Seluruh Pembangkit di Proyek 35 Ribu MW Beroperasi 2024

Proyek pembangkit 35 ribu MW mengalami kendala karena perlu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Jan 2019, 15:15 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2019, 15:15 WIB
20160330- Progres Pembangun PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso-Sulut-Faizal fanani
Tiang pemancang terpasang di pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Program kelistrikan 35 ribu megawatt (MW) telah berjalan hampir 3 tahun. Sampai akhir 2018, total daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit yang masuk dalam program tersebut mencapai sebesar 2.899 MW atau baru 8 persen.

Direktur Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, dalam proses pembangunan pembangkit bagian program 35 ribu MW, ada yang pembangunannya ditunda dan ada yang dipercepat untuk menyesuaikan kebutuhan wilayah setempat.

"Seperti biasa, commercial operation date (COD)-nya saja ditahan, ada yang dipercepat," kata Andy, di Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Andy memastikan, meski ada pembangkit yang pengoperasiannya ditunda, tetapi seluruh pembangkit listrik yang masuk dalam program kelistrikan 35 ribu MW akan beroperasi pada 2024.

"Tetapi tetap 2024 itu program 35 ribu MW itu selesai, itu selesai COD 2024 yang pasti ada penambahan-penambahan lagi," tuturnya.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengungkapkan, akibat realisasi perumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen, tidak sejalan dengan perkiraan 7 persen, maka waktu pengoperasian pembangkit disesuaikan. Namun, pembangunan pembangkit masih terus berjalan.

"Kan karena pertumbuhan ekonominya. Jadi ada penyesuaian, tapi pembangunannya berjalan terus," jelas Agung.

‎Untuk diketahui perkembangan pembangunan pembangkit 35 ribu MW adalah 8 persen yang beroperasi atau 2.899 MW. ‎Untuk pembangkit yang masih dalam tahap konstruksi sudah mencapai 18.207 MW atau sekitar 52 persen.

Sedangkan yang sudah masuk tahap penandatanganan jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) sebesar 11.467 MW atau sekitar 32 persen. Sementara itu, sekitar 1.683 MW atau 5 persen dalam tahap pengadaan dan sekitar 3 persen atau 954 MW dalam tahap perencanaan.

Pemerintah Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di 13 Kota

Gunung Sampah TPA Cipayung Depok Capai 20 Meter
Penampakan gunung sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Depok, Jawa Barat, Jumat (28/12). Kondisi TPA tersebut melebihi kapasitas. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Inisiatif sejumlah pemerintah daerah (Pemda) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), dinilai merupakan langkah jitu sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah sampah, terutama sampah plastik. Inisiatif tersebut sekaligus mendukung program kelistrikan nasional.

Sejumlah Pemda yang sudah berkomitmen membangun listrik berbahan baku sampah tersebut, diantaranya adalah Kota Semarang, Denpasar, Tangerang, Tangerang Selatan, dan sejumlah kota besar lainnya.

Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementrian ESDM Andriah Feby Misna menyatakan, hasil survei yang dilakukan pemerintah, terdapat sekitar 15 kota yang memiliki sampah dengan jumlah besar, diantaranya DKI Jakarta dengan potensi sampah yang mencapai 7.000 ton per hari. Kemudian disusul Surabaya, Bandung dan Bekasi.

Diperkirakan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut mampu menghasilkan potensi energi listrik sekitar 2.000 MW. Pemerintah sendiri menargetkan pembangunan PLTSa di 13 kota, yakni DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, Manado dan Bali.

"Kita menyadari sampah mempunyai potensi energi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi listrik, tetapi juga tidak tertutup peluang untuk bisa kita manfaatkan menjadi biofuel," ujar Andriah di Jakarta, Selasa (15/1/2019).

‎Progres paling cepat adalah yang dilakukan Pemkot Semarang, yang menargetkan PLTSa Jatibarang dapat beroperasi pada April tahun ini. PLTSa tersebut direncanakan akan memproduksi arus listrik sebesar 1,3 megawatt, dengan menggunakan teknologi insinerator dan landfill gas (LFG), yang saling terintegrasi.

"Teknologi insinerator bisa mengurangi sampah secara signifikan karena mampu mereduksi hingga 90 persen. Jadi, nantinya hanya akan tersisa residu sampah 10 persen," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Muthohar.

Begitupula halnya dengan Pemkot Tangerang Selatan dan Pemkab Tangerang, keduanya mempercepat proses pembangunan PLTSa di masing-masing wilayah. Pemkot Tangsel saat ini tengah melakukan proses seleksi terhadap 12 perusahaan yang akan membangun PLTSa di Cipeucang, Tangsel. Sebagian besar perusahaan tersebut berasal dari luar negeri.

Diharapkan, proses seleksi tersebut bisa segera selesai dan pembangunan serta operasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah tersebut bisa berproduksi pada 2021. Sementara, Pemkot Tangerang tengah melakukan studi kelayakan terutama biaya pengelolaan sampah alias tipping fee yang akan ditawarkan ke investor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya