Tingkatkan BLU, Kemenkeu Godok Aturan Baru Berbagi Likuiditas

Hingga saat ini, terdapat 218 BLU Pemerintah Pusat yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Feb 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2019, 11:30 WIB
Yusron Fahmi/Liputan6.com
Rumah sakit Fatmawati dulunya adalah hutan jati yang angker

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Pembina Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) berencana menggodok aturan baru mengenai pemanfaatan BLU dengan skema kerja sama berbagi likuiditas.

Ini merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk terus berinovasi dan berkolaborasi memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat melalui BLU. 

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemekeu, Marwanto Harjowiryono mengatakan, dengan aturan tersebut diharapkan bagi BLU yang memilki kekurangan likuiditas, dapat memanfaatkan BLU yang memiliki likuiditas yang lebih. Dengan demikian, ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan keuangan BLU lainnya.

"Ini kami sedang godok regulasi yang memberikan landasan untuk tercipta sebuah sharing sumber daya dalam memanfaatkan likuiditas di beberapa BLU, sementara di BLU lain mengalami keterbatasan likuiditas. Saat ini sedang kita sounding dengan otoritas moneter sehingga yang kelebihan likuiditas yang lain kesulitan di kolaborasi sesuai peraturan perundang-udangan yang ada nanti," kata dia dalam Rapat Koordinasi Nasional Badan Layanan Umum, di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (26/2).

Marwanto mengatakan, kondisi BLU sepanjang 2018 mampu memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara. Ini terlihat dari penerimaan BLU pada 2018 mencapai sebesar Rp 55,4 triliun. Angka ini lebih tinggi daripada target yang dipatok pemerintah sebesar Rp 43,3 triliun.

"Pendapatan negara di 2018 mampu melibhi target dalam APNN yaitu 102.5 perzdn dan salah satu yang menyumbang adalah penerimaan BLU," kata dia.

Hingga saat ini, terdapat 218 BLU Pemerintah Pusat yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia. Namun, dari beberapa BLU tersebut diakuinya masih belum optimal dan masih banyak tantangan-tantangan ke depan yang mesti dihadapi.

"Tantangan pertama bagi BLU yang kami prediksikan akan semakin beragam, secara internal masih ada kondisi yang perlu perhatian khsusus seperi di bebebrapa BLU belum dapat mengenai dari sumber daya internal terutama pengalihan aset yang ada di BLU," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Anggaran Rp 4,5 Triliun untuk Badan Pengelola Lingkungan Hidup

Menanam Bibit Mangrove di Tumpukan Sampah
Bibit pohon mangrove yang ditanam di atas tumpukan sampah kawasan hutan mangrove Ecomarine, Jakarta Utara, Minggu (18/3). Bibit mengrove itu ditanam petugas Sudin Lingkungan Hidup dibantu Petugas Prasarana dan Sarana Umum. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Sebelumnya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan membentuk badan baru yang khusus mengurusi masalah lingkungan serta penyelesaian hutan dan lingkungan di Indonesia. Badan tersebut dinamakan Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, mengatakan BPDLH nantinya tidak hanya terdiri dari KLHK. Namun juga melibatkan beberapa kementerian dan lembaga lainnya yang terkait. Badan ini juga akan melibatkan pihak asing untuk memberikan suntikan dana di dalam BPDLH.

"Peraturan ini mengatur bagaimana keuangan pemerintah ini bisa didukung oleh donor-donor yang satu pintu agar tidak tercecer. Nanti akan segera masuk dukungan luar negeri, dari negara yang respons dan pro dengan kita (dalam penyelesaian masalah lingkungan hidup)," kata Bambang dalam sebuah acara diskusi di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa 12 Februari 2019.

Bambang mengungkapkan, selama ini, untuk mengatasi dan menyelesaikan segala macam permasalahan terkait lingkungan hidup, khususnya di hutan-hutan di luar konsensi area industri, tercecer di berbagai kementerian.

Dengan adanya BPDLH, diharapkan segala jenis persoalan mulai dari pendanaan hingga kebijakan yang akan diambil menjadi lebih relevan karena menjadi satu pintu antar kementerian dan lembaga.

Sementara itu, dana untuk pembenahan lingkungan dan hutan berasal selama ini selalu saja mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dana dari Badan Layanan Umum (BLU) memang sudah ada. Namun dengan adanya BPDLH, sumber pendanaan nantinya diharapkan akan lebih beragam sehingga tidak akan membebabni dompet negara.

Untuk tahap awal, kemungkinan modalnya masih menggunakan dana APBN. Dia menghitung, saat ini di KLHK mengendap dana sebesar Rp 2 triliun untuk penanganan masalah lingkungan dan hutan.

Kementerian juga punya dana cadangan Rp 2 triliun. "Jadi, sementara dana pakai yang ada. Nanti ada Rp 4,5 triliun di sana mungkin ada jadi modal pertama," kata dia.

Bambang mengatakan masih ada satu kali pertemuan dengan Kementerian Keuangan untuk membahas pembentukan BPDLH. Targetnya paling lambat Maret 2019.

Nantinya dana tersebut akan dikelola lewat bank kustodian, tapi dia masih belum tahu bank yang mana yang bakal ditugaskan.

Untuk negara yang bakal membantu di antaranya Norwergia, Finlandia, Amerika Serikat, dan Norwegia.

Dia mengatakan, bantuan ini bukan berarti pemerintah menanggulangi kerusakan lingkungan hidup yang dibuat dari aktivitas industri di dalam hutan, tapi yang terjadi di lahan-lahan kritis. "Tahun ini rehabilitasi hutan Rp 3 triliun di seluruh Indonesia, dengan berbagai pendekatan seperti DAS. Kalau pakai APBN tidak mencukupi," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya