Infrastruktur RI Masih Jauh Tertinggal dari Negara Tetangga

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini investasi di sektor pembangunan infrastruktur Indonesia hanya 5 persen terhadap Produk Domesttik Bruto (PDB).

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2019, 18:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 18:30 WIB
Ditinggal Mudik Pekerja, Pembangunan Infrastruktur Dihentikan Sementara
Suasana sepi terlihat di proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek lintas pelayanan dua rute Cawang-Dukuh Atas di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (18/6). Seluruh proyek infrastruktur masih ditinggal mudik para pekerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Studi BUMN (PSB) menilai pembangunan infrastruktur di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga. Meski saat ini pemerintah tengah mengebut pembangunan infrastruktur di semua sektor.

Ketua Pusat Studi BUMN (PSB), Tjipta Purwita menyebutkan infrastruktur sangat penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Jika infrastruktur memadai otomatis angka pertumbuhan ekonomi di negara tersebut akan berada pada level yang kuat.

"Kita bertahun-tahun merasakan betapa pentingnya infrastruktur dan dianggap masih lambat dalam infrastruktur dan pertumbuhan ekonominya. Kalau kita bisa bangun infrastruktur secara masif saya pikir pertumbuhan ekonomi kitaa akan besar dan kuat," kata dia dalam seminar bertajuk "Kebangkitan BUMN dalam Pembangunan lnfrastruktur Berkelanjutan", di Jakarta, Kamis (7/2/2019).

Dia mengungkapkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini investasi di sektor pembangunan infrastruktur Indonesia hanya 5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Sebelum krismon investasi infrastruktur pernah 7 persen dari PDB. 5 tahun terakhir 5 persen dari PDB. Dibanding Thailand, Vietnam 7 persen dari PDB dan China 10 persen dari PDB. Jadi kita masih tertinggal sedikit," ujarnya.

Infrastruktur memegang peranan penting dalam hal menghubungkan antar daerah untuk mewujudkan konektivitas nasional. Terutama untuk negara sebesar Indonesia yang juga memiliki kondisi geografis yang beragam.

Namun, ada kendala yang lebih penting saat Indonesia ingin mengejar ketertinggalan infrastruktur tersebut. Yaitu mengenai masalah pembiayaan infrastruktur. Sebab pada kenyataannya APBN tidak mencukupi sehingga pembangunan infrastruktur di Indonesai tidak dapat mengandalkan dompet negara.

"Pembiayaan infrastruktur memang terdapat financing gap, untuk biaya infrastruktur karena APBN hanya mampu biayai 42 persen, sisanya harus ditopang non APBN atau sumber pendanaan lain yang kreatif," ujarnya.

Pembiayaan non APBN misalnya mendorong peran serta badan usaha swasta (BUMS) untuk bekerjasama dengan BUMN dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI), Kerjasama Pemerintah Badan Usaha {KPBU}, dan lain-lain skema kerjsama. Pemerintah tetap mengurangkan ketergantungan terhadap alokasina APBN, sehingga membuka peluang skema private investementfund kepada investor swasta, baik lokal maupun mancanegara.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Ditinggal Mudik Pekerja, Pembangunan Infrastruktur Dihentikan Sementara
Suasana sepi terlihat di proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek lintas pelayanan dua rute Cawang-Dukuh Atas di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (18/6). Seluruh proyek infrastruktur masih ditinggal mudik para pekerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan serupa, Senior Vice Presiden Coorporation Banking Bank Mandiri Yusak Silalahi mengatakan salah satu tujuan utama dibangunnya infrastruktur adalah untuk menurunkan biaya logistik, efisiensi dan meningkatkan daya saing.

"Kami juga melihat itu, karenanya perbankan dukung itu. Karena kebutuhan Indonesia untuk investasi sangat besar sampai Tahun 2030 (butuh) sampai USD 1.200 miliar," ujarnya.

Dia menyebutkan, BUMN sesuai bidangnya, siap mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia. "Kita sebagai perusahan BUMN Perbankan kita ikut support dukung proyek-proyek ini. Banking loan project infrastruktur juga tumbuh signifikan dari Rp 121 triliun di 2010 menjadi Rp 544 triliun di 2019," ujarnya.

Berdasarkan data Bank Mandiri, penyaluran kredit di sektor infrastuktur mengalami kenaikan pembiayaan (baki debet) yang signifikan sebesar 29,3 persen secara yoy menjadi Rp 182,3 triliun, atau 63,9 persen dari total komitmen Rp 285,4 triliun yang telah diberikan.

Dari realisasi itu, penyaluran sektor transportasi tercatat sebesar Rp 39,5 triliun, migas dan energi terbarukan Rp 36,6 triliun, tenaga listrik Rp 34,0 triliun, konstruksi Rp 20,9 triliun, jalan Rp 15,9 triliun, telematika Rp 14,7 triliun, perumahan rakyat dan fasilitas kota Rp 10,0 triliun, dan infrastruktur lainnya sebesar Rp 10,8 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya