Perkebunan Sawit RI dapat Apresiasi dari Uni Eropa

Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) mengapresiasi penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Mei 2019, 15:45 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2019, 15:45 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) mengapresiasi penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di Indonesia.

Hal ini dinilai sebagai wujud nyata Indonesia menerapkan perkebunan sawit keberlanjutan. Negara-negara tersebut antara lain Belgia, Spanyol, Finlandia, Irlandia, Swedia, Hongaria, Belanda dan Inggris.

Kepala Sekretariat Komisi ISPO, Azis Hidayat mengatakan,‎ apresiasi ini disampaikan saat perwakilan dari negara Uni Eropa tersebut berkunjung ke perkebunan sawit anggota ISPO di provinsi Riau pada 8-9 Mei 2018. Kunjungan ini juga dihadiri oleh Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) ‎

"Dalam kunjungan itu, UE aktif berdialog dengan para pemangku kepentingan sawit mulai dari pemerintah, dunia usaha dan petani. Dalam dialog dengan para petani, UE mulai memahami bahwa ISPO merupakan bagian penting dari komitmen Indonesia yang mampu meningkatkan produksi TBS hingga 50 persen, memperbaiki kualitas serta mendorong kenaikan harga jual. Mereka sangat mengapresiasi hal tersebut," ujar dia di Jakarta, Jumat (10/5/2019).

Azis menuturkan, UE memuji para petani anggota ISPO yang punya pengetahuan teknis yang baik terkait pengelolaan sawit yang produktif dan berkelanjutan. 

"Bahkan UE mendorong agar petani lebih banyak dilibatkan dalam skema ISPO. Hal ini karena perkebunan sawit di Indonesia merupakan bagian penting dari ekonomi kerakyatan dengan lebih dari 40 persen kebun petani di dalamnya," kata dia.

Menurut dia, dari kunjungan tersebut, UE semakin memahami jika pemerintah Indonesia mempunyai transparansi dan komitmen kuat dan dalam melakukan pengelolaan  berkelanjutan. 

‎Bahkan, Uni Eropa baru mengetahui jika ISPO tidak sekedar mengadopsi prinsip-prinsip internasional, namun juga punya standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyarakatkan lembaga sertifikasi internasional. 

"ISPO  tidak hanya mempersyaratkan No Deforestasi, No Peat, dan No Exploitation (NDPE). Ada kriteria tambahan seperti tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta memikirkan  peningkatan usaha secara berkelanjutan. Semuanya ada 7 prinsip yang harus diikuti sebelum diterima sebagai anggota ISPO," ujar dia.

Aziz juga memastikan, semua sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada standar internasional  dan penilaian kesesuaian Komite Akreditasi Nasional (KAN). 

Saat ini, ada 15 lembaga sertifikasi ISPO, dan sebanyak tujuh di antaranya berasal dari luar negeri yaitu Jerman, Inggris, Italia, Prancis, Swiss, dan Austalia, yang diperkuat 1.559 auditor ISPO.

Sertifikasi ISPO didukung delapan lembaga konsultan dan tiga lembaga pelatihan ISPO untuk memastikan sertifikasi bersifat independen.

"‎Bahkan, saat ini sudah mulai ada beberapa inisiatif dari pemerintah untuk mendorong penguatan ISPO. Salah satu lembaga keuangan misalnya, mempertimbangkan ISPO sebagai acuan dalam menyusun pedoman pembiayaan kelapa sawit yang berkelanjutan," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

ISPO Jadi Platform Utama

Buah kelapa sawit.
Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Sementara itu, Ketua Bidang Fiskal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bambang Aria Wisena berharap ISPO menjadi platform utama bagi keberlanjutan industri sawit Indonesia.

Sebagai sertifikat wajib, ISPO dengan kendali regulasi yang ketat di nilai sangat membantu industri sawit meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan, bertanggung jawab, dan legal.

"Penguatan ISPO juga menjadi bagian penting untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia sekaligus penghasil komoditas penghasil devisa tertinggi di Indonesia," tandas dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya