Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian mengharapkan perluasan paket kebijakan ekonomi XVI dapat meningkatkan kepercayaan investor. Hal itu juga diharapkan dapat menambah pasokan dolar Amerika Serikat (AS) yang dibutuhkan saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menuturkan, selama ini banyak dana yang tidak kembali ke Indonesia. Pemerintah pun berupaya untuk menarik dana kembali ke Indonesia sehingga bantu perekonomian. Salah satunya dengan memperkuat pengendalian devisa dengan memberikan insentif perpajakan.
Pengendalian berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final pajak penghasilan atas deposito.
Advertisement
"Ada pertanyaan apakah kebijakan devisa hasil ekspor itu mengkontrol capital. Kita tidak tidak kontrol capital. Kita tidak urusi capital masuk. Kita urusi kalau hasil ekspor sumber daya alam, kita ingin uangnya masuk. Devisa masuk. Dalam valas dan deposito, kita berikan insentif lagi berupa pajak. Kita lebih senang tukar ke rupiah. Sekali tukar nanti ujungnya akan ke Bank Indonesia, tambah dolar AS. Kalau tidak ditukar tidak akan sampai ke sana, akan tetap di bank," ujar dia, seperti ditulis Sabtu (17/11/2018).
Baca Juga
Oleh karena itu, dia mengharapkan kebijakan itu dapat menambah pasokan dolar AS. Apalagi Indonesia sedang perlu modal terutama dari investor asing.
"Modal kita tidak cukup. Obligasi pemerintah yang terdaftar investor asing mencapai 39 persen. Sedangkan 60 hingga 65 persen investor asing di saham.Di Malaysia tidak lebih dari 12 persen. Konsep saving di Indonesia tidak bisa capai investasi yang diperlukan,” ujar dia.
Darmin menuturkan, konsep menabung masih rendah di Indonesia sehingga belum cukup untuk sebagai modal pembiayaan. Oleh karena itu, pemerintah mengundang investor asing. Ada sejumlah hal membuat konsep menabung masih rendah. Pertama, konsumsi masyarakat Indonesia agak tinggi sehingga sulit untuk menabung. "Kedua, ada uang di bawa lagi ke luar dan tidak dibawa masuk ke Indonesia,” kata dia.
Selain itu, Darmin menuturkan, masyarakat juga lebih senang membelanjakan uang untuk beli tanah sehingga sulit untuk mencairkan. “Harga tanah naik 50 kali lipat tapi uangnya mati. Jadi saving belum mampu tutupi investasi,” ujar Darmin.
Selain mengatur soal devisa hasil ekspor, dalam perluasan paket kebijakan ekonomi XVI, pemerintah memperluas fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday) untuk dorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir sehingga dorong pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah pun menyempurnakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan.
"Sebenarnya kita keluarkan tax holiday untuk undang investor. Kemudian melihat komoditas banyak bolongnya. Hasilkan banyak barang kalau ekonomi tumbuh, impornya banyak. Tax holiday ini adalah upaya identifikasi bolongnya itu. You investasi di sini dapat insentif agar hasilkan barang itu,” ujar Darmin.
Ia menuturkan, ada sejumlah sektor usaha yang didorong untuk dapat hasilkan produk di domestik sehingga kurangi impor. Pertama, kelompok besi dan baja. Kedua, kelompok petrokimia. Ketiga, sektor agribisnis.
Selain itu, untuk tingkatkan investasi dengan merelaksasi daftar negatif investasi. Pemerintah kembali merelaksasi daftar negatif investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan. Kebijakan ini membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi untuk masuk ke seluruh bidang usaha.
Darmin menuturkan, perluasan paket kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan kepercayaan kepada investor sehingga berinvestasi di Indonesia. Hasil paket kebijakan itu memang membutuhkan waktu tetapi didorong dapat terlihat dampaknya dalam jangka menengah hingga panjang.
"Kalau jangka pendek kita harapkan kebijakan yang dikoordinasikan dengan BI memberikan kepercayaan pemilik dana untuk cepat masuk. Ada nanti kita pelan-pelan, mungkin akan lebih pendek waktunya,” ujar dia.
Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, langkah pemerintah sudah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi merupakan hal positif. Akan tetapi, implementasi dan penerapannya perlu menjadi perhatian pemerintah dan Bank Indonesia.
"Ini perlu terus dipantau realisasi kebijakannya, bagaimana implementasinya. Sudah ada 16 paket kebijakan ekonomi tapi belum 100 persen,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com.
BI Bakal Rilis Aturan Rekening Khusus Devisa Hasil Ekspor
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan aturan baru wajib membawa devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri pada 1 Januari 2019. Aturan tersebut salah satunya merupakan implementasi dari penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya akan membuatkan rekening khusus bagi penyimpan devisa di dalam negeri dalam aturan baru itu. Selama penyimpanannya, bank sentral akan memberikan insentif berupa pemotongan pajak deposito.
"Mengenai kebijakan DHE tadi perlu ditegaskan, satu bahwa kebijakan yg ditempuh ini konsisten dengan uu lalulintas devisa, UU 24/99, mekanisme yang kita lakukan adalah kemudahan dalam memasukkan devisa dan menukarkan dalam rupiah dan pemberian insentif. Kemudahannya kami akan terbitkan PBI terkait rekening simpanan khusus (RSK)," ujar dia di Istana Negara, Jakarta, Jumat 16 November 2018.
Perry mengatakan, pemerintah mewajibkan devisa yang harus disimpan dalam negeri adalah devisa hasil ekspor Sumber Daya Alam (SDA).
Sebab, sektor tersebut paling sedikit menggunakan barang impor sehingga devisanya bisa utuh lebih lama disimpan di dalam negeri.
"Kebijakan yang dikeluarkan tadi adalah bagaimana mempermudah, memperjelas, sekaligus mempercepat DHE khususnya SDA agar tidak hanya masuk ke perbankan dalam negeri, tapi juga dikonversikan ke rupiah dengan sistem insentif," tutur dia.
"Pemerintah fokus ke SDA karena SDA itu memang kebutuhan impornya tidak besar, kan hasil yang diekspor tidak membutuhkan impor yang besar, sehingga DHE-nya itu agar bagaimana bisa dimasukkan ke dalam perbankan dalam negeri dan dikonversikan ke rupiah," sambungnya.
Perry menambahkan, insentif yang akan diberikan kepada eksportir pemilik devisa berupa pemotongan pajak deposito. Ini juga diatur dan dibedakan antara devisa yang disimpan dalam bentuk dolar dan rupiah.
"Kalau dikonversikan ke rupiah, disimpanannya 1 bulan jadi pajaknya 7,5 persen, 3 bulan jadi 5 persen, 6 bulan tidak dikenakan pajak. Jadi ini insentif bila dikonversikan ke rupiah. Tapi kalau simpanannya masih valas, ya pajaknya 1 bulan 10 persen, 3 bulan 7,5 persen, 6 bulan 2,5 persen, kalau lebih dari 6 bulan baru pajaknya 0 persen," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement