Pertemuan di Italia, Indonesia Dukung Hak Petani dan Lindungi Industri

Pemerintah Indonesia menghadiri First Meeting of the Ad Hoc Technical Experts Group on Farmers’ Rights di Roma, Italia yang berlangsung pada 11 - 14 September 2018

oleh Reza diperbarui 18 Sep 2018, 11:33 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2018, 11:33 WIB
Kementan
Pemerintah Indonesia menghadiri First Meeting of the Ad Hoc Technical Experts Group on Farmers’ Rights di Roma, Italia yang berlangsung pada 11 - 14 September 2018

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia menghadiri First Meeting of the Ad Hoc Technical Experts Group on Farmers’ Rights di Roma, Italia yang berlangsung pada 11 - 14 September 2018. Kegiatan ini diselenggarakan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (ITPGRFA) bersama Food Agriculture Organization of the United Nations (FAO) guna mempercepat pelaksanaan berbagai kesepakatan internasional tentang tentang Sumberdaya Genetik Tanaman (SDG), terutama yang terkait dengan hak petani atau farmers’ rights. Salah satu expert yang diundang mewakili kawasan Asia Pasifik dalam kegiatan ini adalah Erizal Jamal, Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan).

Erizal Jamal menjelaskan kesepakatan Internasional tentang SDG untuk Pangan dan Pertanian, yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty On Plant Genetic Resources For Food And Agriculture (ITPGRFA) atau Perjanjian Mengenai SDG Untuk Pangan Dan Pertanian, mengamanatkan kepada negara untuk merealisasikan hak petani (farmers’ rights) dalam mengkonservasi SDG. Selain itu, guna mengembangkannya agar kemandirian pangan tercapai sehingga kesejahteraan petani terwujud.

“Pada artikel ke 9 kesepakatan, di antaranya menyebutkan bahwa negara diminta untuk menjaga kearifan lokal yang sejalan dengan upaya pelestarian SDG. Negara juga diharapkan menjamin hak petani dalam pemanfaatan hasil pengembangan SDG, dalam bentuk pembagian keuntungan dari hasil pengembangannya, serta hak petani untuk menyimpan, menggunakan serta berbagi dengan sesama petani hasil pengembangannya berupa benih,” demikian dikatakan pria yang akrab disapa Erizal di Jakarta, Senin (17/9/2019).

Menurutnya, untuk merealisasikan kesepakatan ini Indonesia telah melakukan beberapa hal antara lain dengan di keluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012, yang mengamandemen Undang-Undang No 12 tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman. Melalui amandemen ini negara memberikan hak kepada perorangan petani kecil untuk dapat melakukan pencarian dan pengumpulan SDG, tanpa harus izin pemerintah serta mengedarkan varietas hasil pemuliaan petani dalam lingkungan terbatas tanpa proses pelepasan oleh Pemerintah.

“Karena itu, kegiatan First Meeting of the Ad Hoc Technical Experts Group on Farmers’ Rights ditekankan untuk lebih mempercepat pelaksanaan berbagai kesepakatan internasional ini, terutama yang terkait dengan hak petani atau farmers’ rights, ITPGRFA. Intinya, untuk mewujudkan kemandirian pangan dan hak petani,” jelasnya.

Lebih lanjut Erizal mengungkapkan pertemuan yang berlangsung selama 4 hari ini merumuskan rekomendasi tentang berbagai upaya untuk merealisasikan hak petani sebagaimana yang diamanatkan Treaty pada artikel 9. Perdebatan yang panjang terjadi karena upaya ini dalam banyak hal tidak sejalan dengan kepentingan industri perbenihan, terutama industri benih dari negara yang tergabung dalam International Union for the Protection of New Varieties of Plant (UPOV).

“Upaya harmonisasi kepentingan petani dan industri benih merupakan salah satu inti rumusan pertemuan. Indonesia mendukung penuh upaya ini, karena dalam prakteknya Indonesia sudah memberikan perhatian yang seimbang kepada hak petani dan industri benih, dalam hal ini berupa hak pemulia atau Breeder RightI,” ungkapnya.

Perlindungan Varietas Tanaman atau Hak PVT memberikan perlindungan kepada hasil pemuliaan yang dilakukan pemulia dan industri benih. Sementara itu negara juga mengakui hak-hak petani secara komunal dalam pelestarian SDG melalui pendaftaran varietas lokal.

“Bagi petani yang mengembangkan kegiatan pemuliaan, Pusat PVTPP bersama Balitbangtan, melakukan pendampingan agar varietas yang dihasilkan petani dapat dilepas sejalan dengan aturan yang berlaku serta dapat diberikan Hak Perlindungan Varietas,” tegas Erizal.

Perlu diketahui, hasil kesepakatan awal dari pertemuan ini terdiri dari beberapa butir usulan. Draft kesepakatan ini akan terus didiskusikan melalui forum ini dan on-line discussion. Pada akhirnya nanti hasil kesepakatan ini akan disampaikan kepada seluruh negara anggota untuk disepakati dalam pertemuan Governing Body dari ITPGRFA, yang akan dilakukan pada tahun 2019 di FAO-Roma.

Kegiatan ini dihadiri oleh 39 peserta yang mewakili 7 kawasan di dunia, serta perwakilan petani dan masyarakat sipil serta perwakilan organisasi seperti International Union for the Protection of New Varieties of Plant (UPOV) dan International Seed Federation (ISF). Selain itu hadir juga 36 peserta lainnya sebagai pengamat atau observer dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan Serikat Petani Indonesia (SPI).

 

 

(*)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya