Strategi Wijaya Karya Hadapi Era Disrupsi

PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mendapatkan penghargaan living legend company:leading in pre-cast concrete industry.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Jan 2019, 17:54 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2019, 17:54 WIB
(Foto: Dok PT Wijaya Karya Tbk)
Wijaya Karya raih penghargaan Living Legend Company (Foto: Dok PT Wijaya Karya Tbk)

Liputan6.com, Jakarta - PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mendapatkan penghargaan living legend company:leading in pre-cast concrete industry pada Jumat 18 Januari 2019.

Penghargaan diberikan oleh Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar kepada Direktur Operasi III Perseroan, Destiawan Soewardjono.

Dalam sambutan pembukanya, Arcandra mengapresiasi perseroan dan perusahaan lain yang memenangkan penghargaan living legend companies untuk kategori berbeda seraya menekankan pesan betapa pentingnya terus beradaptasi dan berinovasi agar keberadaan PT Wijaya Karya Tbk tidak tergerus oleh zaman untuk kemudian punah atau disrupsi.

"Perusahaan legendaris merupakan keinginan setiap perusahaan. Namun, untuk sampai pada titik ini bagi sebuah perusahaan tidaklah semudah membalik telapak tangan. Diperlukan berbagai upaya, komitmen, kerja keras, dan sinergi yang baik di internal perusahaan," terang Arcandra, seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (23/1/2019). 

Fenomena disrupsi lanjut Arcandra, sejatinya telah terjadi sejak zaman dinosaurus dulu. Hewan ini pada diagram rantai makanan berada pada posisi tertinggi. Tubuhnya terbesar, tenaganya terkuat, dan daya jelajahnya terluas.

Namun, perjalanan kemudian membuktikan hewan ini kemudian secara berangsur-angsur berkurang jumlahnya dan punah tidak berbekas karena tidak mampu beradaptasi pasca jatuhnya asteroid. 

Pelajaran yang bisa dipetik dari itu semua lanjut Arcandra adalah perusahaan yang telah menjalankan usahanya lebih dari 50 tahun secara tidak langsung telah membuktikan mampu bertahan dari gejolak ekonomi dan persaingan usaha serta berpotensi dalam pengembangan bisnis demi menjaga eksistensi perusahaan di masa yang akan datang.

 

Proses Adaptasi hingga Inovasi

Logo PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).
Logo PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Destiawan Soewardjono menuturkan,perseroan tidak lepas dari proses adaptasi, inovasi, dan koneksi yang dilakukan Perseroan dalam menjalankan aktivitasnya sejak 1960 silam.

PT Wijaya Karya Tbk telah jauh berubah, dari awal mula yang hanya merupakan perusahaan instalatur listrik dan pipa air, kini telah bertransformasi menjadi perusahaan EPC dan investasi yang terintegrasi. Perjalanan waktu membuktikan perseroan selalu berani mencoba sesuatu yang baru dengan perhitungan terukur.

"Ketika perusahaan lain belum terpikir untuk bergerak pada bidang manufaktur beton pra cetak, WIKA sudah mendirikan sejumlah pabrik beton di berbagai wilayah Indonesia. Ketika kontraktor lain masih meraba-raba EPC (Engineering, Procurement, Construction), WIKA justru telah masuk lebih dalam bisnis ini," ujar dia.

Dalam rekam jejaknya kemudian, PT Wijaya Karya Tbk terus memberanikan diri memasuki wilayah-wilayah baru dan kini telah jauh melangkah ke bidang investasi pada saat kontraktor lain belum dalam melirik ini.

Bahkan, PT Wijaya Karya Tbk pula yang terlebih dahulu merambah pasar luar negeri terlebih dahulu ketimbang perusahaan kontraktor lain.

Bagaimana PT Wijaya Karya Tbk berkembang sedemikian rupa? Hal tersebut bisa  bisa terjadi karena perseroan berani berubah atau transformasi dari sisi visi, portofolio bisnis,  wilayah pasar, segmen pasar  dan pengelolaan human capital.

 "Artinya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya (corporate adaptability) dan tidak stagnan. WIKA harus progresif bertransformasi agar tidak disruptif atau punah," tutur dia.

Dalam era disrupsi menjadi tantangan, mutlak bagi suatu perusahaan, termasuk WIKA untuk beradaptasi, inovasi, dan koneksi.

Adaptasi adalah bagaimana PT Wijaya Karya Tbk kemudian dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman melalui serangkaian program kerja dan strategi.

Inovasi merujuk kepada perealisasian setiap ide ataupun gagasan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Keberadaannya dapat mendukung produktivitas kinerja. 

"Sedangkan relasi adalah bagaimana kemudian sebuah perusahaan dapat mejaga hubungan baik dengan para pemangku kepentingan guna memastikan distribusi barang dan jasa serta timbal balik yang diberikan oleh mereka, termasuk owner untuk menjaga keberlangsungan perusahaan," tambah dia.

Jadi Pionir Precast

eton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja.

Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. 

Perkembangan industri beton mulai serius digarap oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang kemudian menjadi induk bagi PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) pada akhir dekade 1970-an melalui peluncuran produk pertamanya yaitu tiang listrik beton pra tegang berpenampang “H” untuk keperluan Perusahaan Listrik Negara.

Tidak hanya berfokus pada pengembangan ragam produk beton semata. Manajemen WIKA yang pada 1980-an masih menaungi WTON tergelitik untuk membangun manufaktur beton sendiri dan tersebar strategis di wilayah Nusantara yang membujur luas dari timur hingga barat.

Adalah inisiatif salah satu direksi kala itu, Suklan Sumintapura yang menggagas pembangunan pabrik-pabrik beton itu nyaris dalam waktu yang relatif berdekatan. Suklan demikian ia biasa disapa, terbilang progresif dalam hal inovasi.

Ia rajin mengeksplorasi ilmu konstruksi sipil dari belahan dunia manapun demi mendongkrak tumbuh kembang PT Wijaya Karya Tbk kala itu.

Sepulang dari tugas belajar di Negeri Paman Sam, ide brilian yang langsung terbersit di benaknya adalah bagaimana membangun pabrik beton pra cetak untuk menangkap peluang pembangunan infrastruktur yang mulai marak saat itu. 

Inisiatif yang digagas Suklan terbilang brilian pada masanya. Keberaniannya untuk masuk pada ceruk bisnis beton kala itu, tak ubahnya menantang badai di tengah suara sumbang lingkungan yang belum sepenuhnya bisa menerima hal-hal baru.  Tes case pertama diujikan pada pembangunan pabrik tiang beton di Kawasan Cileungsi Bogor.

Dengan keterbatasan dana yang ada, Suklan yang di-support oleh Warkita, Manajer Divisi Produk dan Beton WIKA pada dekade 1980-an berhasil membangun pabrik dan menyiapkan equipment penunjang produksi beton melalui reproduksi moulding (alat cetak) mandiri bekerja sama dengan masyarakat di Jawa Timur. 

Perintisan itu di kemudian hari banyak diapresiasi karena WIKA mendapatkan dua keuntungan, yaitu: mendapatkan moulding dengan harga jauh lebih murah dan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan untuk membuat ala sendiri. 

Bergeser ke arah timur, pembangunan manufaktur pabrik beton kemudian berlanjut di Pasuruan.

Kabupaten di selatan Surabaya ini memang dikenal sebagai kota industri. Lokasi yang strategis di antara dua sumbu kota utama; Surabaya dan Malang, menjadikan Pasuruan prospektif untuk pengembangan industri beton. Tidak berselang lama setelah pabrik Pasuruan selesai dibangun dengan segala cibiran sana-sini, pembangunan pabrik beton baru kembali berlanjut.

Kali ini, lokasi ekspansi itu berada di Mojosongo, Boyolali.  Kembali, cibiran dan gunjingan pesimistis menerpa Suklan. Namun, Suklan tidak ambil pusing. Ia tetap percaya diri jalan terus ke depan, " Saya sudah dapat persetujuan dari Sudarto, Direktur Utama WIKA 1980-an” ujar Suklan sebagaimana dikutip dari buku “Myelin: Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan.” 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya