Pembebasan Lahan 80 Persen, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dikebut

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menunjukkan tren yang semakin positif.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 25 Okt 2018, 19:01 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2018, 19:01 WIB
IBD Expo dan Banking Expo 2017
Pengunjung melihat miniatur kereta cepat di pameran Indonesia Business and Development Expo (IBD Expo) di Jakarta, Rabu (20/9). Pameran IBD Expo berlangsung dari 20-23 September 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pergantian tahun menuju 2019, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menunjukkan tren yang semakin positif.

Hal ini ditandai dengan telah selesainya akuisisi lahan 113 km atau 80 persen dari total jalur KCJB sepanjang 142,3 km yang menghubungkan empat stasiun, yaitu: Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar Bandung.

Selebihnya, sisa lahan sepanjang 29,3 km akan segera dibebaskan dan dioptimalkan bagi fasilitas umum dan sosial.

Sejalan dengan itu, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang tergabung dalam HSRCC (High Speed Railway Contractors Consortium) atau Konsorsium Kontraktor Pembangunan KCJB juga telah menerima mandatori pekerjaan awal konstruksi dari PT KCIC selaku pemilik proyek untuk lahan sepanjang 83,3 km dari lahan yang sudah diakusisi.

Direktur Utama WIKA, Tumiyana mengatakan bahwa kurang dari satu semester sejak bergulirnya drawdown (pencairan) awal dar CDB pada April lalu, percepatan pekerjaan konstruksi KCJB terus menunjukkan grafik yang meningkat.

″Hingga pekan ketiga Oktober ini, WIKA yang tergabung dalam HSRCC telah menggarap tidak kurang dari 74 persen lahan yang selesai diakuisisi,″ ujar Direktur Utama WIKA Tumiyana dalam keterangannya, Kamis (25/10/2018).

Lebih lanjut, Tumiyana menjelaskan bahwa dari tanah yang sudah diserahterimakan tersebut, HSRCC telah memetakan 216 titik lokasi pekerjaan konstruksi, dimana 34 diantaranya telah dimulai konstruksi.

Konstruksi paling utama sudah dimulai pada titik-titik kritis (total 22 titik kritis), antara lain; struktur, tunnel, jembatan, dan subgrade.

″Prioritas pertama, kami fokuskan kepada titik-titik kritis karena disinilah sejatinya lokasi pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi itu harus diselesaikan dengan kalkulasi terukur dan prudent,″ jelas dia.

Titik kritis dimaknai sebagai lokasi dimana jalur yang akan dilintasi oleh KCJB yang nantinya bersinggungan dengan fasilitas atau penunjang infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Oleh karenanya, dibutuhkan relokasi atau penyesuaian-penyesuaian pada fasilitas atau penunjang infrastruktur tersebut tanpa mengurangi fungsi dan esensi yang melekat.

Hal itu menjadi prioritas, mengingat karateristik KCJB dengan lajunya yang sangat cepat, memang membutuhkan perlintasan sebidang sebagai mitigasi keselamatan (safety).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Belum Bisa Dimulai 2019

Melihat Pameran Alat Transportasi di JIExpo Kemayoran
Model berpose di sisi miniatur kereta cepat saat pameran INAPA 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/3). Pameran ini berlangsung di Hall B1 JIExpo Kemayoran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya belum menunjukkan kemajuan berarti. Sampai saat ini masih belum ada kata sepakat antara pihak pemerintah Indonesia dengan Jepang.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri menyebutkan, saat ini proyek tersebut masih berkutat pada proses Pra-Studi Kelayakan. Namun proses yang dilakukan pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) tersebut disebut sudah memasuki tahap akhir.

Dia mengungkapkan, saat ini Kemenhub tengah berupaya agar biaya proyek tersebut berada di kisaran Rp 60 triliun.

"Itu kan draft, masih draft, masih kasar. Memang kami minta Rp 60 triliun. Nah sekarang kita detailkan lagi," kata Dirjen Zulfikri saat ditemui di kawasan Jakarta Kota, Senin (22/10/2018).

Zulfikri optimistis biaya proyek bisa berada di bawah prediksi awal yaitu Rp 60 triliun. "Pak menteri (Budi Karya Sumadi) minta itu biaya paling efisien, paling bisa murah," ujarnya. 

Tim ahli dari pihak Jepang akan datang dan melakukan studi untuk menentukan metodologi teknik pembangunan. Proses tersebut disebut bisa memakan waktu hingga satu tahun ke depan sehingga proyek kereta cepat belum bisa dimulai pada tahun 2019.

"Oh belum, belum (bisa dimulai tahun 2019)," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, masih banyak hal yang perlu didetailkan lagi antar kedua belah pihak. Saat ini ada tiga hal utama yang menjadi pokok bahasan dalam Pra-Studi Kelayakan proyek tersebut.

Yang pertama adalah biaya paling murah atau efisien, yang kedua penggunaa lokal konten maksimal, dan ketiga bisa melibatkan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

"TKDN tuh lokal kontennya tinggi, bicara lagi komponen-komponen yang bisa di KPBU kan tuh yang mana? ya gitu-gitu ini yang nanti didetailkan di sini," jelasnya.

Dia menjelaskan proyek kereta cepat tersebut berjalan alot sebab merupakan proyek besar yang tidak sederhana.

"Ya kita kan ini kan bukan pekerjaan yang simpel gitu, ini kan suatu investasi yang demikian besar ya kan," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya