropa dan dapat berdampak ke negara di kawasan Asia," katanya.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan Turki terancam krisis keuangan, investor global fokus dengan kondisi ekonomi di Turki seiring dengan meningkatnya kontrol ekonomi dari Presiden Erdogan dan memburuknya hubungannya dengan Amerika Serikat.

"Nilai tukar lira Turki mencatatkan depresiasi tajam. Efek Turki ini dikawatirkan membuat mata uang dolar AS menguat dan sebaliknya `emerging markets` lain, termasuk rupiah akan melemah," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya