Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Besaran kenaikan UMP tersebut dibuat berdasarkan formula tertuang dalam PP No 78.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago menekankan perlunya win-win solution dalam masalah ini. "Pengusaha jangan lihat upah buruh sebagai beban tetapi biaya produksi," ujarnya dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (24/10).
Baca Juga
Irma memahami jika buruh menginginkan kesejahteraan, namun janganlah menghiraukan bagaimana agar investasi berkembang. Jika tetap bersikeras untuk meminta kenaikan upah tinggi namun malah berdampak terhadap larinya investor pada akhirnya akan menimbulkan PHK.
Advertisement
Dia menyebutkan saat ini memang masih banyak perusahaan kecil yang memberi upah karyawan di bawah UMP. Hal tersebut lah yang perlu didorong agar perusahaan tersebut dapat tumbuh sehingga bisa memberi upah laik bagi karyawannya.
Tidak demikian dengan perusahaan yang sudah matang, dia meminta agar perusahaan tersebut memberi upah karyawan di atas UMP.
"Saya juga ingin mengimbau teman-teman pengusaha bahwa kalau perusahaan yang sudah mapan, sudah punya untung bagus, jangan lagi pakai UMP, beri upah laik kan UMP itu jaring pengaman saja. Berilah upah laik, jangan UMP terus," ujarnya.
Kendati demikian, dia juga meminta pekerja tidak seenaknya menuntut besaran kenaikan upah. "Tetapi kenaikan upah buruh juga harus dilihat situasi perkembangan ekonomi, tak bisa teman-teman buruh menetapkan sendiri presentaesenya karena harus ada rumusan," ujarnya.
Irma mengingatkan kepada para buruh agar berhati-hati terhadap provokator yang mendesak kenaikan upah, bila pada akhirnya berujung pada PHK. Selain itu para buruh juga diminta untuk berhati-hati agar tidak terlibat dengan politik praktis, mengingat yang harus diperjuangkan saat ini adalah kesehjateraan.
"Hati-hati dengan provokator, kalau terjadi PHK tak akan tanggung jawab, lari," tuturnya.
Formula kenaikan upah
Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan, Adriani, menjelaskan formulasi penghitungan kenaikan upah telah melalui diskusi seluruh pemangku kepentingan.
"Semua pihak, boleh saja memiliki perhitungannya sendiri, namun disarankan agar mengikuti sesuai dengan aturan, mengingat aturan tersebut dibuat berdasarkan pertimbangan dan masukan dari semua stakeholder, sehingga diharapkan menjadi yang terbaik untuk semua pihak," kata dia.
Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Syukur Sarto, mengakui memang ada beberapa anggotanya meminta kenaikan 20 hingga 30 persen. Sebab, di beberapa daerah, saat ini upahnya masih di bawah kebutuhan hidup minimum (KHM).
Namun, sebenarnya yang diharapkan SPSI hanya 10 persen untuk di Jakarta dan sekitarnya. "Dari kami SPSI kami minta 10 persen, sudah lama kita minta itu," ujarnya.
Syukur menjelaskan dirinya sebenarnya setuju dengan PP no 78 dengan harapan, daerah yang jauh berada di KHM, besaran UMP dinaikkan terlebih dahulu.
Sementara Direktur APINDO Research Institute, Agung Pambudhi, mengakui saat ini ada 8 daerah yang masih di bawah KHL. Untuk daerah-daerah tersebut kenaikkannya diharapkan lebih dari 8,03 persen.
Menurut Agung, upah minimum seharusnya dilihat dari bagaimana daya dukung ekonomi dalam menanggungnya. Jika membicarakan berat atau tidak, upah minimum di Indonesia sudah melebihi daya dukung kemampuan ekonomi untuk menanggungnya, sehingga produk menjadi kurang kompetitif.
Agung juga mengingatkan dunia usaha sebenarnya akan dengan sendirinya menaikkan upah melebihi upah minimum, ketika kontribusi kemampuan berkompetisi di sebuah perusahan melebihi dari yang diharapkan.
"Bila perusahaan memiliki pertumbuhan dan kontribusi pekerjanya tinggi namun tidak menaikkan sesuai yang diharapkan, maka perusahaan tersebut berpotensial kehilangan karyawannya."
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement