KCIC Cairkan Dana Pinjaman USD 810 Juta untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Pada Desember 2018, PT Kereta Cepat Indonesia China akan kembali mendapatkan pencairan pinjaman keempat sekitar USD 364 juta.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 29 Nov 2018, 14:20 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 14:20 WIB
(Foto:Liputan6.com/Maulandy Rizki)
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Foto:Liputan6.com/Maulandy Rizki)

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyatakan, dana pinjaman ketiga pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang diperoleh pada April, Agustus dan Oktober 2018 dari China Development Bank (CDB) sebesar USD 810,4 juta atau sekitar Rp 11,62 triliun (asumsi kurs Rp 14.354 per dolar AS) sudah berhasil dicairkan.

"Untuk dana USD 810 juta yang sampai Oktober sudah cair," ujar Direktur Utama PT KCIC Chandra Dwiputra, dalam peninjauan proyek KCJB Tunel I Km 3+600, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Pada Desember 2018, KCIC akan kembali mendapatkan pencairan pinjaman keempat sekitar USD 364 juta. Menanggapi hal ini, Chandra mengatakan, pihaknya tengah menghitung besaran pinjaman sesuai dengan kebutuhan proyek.

"Desember sedang kita hitung dulu sesuai progres pekerjaan saja, kita kebutuhannya berapa. Enggak mau kena bunga banyak-banyak," sebutnya.

Sementara itu, Komisaris Utama PT KCIC Sahala Lumban Gaol menyatakan, pihaknya telah membayar proses pembebasan lahan yang sebesar 82 persen atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km.

Sedangkan untuk sisanya, ia menambahkan, dana pembayaran pembebasan lahan masih dilakukan penitipan kepada pengadilan atau konsinyasi.

"Yang sudah dibayar 82 persen, sebagiannya masih konsinyasi. Sesuai UU Nomor 2 2012, kalau masyarakat itu tidak setuju dengan nilai yang ditentukan KJPP, mereka bisa masuk ke pengadilan minta perbaikan," tutur dia.

 

Pembebasan Lahan 80 Persen, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dikebut

20160909-118 BUMN dan BUMD Ikuti Pameran BUMN di JCC-Jakarta
Model berdiri di samping kereta cepat Jakarta-Bandung saat Indonesia Bussiness and Development Expo 2016 di, Jakarta, Kamis (8/9). PT Kereta Cepat Indonesia-Cina menargetkan pembangunan beroperasi pada 2019. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Menjelang pergantian tahun menuju 2019, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menunjukkan tren yang semakin positif.

Hal ini ditandai dengan telah selesainya akuisisi lahan 113 km atau 80 persen dari total jalur KCJB sepanjang 142,3 km yang menghubungkan empat stasiun, yaitu: Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar Bandung.

Selebihnya, sisa lahan sepanjang 29,3 km akan segera dibebaskan dan dioptimalkan bagi fasilitas umum dan sosial. Sejalan dengan itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang tergabung dalam HSRCC (High Speed Railway Contractors Consortium) atau Konsorsium Kontraktor Pembangunan KCJB juga telah menerima mandatori pekerjaan awal konstruksi dari PT KCIC selaku pemilik proyek untuk lahan sepanjang 83,3 km dari lahan yang sudah diakusisi.

Direktur Utama WIKA, Tumiyana mengatakan bahwa kurang dari satu semester sejak bergulirnya drawdown (pencairan) awal dar CDB pada April lalu, percepatan pekerjaan konstruksi KCJB terus menunjukkan grafik yang meningkat.″Hingga pekan ketiga Oktober ini, WIKA yang tergabung dalam HSRCC telah menggarap tidak kurang dari 74 persen lahan yang selesai diakuisisi,″ ujar Direktur Utama WIKA Tumiyana dalam keterangannya, Kamis 25 Oktober 2018.

Lebih lanjut, Tumiyana menjelaskan bahwa dari tanah yang sudah diserahterimakan tersebut, HSRCC telah memetakan 216 titik lokasi pekerjaan konstruksi, dimana 34 diantaranya telah dimulai konstruksi.

Konstruksi paling utama sudah dimulai pada titik-titik kritis (total 22 titik kritis), antara lain; struktur, tunnel, jembatan, dan subgrade.

″Prioritas pertama, kami fokuskan kepada titik-titik kritis karena disinilah sejatinya lokasi pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi itu harus diselesaikan dengan kalkulasi terukur dan prudent,″ jelas dia.

Titik kritis dimaknai sebagai lokasi dimana jalur yang akan dilintasi oleh KCJB yang nantinya bersinggungan dengan fasilitas atau penunjang infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Oleh karenanya, dibutuhkan relokasi atau penyesuaian-penyesuaian pada fasilitas atau penunjang infrastruktur tersebut tanpa mengurangi fungsi dan esensi yang melekat.

Hal itu menjadi prioritas, mengingat karateristik KCJB dengan lajunya yang sangat cepat, memang membutuhkan perlintasan sebidang sebagai mitigasi keselamatan (safety).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya