Kemenkeu Luruskan Salah Kaprah tentang Anggaran Bocor

Kemenkeu memberi penjelasan tentang anggaran bocor dan segala simpang siur seputar hal itu.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 11 Feb 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2019, 15:45 WIB
Capres Prabowo Sapa Pendukungnya di Jalan Imam Bonjol
Calon Presiden Prabowo Subianto menyapa pendukungnya di sepanjang jalan Imam Bonjol usai pengambilan nomor urut di Gedung KPU Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan Prabowo-Sandi mendapat nomor urut 2. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Kubu Prabowo Subianto kembali meramaikan politik Indonesia lewat istilah bocor miliknya. Kementerian Keuangan pun mencoba meluruskan pemahaman mengenai kebocoran anggaran.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nurfransa Wira Sakti menuturkan, salah kaprah perihal anggaran bocor dan tax ratio seperti yang dikatakan kubu Prabowo. Ia menilai, tax ratio tidak pas sebagai tolok ukur kebocoran anggaran.

Lantaran, tax ratio sering mengalami penyesuaian sesuai kondisi ekonomi. Jika ekonomi lesu, maka pemerintah memberikan stimulus berupa penurunan tarif pajak atau insentif pengecualian pajak seperti tax holiday, tax allowance, atau pajak ditanggung pemerintah.

"Sehingga, ekonomi dapat pulih dan bergairah kembali pertumbuhannya. Dalam situasi tersebut, tax ratio justru dibuat menurun," ujar Nurfransa, seperti dikutip dari laman Facebook, Senin (11/2/2019).

Sebaliknya, tax ratio dinaikkan ketika kondisi ekonomi sedang mengalami overheating (permintaan meningkat melewati kapasitas produksi) dan bubble (siklus perdagangan besar tetapi tidak sesuai dengan nilai aset). Kondisi overheating dan bubble bisa mengakibatkan krisis ekonomi jika kondisi keuangan tidak dikendalikan.

Nufransa turut menjelaskan dua situasi lain yang bisa berarti anggaran bocor, yakni ketika terjadi inefisiensi ataupun korupsi.

"Jenis kebocoran ini bila masyarakat mengetahui harus dilaporkan kepada aparat penegak hukum termasuk KPK, karena negara Indonesia adalah negara hukum," ujar Nufransa.

Lembaga yang tidak efisiensi atau lemah dalam perencanaan memang bisa mengakibatkan kebocoran anggaran. Penawarnya, menurut Nufransa, harus dilakukan dari akar-akarnya, yakni kompetensi dan budaya transparansi. 

"Kelemahan jenis ini merupakan persoalan kapasitas dan kualitas birokrasi yang fundamental. Obatnya adalah reformasi birokrasi, membangun budaya transparansi dan akuntabilitas, dan membangun kompetensi birokrasi," tegasnya.

Komentar JK soal Prabowo yang Sebut Anggaran Negara Bocor 25 Persen

20170419-Wapres JK Nyoblos Pilkada Jakarta di TPS 03-Herman
Wapres Jusuf Kalla (JK) mendatangi TPS 03 Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, Rabu (19/4). Ditemani istri, Mufidah Kalla dan sang cucu, JK memberikan suaranya pada Pilkada DKI putaran kedua di TPS bernuansa Betawi tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menanggapi pernyataan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang menyebut anggaran negara bocor sebanyak 25 persen per tahun. JK mengakui hal itu pun ada.

"Ya tentu, kalau tidak bocor kenapa banyak aparat pemerintah yang ditangkap. Pasti bocor, tapi tidak berlebihan seperti itu," kata JK usai menghadiri Penyerahan Bantuan Kendaraan Tangki Air dari PT Astra Internasional tbk di Palang Merah Indonesia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat 8 Februari 2019.

Dia menjelaskan, akibat para pejabat terjerat korupsi, anggaran negara bocor. Namun, dia menepis total bocornya anggaran mencapai 25 persen.

"Iya, tentu lah, itu ternyata banyak masuk KPK kan. Tapi tidak semua jangan disamaratakan. Ada yang bersih ada yang enggak. Tidak semua, tidak benar itu diratakan 25 persen. Saya kira tidak," kata JK.

"Anggaran itu kan di samping anggaran biasa yang tidak bisa korupsi, katakanlah gaji pegawai, atau korupsi subsidi. Enggak bisa dibilang korupsi, kan itu korupsi itu anggaran pembangunan," ucap dia.

JK menjelaskan pemerintah pun tidak bisa memastikan berapa persen anggaran yang bocor.

"Sulit untuk diperkirakan. Kasus-kasus yang kita lihat itu orang minta bagian 7 persen. Tidak ada 25 persen. Yang paling nakal kira-kira 15 persen yang masuk pengadilan ya, saya enggak tahu yang lain," kata JK.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menjawab terkait tudingan Prabowo. Dia meminta kepada Prabowo berbicara berbasis data dan fakta. "Jangan asal," kata Jokowi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya