Liputan6.com, Jakarta Keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai target penerimaan negara yang dipatok dalam APBN 2018 menuai apresiasi. Dari target penerimaan negara sebesar Rp 1.894,7 triliun dalam APBN 2018, realisasinya menembus Rp 1.896,6 triliun atau 100,1 persen.
Ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun yang membidangi keuangan. Dia menilai sejak Jokowi mengawali pemerintahannya pada 2014 sudah bertekad mewujudkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi, termasuk dengan menggenjot penerimaan negara. Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, penerimaan negara meliputi sektor pajak, cukai, kepabeanan dan hibah.
Advertisement
Baca Juga
“Jadi jika sekarang penerimaan negara melebihi 100 persen dari yang dipatok dalam APBN 2018, itu adalah buah dari upaya Pak Jokowi membangun kemandirian dan kedaulatan ekonomi. Ini adalah prestasi yang sangat membanggakan di sektor penerimaan negara,” ujar dia, Rabu (2/1/2019).
Mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak itu mengungkapkan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai penerimaan negara, antara lain dengan menuntaskan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty.
Pemerintah, juga mereformasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio. Selain itu, pemerintah bersama DPR juga merevisi Undang-undang (UU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Presiden Jokowi di awal pemerintahannya merencanakan dua program besar untuk meningkatkan penerimaan negara. Yaitu program tax amnesty untuk melakukan reformasi di sektor pajak dalam rangka menaikkan tax ratio dan merombak UU Penerimaan Negara Bukan Pajak,” tutur Misbakhun.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin (TKN Jokowi - Ma’ruf) itu menegaskan, program tax amnesty terbukti sukses. Program yang berakhir pada 31 Maret 2017 tersebut mencatat deklarasi harta para wajib pajak dengan total Rp 4.855 triliun.
Merujuk Surat Pernyataan Harta (SPH) yang dideklarasikan para wajib pajak, ada Rp 3.676 triliun di dalam negeri dan Rp 1.031 triliun di luar negeri yang dilaporkan ke pemerintah. Sedangkan hasil penarikan dana dari luar negeri (repatriasi) mencapai Rp 147 triliun.
“Tax amnesty di Indonesia berjalan sangat sukses, bahkan menjadi salah satu cerita keberhasilan program pengampunan pajak di dunia. Tax base (basis pajak) Indonesia juga mengalami perbaikan,” tutur Misbakhun.
Namun dia tetap mendorong pemerintah melakukan reformasi pajak berkelanjutan melalui perubahan tarif yang lebih kompetitif di kawasan regional. Dengan demikian Indonesia makin menarik bagi investor sehingga penanaman modal asing (PMA) terus mengalir.
Misbakhun juga mengingatkan pemerintah agar dalam melakukan reformasi perpajakan memperhatikan ekonomi digital. “Digitalisasi ekonomi menggeser ekonomi konvensional, sehingga aturan pajak bisa lebih ter-update,” ulasnya.
Terkait PNBP, kata Misbakhun, UU yang baru hasil revisi memungkinkan peningkatan penerimaan negara dari pajak sumber daya alam, pelayanan publik dan pengelolaan kekayaan.
“Sehingga sumber daya alam Indonesia bisa digunakan sepenuhnya untuk pembiayaan pembangunan nasional dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Sri Mulyani Apresiasi Penerimaan Negara Capai 100 Persen
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengapresiasi pencapaian Kementerian Keuangan dengan penerimaan negara mencapai 100 persen atau sebesar Rp 1.894,7 triliun.
"Pada tahun ini untuk pertama kalinya Kementerian Keuangan tidak mengundang-undangkan APBN Perubahan dan tahun 2018 ditutup dengan penerimaan negara sebesar 100 persen, belanja negara mencapai 97 persen dan defisit atau primary balance di bawah 2 persen sejak 2012," ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Senin (31/12/2018).
Baca Juga
Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara dipatok Rp 1.894,7 triliun dan belanja negara Rp 2.220,7 triliun. Sedangkan defisit anggaran terhadap produk domestik bruto (PDB) 2,19 persen.
Adapun belanja negara itu antara lain untuk belanja pemerintah pusat Rp 1.454,5 triliun yang digunakan untuk belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 847,4 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 607,1 triliun. Sedangkan transfer ke daerah dan dana desa Rp 766,2 triliun.
Seperti diketahui, sebagai salah satu upaya konsolidasi dan koordinasi pelaksanaan anggaran pada akhir tahun, Sri Mulyani melakukan video conference dengan seluruh pejabat eselon I dan II di seluruh Indonesia.
Kegiatan rutin tahunan ini dipusatkan di Aula Djuanda Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dengan mengikutsertakan seluruh pejabat Eselon I dan II Kantor Pusat dan instansi vertikal Kemenkeu yang berlokasi di DKI Jakarta. Sementara, pejabat eselon II instansi vertikal Kemenkeu di seluruh Indonesia mengikuti dari 34 kota, dari Aceh hingga Papua.
Video conference diisi dengan penyampaian laporan pelaksanaan tugas sepanjang tahun 2018 pada instansi vertikal Kemenkeu di seluruh Indonesia. Laporan tersebut mencakup pencapaian program strategis di bidang penerimaan, pengeluaran, dan capaian program strategis nasional di setiap regional instansi vertikal Kemenkeu.
Penyampaian laporan dibagi dalam enam regional sebagai berikut:
Regional I (Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Papua dan Maluku;
Regional II (seluruh Provinsi di wilayah Sulawesi), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Bagian Utara;
Regional III (seluruh Provinsi di wilayah Kalimantan), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kalimantan Barat;
Regional IV (Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali;
Regional V (seluruh provinsi di wilayah Jawa), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat;
Regional VI (seluruh provinsi di wilayah Sumatera), penyampaian laporan diwakili oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Aceh.
Advertisement