Ekonomi Indonesia Masih Tahan Guncangan Imbas Tarif Impor Trump, Ini Buktinya

Kebijakan tarif Amerika Serikat kembali menjadi pusat guncangan pasar global. Kali ini, kebijakan tersebut datang dari pemerintahan Trump yang baru kembali berkuasa.

oleh Septian Deny Diperbarui 09 Apr 2025, 13:15 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 13:15 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan tarif impor Amerika Serikat kembali menjadi pusat guncangan pasar global. Kali ini, kebijakan tersebut datang dari pemerintahan Trump yang baru kembali berkuasa. Dalam langkah agresifnya, AS menaikkan tarif impor terhadap produk-produk utama dari Tiongkok, memicu aksi balasan dari Beijing.

Efek domino langsung terasa di pasar keuangan global investor global buru-buru melepas aset berisiko dan memindahkan portofolionya ke safe haven assets seperti dolar AS, emas, dan obligasi negara maju.

Namun di tengah kepanikan ini, Indonesia justru menunjukkan ketahanan yang relatif baik dibandingkan banyak negara lain.

Rupiah Stabil Meski Tertekan

Dari sisi nilai tukar, menunjukkan rupiah hanya melemah 0,8% terhadap dolar AS dalam periode 2 hingga 8 April 2025. Ini tergolong stabil jika dibandingkan dengan negara lain seperti Brasil (-4,5%), Meksiko (-2,2%), atau bahkan Euro dan Yen yang masing-masing turun lebih dari 1%.

Ini menunjukkan bahwa pasar valuta asing tidak terlalu panik terhadap kondisi di Indonesia, bahkan ketika pengumuman kebijakan tarif itu bertepatan dengan masa libur Lebaran di dalam negeri.

"Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga, walaupun ada pelemahan tetapi kalau kita bandingkan negara lain di Jepang pelemahan itu sampai 50 persen demikian pula beberapa negara lain, kita masih lebih baik," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari Antara, Selasa (9/4/2025).

Obligasi Masih Diincar Investor

Yang paling mencolok adalah kinerja pasar obligasi pemerintah Indonesia, yang justru mencatat inflow. Imbal hasil obligasi naik 9 basis poin, mengindikasikan adanya permintaan yang tetap kuat dari investor, terutama saat negara lain seperti Jepang (-24 bps), Arab Saudi (-20 bps), dan bahkan AS (-2 bps) mengalami penurunan yield akibat lonjakan permintaan yang menandakan flight to safety.

Ini menandakan bahwa Indonesia masih dianggap memiliki daya tarik di mata investor, bahkan di tengah gejolak kebijakan proteksionis AS.

 

Kenapa Kebijakan Tarif AS Picu Kepanikan?

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kebijakan tarif yang diumumkan Trump bertujuan melindungi industri domestik AS, khususnya manufaktur dan teknologi. Namun, langkah ini langsung dibalas oleh Tiongkok dengan menaikkan tarif impor barang-barang dari AS, memperuncing tensi dagang dua ekonomi terbesar dunia.

Efek langsungnya adalah peningkatan ketidakpastian global, perlambatan perdagangan, dan potensi inflasi karena naiknya harga barang impor. Bagi pasar keuangan, ini adalah sinyal bahaya, terutama bagi negara berkembang yang selama ini bergantung pada ekspor dan aliran modal asing.

 

Apa Artinya untuk Indonesia?

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Meskipun IHSG terkoreksi dan rupiah melemah, pasar obligasi yang tetap diminati menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia dinilai cukup kuat oleh investor global. Cadangan devisa yang tinggi, inflasi yang terkendali, serta prospek pertumbuhan yang stabil menjadi bantalan penting di tengah ketidakpastian global.

"Saya akui memang jauh lebih baik, sebab market merespon positif resiliensi perekonomian Indonesia," kata Analis Mirae Asset Nafan Aji Gusta Utama.

Namun, ke depan, pemerintah dan pelaku pasar tetap perlu waspada terhadap risiko lanjutan dari tensi dagang global ini. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan stabilitas pasar keuangan menjadi kunci menjaga kepercayaan investor di tengah guncangan eksternal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya