Pemerintah Ingin Asuransikan Aset Negara, Ini Kata Pengamat

Pemerintah ingin mengasuransikan gedung miliknya mengingat posisi Indonesia yang sering dilanda bencana.

oleh Bawono Yadika diperbarui 15 Okt 2018, 07:40 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2018, 07:40 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana mengasuransikan gedung-gedung milik pemerintahan guna melindunginya dari kerugian akibat bencana alam pada 2019. Itu mengingat posisi Indonesia yang sering dilanda bencana.

Pengamat Asuransi Herris Simandjuntak mengaku hal tersebut sangat mungkin dilakukan pemerintah. Namun dia meminta hal yang paling utama ialah pemerintah mempunyai proyeksi anggaran yang jelas terkait rencana itu.

"Itu memungkinkan untuk dilakukan. Besar biayanya itu nanti relatif. Umumnya suku premi dari asuransi properti termasuk risiko bencana alam adalah sekian per seribu dari nilai pertanggungan. Yang penting biayanya dihitung dulu sehingga tidak terjadi pertanggungan di bawah harga (under insurance)," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (15/10/2018).

Pengamat Asuransi lainnya Irvan Rahardjo menjelaskan, tantangan dari rencana pemerintah ini terletak bagaimana membangun sistem asuransi yang jelas dan tanggap akan bencana nantinya.

"Menteri keuangan menyebutkan sudah mempunyai skema asuransi bencana Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI) yakni mitigasi resiko bencana alam melalui penyediaan instrumen pembiayaan. Salah satunya dengan cara asuransi. Ada instrumen lainnya seperti proteksi Cat Bond dan kombinasi lainnya," jelas dia.

Dia mengatakan jika masalah perlindungan bagi berbagai aset pemerintah memang menjadi tanggungjawab negara.

"Tantangannya adalah recover cepat dan segera sehingga ada skema asuransi bencana alam nasional yg berbasis parametrik," tambah dia.

Irvan mengatakan, pemerintah juga dapat menggunakan skema lain. Itu seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Kemenkeu memilih membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Namun alternatif lainnya adalah KPBU atau yang dikenal Public Private Partnership," pungkasnya.

"Skema ini menjadi lebih murah dibanding penanggulangan bencana yang selama ini menjadi beban APBN," kata Irvan.

Sri Mulyani Asuransikan Seluruh Gedung Pemerintah Mulai 2019

Gaya Sri Mulyani Bernyanyi di Sela Pertemuan IMF-Bank Dunia
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat bernyanyi di sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10). Sri Mulyani menyanyikan lagu berjudul My Way karya Frank Sinatra. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kondisi Indonesia yang sering dilanda bencana membuat pemerintah berencana mengasuransikan gedung-gedung pemerintahan. Rencana ini bakal diwujudkan pada tahun depan.

Ini diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Nusa Dua, Bali pada Rabu (10/10/2018) ini.

Sri Mulyani menyatakan Indonesia membuka diri untuk menimba pengalaman dari negara-negara lain mengenai pembiayaan bencana.

“Kami ingin belajar dari Filipina yang sudah mengasuransikan gedung-gedung pemerintahan daerah, belajar dari Maroko yang sudah mengasuransikan UMKM dan rumah-rumah penduduk berpenghasilan rendah,” ungkap dia.

Sebab itu rencananya pada tahun anggaran 2019, semua gedung pemerintah akan diasuransikan.

Namun ini belum termasuk rumah-rumah penduduk menengah dan bawah karena mekanisme asuransi untuk rumah penduduk belum tersedia.

Sri Mulyani mengakui jika penanganan bencana di Indonesia masih sangat tergantung pada APBN dan APBD, bahkan harus merealokasi anggaran.

“Kita perlu mengidentifikasi semua risiko bencana alam dan memikirkan mekanisme fiskal serta instrumen keuangan terbaik untuk mendukung rehabilitasi yang paling efektif dan paling cepat. Sebuah strategi jangka Panjang untuk membangun ketahanan (resiliency) terhadap bencana alam, khususnya dari sisi fiskal,” kata Sri Mulyani.

Fokus terbesar ketika bencana terjadi adalah bagaimana membantu korban, melakukan pemulihan dan rekonstruksi.

“Namun kita jarang sekali membahas soal transfer risiko, termasuk untuk pembiayaan. Pengelolaan bencana menjadi tidak tersinergikan dan terintegrasi,” jelas dia.

Sebagai gambaran besarnya kerugian dan pendanaan yang diakibatkan bencana mencapai Rp 126,7 triliun. Angka ini untuk periode 2004-2013.

Selama 12 tahun terakhir, pemerintah rata-rata menyediakan dana cadangan untuk bencana sebesar Rp 3,1 triliun. Sementara bencana alam besar seperti gempa dan tsunami di Aceh tahun 2014 mencapai Rp 51,4 triliun.

Jurang pembiayaan tersebut menjadi salah satu sebab Indonesia terpapar risiko fiskal akibat bencana alam.

Karena itu, pemerintah Indonesia sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) mengenai pembiayaan dan asuransi risiko bencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya