Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pencapaian proyek kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) sampai Desember 2018 baru 8 persen atau mencapai 2.899 MW. Padahal, program ini sudah berjalan sejak Mei 2015.
Lalu, mengapa proyek kelistrikan tersebut baru terealisasi 8 persen setelah hampir‎ empat tahun berjalan?
Direktur Pengadaan Strategis PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso mengatakan, pembangunan pembangkit listrik yang masuk dalam program kelistrikan 35 ribu MW tersebut sudah sesuai dengan peta jalan yang ada.
Advertisement
‎"Itu sudah sesuai cuma memang ada beberapa yang dipercepat,‎" kata Iwan, di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Baca Juga
Menurut Iwan, pembangunan pembangkit tidak semudah membalikkan tangan. Untuk bisa merealisasikan hal tersebut membutuhkan waktu lama.Â
Ia pun mencontohkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) seharusnya membutuhkan waktu 4 tahun.‎ Sedangkan dalam program 35 ribu MW, beberapa proyek pembangunan PLTU justru dipercepat.
"‎Untuk membangun pembangkit itu lama, PLTU saja butuh empat tahun. Kita bicara 2015 akhir tahun kontrak," tuturnya.
Menurut Iwan, untuk seluruh pembangkit program 35 ribu MW diperkirakan bisa beroperasi pada 2022. ‎
"Memang tidak harus selesai semua, tapi yang selesai berdasarkan jenis pembangkit. Goal bukan hanya angka (kapasitas pembangkit), tapi reserve margin cukup," tandasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Realisasi
Untuk diketahui, perkembangan pembangunan pembangkit 35 ribu MW adalah 8 persen yang beroperasi atau 2.899 MW. ‎Untuk pembangkit yang masih dalam tahap konstruksi sudah mencapai18.207 MW atau sekitar 52 persen.
Sedangkan yang sudah masuk tahap penandatanganan jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) sebesar 11.467 MW atau sekitar 32 persen. Sementara itu sekitar 1.683 MW atau 5 persen dalam tahap pengadaan dan sekitar 3 persen atau 954 MW dalam tahap perencanaan.
Advertisement