Ekspor Beras untuk Diplomasi Layak Dipertimbangkan

Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), Budi Waseso berencana melakukan ekspor beras ke sejumlah negara.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Apr 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2019, 17:00 WIB
20160608-Gudang Bulog-Jakarta- Johan Tallo
Pekerja memanggul karung Beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog) di Gudang Bulog kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (7/6). Bulog memiliki stok beras sebanyak 2,1 juta ton. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana ekspor beras yang digaungkan oleh pimpinan Bulog Budi Waseso pada Januari lalu semakin menguat karena mempertimbangkan masa panen yang akan segera berakhir. Apabila serapan beras mencapai target, maka dapat diperkirakan ada surplus sebanyak 300 ribu ton beras yang berpotensi untuk diekspor. Namun, tentunya potensi ekspor ini bukanya tidak memiliki tantangan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, wacana ekspor beras medium berlebih berisiko bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 1 tahun 2018 dan juga tantangan teknis seperti penyesuaian kualitas dengan permintaan di pasar internasional. Saat ini, ekspor untuk beras medium masih belum diizinkan, hanya beras premium atau khusus yang boleh diekspor.

Selain itu, kalau mengacu kepada acuan komoditas beras internasional yang dipakai oleh Bank Dunia, jenis-jenis beras yang ada memiliki derajat pecahan beras tertentu yang dijadikan standar dunia. Sehingga apabila Indonesia ingin mengekspor berasnya, harus melakukan penyesuaian terhadap kualitas tersebut atau setidaknya mencari pasar yang mau menyerap jenis beras dengan kualitas yang saat ini mampu diproduksi petani Indonesia.

"Kedua opsi tersebut tentunya tidak bisa memakan waktu singkat,” jelas Ilman seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (28/4/2019).

Ia menambahkan, dengan mempertimbangkan kedua faktor tadi, wacana untuk mengekspor surplus beras sebanyak 300 ribu ton itu cukup berat untuk dilaksanakan. Namun tentunya, ambisi untuk mengekspor sepatutnya ditanggapi positif, karena memang hal tersebut dapat membantu meningkatkan cadangan devisa Indonesia.

Sebaiknya, untuk saat ini potensi surplus tersebut dapat dimanfaatkan sebagai alat diplomasi pemerintah Indonesia, terutama ke negara-negara yang mengalami bencana atau negara yang memang berpotensi untuk menjadi pasar beras Indonesia di masa depan. Menjadikan beras sebagai instrumen diplomasi adalah hal yang baik dan dapat membuka celah peningkatan hubungan dengan negara-negara tersebut.

Harapannya, beras dapat dijadikan instrumen diplomasi Indonesia kepada negara lain. Praktik ini tentunya seringkali dilakukan Indonesia dan patut dipertahankan.

"Selain itu, perlahan dapat menjadi salah satu strategi untuk memperkenalkan beras Indonesia ke negara lain. Tentunya hal ini juga perlu diiringi dengan revisi aturan dan juga penyesuaian standar kualitas beras yang sesuai dengan permintaan dunia, apabila tentunya pemerintah Indonesia mencanangkan wacana ekspor ini dengan lebih serius lagi,” tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Produksi Beras Melimpah, Bulog Pertimbangkan Ekspor

Pasokan Melimpah dan Stok Gudang Penuh, Operasi Pasar Tidak Perlu
Bulog tak perlu melakukan operasi pasar beras. Karena jika stok beras di pasar berlebih, akan beresiko bagi petani.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia di sektor pertanian sukses meningkatkan jumlah produksi beras dalam negeri selama kurun waktu empat tahun terakhir. Konsekuensi hal tersebut dalam beberapa kesempatan, Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), Budi Waseso berencana melakukan ekspor beras ke sejumlah negara. Langkah ini dinilai tepat mengingat stok beras nasional masuk dalam kategori cukup. Terlebih, masa panen di sejumlah daerah masih terus berlangsung.

Sementara itu, disadur dari kantor berita Bloomberg, melimpahnya jumlah Beras di gudang Bulog juga membuat wacana ekspor beras ke sejumlah negara di Asia makin menguat. Padahal, sebelumnya, hal ini tidak terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir.

Dari Malaysia, lembaga pangan setempat Padiberas Nasional Berhad (Bernas) melalui Kepala Departemen Industri Penelitian dan Analisanya, Salman Muhammad mengaku tertarik menjalin kerjasama perdagangan beras dengan Perum Bulog Indonesia.

Menurut dia, kerjasama ini sebagai upaya jaminan adanya ketersediaan pangan yang berkualitas premium di negara serumpun tersebut. Langkah ini juga dilakukan untuk menjawab rasa percaya pada kualitas beras Indonesia.

"Sudah sejak lama kami mengetahui kualitas beras Bulog yang sangat baik ini. Sehingga kami memandang perlu dilakukan kerjasama lebih serius yang bisa memberikan banyak manfaat dan keuntungan bagi kedua negara," ujar Salman dalam kunjungan kerjanya ke Indonesia beberapa waktu lalu.

Mengenai hal ini, Direktur Komersial Perum Bulog Judith Dipodiputro menyampaikan terimakasih atas kepercayaan Malaysia pada beras Indonesia. Kata Judith, pertemuan ini pentinh untuk mengidentifikasi kualitas pasar beras serta membuka adanya kemungkinan peluang ekspor.

"Kita berharap Bernas dan Bulog dapat membangun kerja sama strategis jangka panjang di bidang pangan atau komoditas lain," ujarnya.

 


Jika Produksi Surplus

20160608-Gudang Bulog-Jakarta- Johan Tallo
Pekerja memanggul karung Beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog) di Gudang Bulog kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (7/6). Bulog memiliki stok beras sebanyak 2,1 juta ton. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Soetarto Alimoeso merespons wacana Perum Bulog untuk mengekspor beras ke luar negeri. Kata dia, rencana itu harus disambut baik, terlebih jika produksi padi mengalmi surplus.

"Kalau stok kita lebih dan aman berarti harus ekspor. Kenapa tidak. Kita bisa saja mengekspor beras-beras khusus, beras organik dan beras merah yang mungkin dibutuhkan negara-negara lain," katanya.

Ia menilai wacana tersebut harus dilakukan Bulog untuk mengantisipasi produksi yang berlebih. Apalagi, ekspor semacam ini biasa dilakukan oleh negara lain, ketika produksi melimpah.

"Katakanlah kebutuhan kita dalam satu tahun sekitar 30 juta ton. Nah, kalau produksi kita 40 juta ton artinya kan ada stok yang cukup besar. Dan itu juga dilakukan oleh banyak negara," tukasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya