Wawancara Khusus Menteri Bambang: Ibu Kota Baru Jadi Identitas Bangsa

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro blak-blakan soal rencana pemindahan ibu kota.

oleh Septian Deny diperbarui 31 Mei 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2019, 18:00 WIB
Wawancara Khusus  Menteri Bambang: Ibu Kota Baru Jadi Identitas Bangsa. (Abdillah/Liputan6.com)
Wawancara Khusus Menteri Bambang: Ibu Kota Baru Jadi Identitas Bangsa. (Abdillah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke luar jawa. Pemindahan ibu kota ini sebenarnya bukan rencana baru karena sudah bergulir sejak kepemimpinan Presiden Soekarno.

Banyak alasan yang mendasari pemindahan ibu kota ke luar Jawa ini. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, aspek sejarah memang menjadi salah satu alasan pemerintah ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke tempat lain.

Selain itu juga masih ada aspek lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, penyebaran penduduk, ketimpangan sosial dan lainnya.

Untuk mengetahui lebih lengkap dan dalam mengenai rencana pemindahan ibu kota tersebut, simak wawancara Liputan6.com bersama Menteri Bambang berikut ini:

Sejauh ini, bagaimana perkembangan rencana pemindahan ibu kota?

Sebenarnya kalau kita lihat sejarah, wacana pemindahan ibu kota sudah muncul sejak 1957, zaman Bung Karno melakukan groundbreaking kota Palangkaraya, di mana beliau berpikir Palangkaraya tidak hanya akan menjadi ibu kota Kalimantan Tengah yang merupakan provinsi baru, pecahan dari Kalimantan Selatan, tetapi juga diangankan menjadi ibu kota negara.

Kemudian zaman Presiden Soeharto juga pernah ada wacana membuat semacam wilayah pusat pemerintahan di Jonggol (Bogor, Jawa Barat), yang tidak jauh dari Jakarta. Tetapi kita tahu wacana-wacana tersebut tidak pernah terelisasikan dan bahkan follow up dari wacana tersebut tidak terlalu kelihatan. Artinya memang belum ada kesungguhan untuk merealisasikan apa yang menjadi wacana tersebut.

Kebetulan, Pak Presiden Jokowi berpikir ini jangan hanya berhenti sebagai wacana, tetapi kita harus membuatnya lebih serius, menjadi sesuatu yang konkrit, menjadi benar-benar pusat pemerintahan baru. Karena itu yang kita siapkan.

Ibu kota definisinya memang pusat pemerintah, tetapi memang kita warga Indonesia tahunya Jakarta adalah kota yang juga pusat segalanya, baik pusat pemerintah, bisnis, jasa, bahkan di masa sebelumnya pernah menjadi pusat industri tetapi sekarang sudah pada keluar dan pusat perdagangan. Jadi memang saya memahami kalau banyak warga negara Indonesia berpikir apakah perlu memindahkan pusat pemerintahan keluar Jakarta.

Kalau saya meihat urgensinya dari beberapa aspek, pertama aspek historis bahwa Jakarta menjadi ibu kota karena kita memang melanjutkan ibu kota dari pemerintahan kolonial Belanda. Karena kita tahu sejarah Jakarta dari Jayakarta, kemudian ketika VOC masuk dibuat Batavia sebagai pelabuhan, kemudian pemerintah kolonial masuk dijadikan sebagai pusat pemerintahan kemudian berkembang menjadi Jakarta yang kita lihat sekarang.

Jadi sebenarnya kalau saya perhatikan juga di banyak negara yang melakukan pemindahan ibu kota, selain alasan-alasan lain, ada satu alasan yaitu ingin punya ibu kota yang menggambarkan identitas bangsa. Artinya dia ingin ibu kota memang ditentukan oleh bangsa itu sendiri, bukan karena dia mengikuti apa yang sudah disiapkan atau dibuat oleh pemerintah penjajahan sebelumnya.

Kami juga melihat dari sisi lain, mengenai beban pulau Jawa. Di Indonesia pada hari ini terjadi ketidakseimbangan spasial, ketidakseimbangan ruang, di mana segala sesuatunya terkonsentrasi di pulau Jawa. Sebanyak 150 juta orang dari total 260 juta lebih penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa. Padahal kita tahu semua, luas pulau Jawa tidak sebanding dengan luas Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, sehingga menjadi pertanyaan kenapa di pulau yang relatif kecil penduduknya begitu banyak?

Karena ekonominya juga berkumpul di situ, 58 persen ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa. Sehingga ada ketidakseimbangan antara Jawa dengan luar Jawa. Kalau Jawa kita kombinasikan dengan Sumatera, di mana Sumatera itu 22 persen PDB Indonesia, maka Jawa dan Sumatera itu menyumbang 80 persen dari ekonomi Indonesia. Jadi artinya di luar Jawa dan Sumatera, itu hanya menyumbang 20 persen.

Kita melihat Indonesia yang sudah berusia 70 tahun lebih ini ternyata mengalami ketimpangan yang luar biasa secara ruang, baik ekonomi maupun jumlah penduduk. Di situ kami berpikir perlu ada stategi baru untuk bisa mengurangi kesenjangan.

 

Apa saja strategi tersebut?

Menteri Bambang Bahas Persiapan Pembangunan Ibu Kota Baru
Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?" di Jakarta, Senin (13/5/2019). Presiden Joko Widodo ingin ibu kota baru berada di luar Pulau Jawa, terutama Kalimantan dan Sulawesi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pemindahan ibu kota baru ini memang bukan satu-satunya strategi untuk mengurangi ketimpangan. Kita sudah menyiapkan untuk 5 tahun ke depan, dan sebenarnya sudah dimulai sejak periode sebelumnya kita ingin menyiapkan 10 kota metropolitan di Indonesia, supaya pengembangan kota-kota besar di Indonesia menjadi lebih tertata dan menjadi lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyejahterakan penduduknya.

10 kota metropolitan tersebut kebetulan 4 ada di pulau Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Terdapat 6 ada di luar Jawa dan itu sengaja kita dorong supaya wilayah metropolitan di luar Jawa juga berkembang, baik itu di Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Manado maupun Denpasar.

Jadi kita berharap dengan strategi pengembangan metropolitan, ada ibu kota baru, plus kita juga mengembangkan kawasan khusus, baik kawasan ekonomi khusus, kawasan industri maupun kawasan stategis pariwisata nasional. Kita harapkan kawasan-kawasan ini bisa mengurangi beban Pulau Jawa baik dari segi jumlah penduduk maupun beban ekonomi.

Jadi itu alasan besarnya kenapa kita mengusulkan pemindahan ibu kota dan Jakarta bagaimana pun ada di wilayah barat. Sedangkan Indonesia begitu luas. Kalau saya gambarkan, peta Indonesia di Eropa, dari Aceh sampai Papua itu antar London sampai ke Ankara, semua benua Eropa ter-cover. Kemudian kalau di Amerika sama dengan LA ke New York.

Jadi artinya Indonesia begitu luas, sehingga lokasi ibu kota yang ideal melihat juga pengalaman negara lain memindahkan ibu kota, apakah di Brasil, Nigeria, Pakistan, mereka berusaha memindahkannya lebih ke tengah dari negaranya dalam rangka memperbaiki rentang kendali stand of control yang lebih efisien. Karena itulah salah satu idenya ke Kalimantan yang lebih menggambarkan wilayah tengah dari Indonesia.

 

Adakah analisa khusus dalam berapa waktu terakhir?

Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Jadi sebenarnya sejak dua tahun lalu, Pak Presiden menyampaikan kita harus mulai serius memikirkan perencanaan ibu kota baru. Dari situ kami membuat kajian tersebut. Kajian yang pertama melihat apa dasar pemindahan lokasi ibu kota itu sendiri dan mengenai lokasi yang ideal seperti apa.

Ketiga estimasi pembiayaan, bagaiman urban desain dan seterusnya. Jadi dalam dua tahun kita fokus kepada kenapa harus pindah ibu kota dan bagaimana lokasi yang ideal. Jadi kita butuh sekitar 1,5-2 tahun, dan di rapat terbatas akhir April ‎kita diminta untuk menyampaikan hasil kajian tersebut. Di mana dalam hasil kajian tersebut kami menyampaikan beberapa opsi, jadi tidak langsung ke satu opsi atau ke satu lokasi, tetapi ke beberapa opsi. Paling tidak, opsi dari model pusat pemerintahannya.

Opsi pertama yang kita usulkan, bagaimana di seputaran Monas, di timur Lapangan Banteng, barat jalan Abdul Muis, utaranya Jalan Veteran dan selatan jalan Kebon Sirih itu semua dibentuk menjadi Government District, semua kementerian berkumpul di situ, dan di-connect dengan angkutan seperti monorail sehingga pergerakan koordinasi antar kementerian menjadi lebih mudah.

Kedua, meminjam model seperti Jonggol, atau Putra Jaya Malaysia, yaitu memindahkan pusat pemerintahan tidak terlalu jauh dari Jakarta. Kira-kira radius 50-70 km dari Jakarta, sehingga dia tetap dianggap Jakarta, tetapi pusat pemerintahan ada di wilayah tersebut.

Ketiga, benar-benar pindah ke luar Jakarta, bahkan keluar Jawa. Kemudian itu yang disetujui oleh Presiden dalam ratas, kita kemudian spesifik memutuskan itu ada di Kalimantan.

Apa keuntungan dan kerugian dari pemindahan ibu kota?

Memang setiap opsi ada plus minusnya. Bahkan kalau kita melakukan status quo artinya tidak melakukan apa-apa, beban pulau Jawa itu sudah luar biasa. Kita kadang-kadang lupa, pulau Jawa itu bukan hanya sumber ekonomi dalam pengertian industri. Karena kalau kita lihat struktur ekonomi pulau Jawa sudah menjadi pulau yang berbasis industri pengolahan dan jasa.

Tetapi yang banyak orang lupa, ketahanan pangan itu ada di pulau Jawa, karena sumber produksi padi itu tetap yang paling potensial ada di Jawa. Karena tekanan ekonomi yang luar biasa, pergerakan di sektor industri, jasa, perumahan dan segala macam, akhinya lahan pertanian yang begitu potensial dan subur di Jawa itu terus menyusut karena pressure dari kebutuhan pembangunan. Sehingga kalau kita terus membebani pulau Jawa, maka kita membahayakan ketahanan kita sendiri ke depan, terutama ketahanan pangan.

Beban pulau Jawa begitu berat, beban Jakarta juga tidak kalah beratnya, apakah kemacetan, banjir, yang terus terang tidak bisa diselesaikan dalam waktu pendek, dan kalau harus diselesaikan, selain waktunya panjang, juga butuh dana yang tidak sedikit.

Sehingga dengan melihat kita tidak akan pernah punya pusat pemerintahan yang mendambakan kota yang ideal. Kita juga mendambakan Indonesia yang begitu luas, begitu banyak kota, ada kota ideal yang masuk kategori most liveable city. Itu ibu kota baru yang kita bayangkan, fokusnya adalah di pusat pemerintahan. Sehingga nantinya Jakarta tetap akan menjadi pusat bisnis, keuangan, jasa dan perdagangan. Dan secara ekonomi maupun secara ukuran, Jakarta tetap akan jauh lebih besar dari pada pusat pemerintahan baru atau ibu kota baru yang rencananya ada di Kalimantan.

 

 

Seperti apa tahapan pemindahan ibu kota?

Mencari Ibu Kota Baru Pengganti Jakarta
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintah belum memutuskan lokasi ibu kota baru pengganti Jakarta. (Liputan6.com/JohanTallo)

Kita sudah berkoordinasi secara intensif dengan dua kementerian lain, utamanya Kementerian PUPR dan Kementerian ATR/BPN. Karena Kementerian PUPR yang terlibat dalam pengerjaan fisik, sedangkan Kementerian ATR/BPN mengenai lahan. Jadi dari komunikasi kita bertiga, ditetapkan 2019.

Presiden sudah akan menetapkan di mana lokasinya. Itu hal penting. Dari situ kita baru bergerak lebih dalam. Begitu ditetapkan lokasi, maka di 2020 yang namanya penyiapan lahan baik secara legal, maupun secara fisik sudah dimulai, demikian juga pembangunan infrastruktur dasar. Masterplan dari kotanya juga sudah harus disiapkan di 2020.

Di 2021, dilakukan groundbreaking pembanguan fisik kota itu secara menyeluruh, di mana targetnya 2024 distrik pemerintahan sudah selesai, baik kantor pemerintah eksekutif, legislatif, yudikatif. Kantor pemerintahan selesai sehingga diharapkan di 2024 mulai ada pemindahan. Artinya ibu kotanya secara formal sudah pindah ke ibu kota baru di 2024.

Tentunya setelah itu, pembangunan kota terus berlanjut, karena kita tetap butuh permukiman, sarana pendukung, saran perdagangannya. Kita juga ingin mengembangkan ibu kota baru sebagai pusat industri kreatif, ada universitas yang berorientasi pada science dan teknologi. Kira-kira itu yang akan membentuk ibu kota baru. Di samping tentunya core bisnis dari ibu kota baru adalah pemerintahan.

Bagaimana cara pemerintah menginformasikan kepada masyarakat rencana tersebut?

Kami juga melihat pengalaman di negara-negara lain ketika mereka mulai memindahkan ibu kota, sejak persiapan mereka sudah menginformasikannya, baik kepada perwakilan negara sahabat di negaranya, maupun pada dunia internasional. Dan kami juga sudah melakukan komunikasi, paling tidak melalui media internasional mengenai rencana ini. Sehingga kita harapkan proses pemindahan ini bukan sesuatu yang mengejutkan.

Mungkin agak beda saat Myanmar pindah dari Rangoon ke Naypyidaw yang memang agak sedikit rahasia, tidak diketahui banyak orang. Tetapi kalau kita lihat pemindahan Brazilia dari Rio De Janeiro, atau Abuja dari Lagos, juga Karachi ke Islamabad di Pakistan, kita lihat semua itu berlangsung dalam satu proses.

Bahkan Korea yang sekarang masih dalam tahap pindah dari Seoul ke Sejong pun sudah diketahui oleh masyarakat banyak. Demikian juga Mesir yang sudah memindahkan Kairo ke kota yang tidak jauh dari Kairo. Jadi secara media, berita mengenai ibu kota ini sudah kemana-mana.

 

Bocoran lokasi yang akan ditetapkan?

20160608-Wajah Kepadatan Penduduk Ibu Kota yang Carut Marut-Jakarta
Deretan rumah yang berdempetan dengan padat terlihat dari kawasan Jembatan Besi, Jakarta, 5 Juni 2016. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memicu berbagai permasalahan, dari tata ruang, kemiskinan hingga kriminalitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kalau bocoran tidak mungkin, nanti Presiden yang akan putuskan berdasarkan kajian akhir yang akan kami sampaikan. Kami masih melengkapi kajian ini terutama untuk detail mengenai kondisi tanah, air yang sangat penting untuk kehidupan sebuah kota. Tapi yang menjadi kisi-kisi adalah mengenai kriteria lokasi, kalau bisa lebih ke tengahnya Indonesia. ‎

Kenapa pulau Kalimantan?

Ada yang menarik dari pulau Kalimantan. Satu, dari segi kebencanaan, risikonya paling kecil. Kalau saya bilang tidak ada bencana ya berlebihan. Kalau dibilang itu risiko bencana paling kecil itu betul. Sudah diteliti dari segi aspek bencana, segi bencananya kecil, gempa bumi, tsunami, gunung berapi hampir tidak ada di daerah tersebut.

Kedua, Kalimantan itu pulau besar yang diapit oleh 2 ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) arus lalu lintas pelayaran internasional baik ALKI 1 dari Laut Cina Selatan itu melalui Kalimantan Barat, maupun ALKI 2 yang lewat selat Makassar, yang persis di Kalimantan Timur dan Utara.

Jadi saya melihat sebenarnya Kalimantan ini strategis secara lokasi dan kebetulan lebih ke tengah. Ketengahnya Indonesia, tidak terlalu barat, tidak terlalu timur. Sehingga kita harapkan nanti perhatian ke barat atau ke timur itu makin bisa lebih merata, kesenjangan juga kita harapkan makin kecil.

Satu lagi harus ada lahan yang luas. Kita tidak ingin mengulangi kesalahan kota-kota yang sekarang di mana kota-kota sekarang, kota kecil yang bertumbuh jadi besar, sehingga tata kotanya, maupun kesiapan lahannya menjadi kurang terjaga sehingga kota itu menjadi kurang ideal dan ideal dan akhirnya tidak menjadi liveable city bahkan dianggap less liveable.

Sedangkan‎ kita benar-benar ingin kota kita liveable, yang most liveable di Indonesia. Karena itu harus ada lahan yang luas dan nanti tata kotanya bisa menjadi contoh dari pengembangan kota di Indonesia.

Bagaimana‎ pendanaan pembangunan dari lokasi baru?

Pendanaan tentunya harus kita estimasi dulu sebesar apa. Dari simulasi kami kemungkinan yang terbesar itu adalah kota dengan daya dukung maksudnya kira-kira 1,5 juta penduduk. Terdiri dari keluarga eksekutif, legislatif, yudikatif beserta kepala keluarga yang menjadi bagian dari eksekutif, legislatif, yudikatif. Ada TNI Polri dan ada sektor pendukung, bisnis yang mendukung ibu kota tersebut. Itu kira-kira 1,5 juta penduduk.

1,5 juta (penduduk) itu terus terang bukan kota yang besar di Indonesia. Karena kalau kita lihat hari ini saja dari 10 kota terbesar di Indonesia, kota nomor sepuluhnya yaitu Tangerang Selatan itu pun penduduknya sudah 1,5 juta lebih. Jadi bayangkan, ini 1,5 juta oenduduk tapi 5 sampai 10 tahun lagi.

Jadi dia (ibu kota baru) boleh dibilang tidak masuk 10 besar bahkan mungkin masuknya 20 besar, itu pun 20 besarnya di bawah. Jadi memang kita tidak menciptakan kota besar seperti Jakarta, karena memang tidak diposisikan menyaingi Jakarta.

Jakarta akan tetap jadi punya posisi yang kita harapkan persaingannya dengan Kuala Lumpur, Bangkok, maupun Manila.

Kembali pada biaya, dengan 1,5 (penduduk) tadi perkiraan kami biaya Rp 466 triliun, di mana sebagian besar untuk pemukiman dan infrastruktur dasar. Untuk bisa mendukung pembiayaan tersebut, maka kita coba cari beberapa sumber Sumber pertama pasti dari APBN, tapi APBN itu kita buat seminimal mungkin. Bahkan perkiraan saat ini, APBN sampai Rp 30 triliun. Sisanya kita akan dorong dengan dua hal, baik kerjasama pembangunan dengan kerjasama KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha) dalam membangun infrastruktur terutama dan melibatkan swasta dan BUMN untuk pemukiman dan sarana pendukung.

Sehingga kita tidak ingin membangun ibu kota baru ini memberatkan APBN atau mengganggu prioritas lainnya dalam APBN. Bahkan untuk dana APBN sendiri kita harapkan sudah tidak murni dari penerimaan pajak biasa, tapi dari namanya manajemen aset, baik manajemen aset dilokasi baru, maupun manajemen aset pemerintah yang ada di Jakarta.

Tahapan dalam pemindahan ibu kota itu?

Jadi 2019 penentuan lokasi, 2020 penyiapan lahan, tanah, legalnya maupun penyiapan fisikya, masterplan detail engineering desain, ‎sehingga 2021 kontruksi sudah dimulai, 2024 mudah mudahan yang namanya distrik pemerintahan ini sudah selesai, berikut sarana pemukiman untuk pegawai yang segera pindah.

Jadi bersiap di 2025 untuk bisa berjalan pemerintahannya?

Kita berharap 2024 sudah proses pemindahan.

 

Kira-kira ada hal negatif dan positif apa yang akan didapat warga Ibu kota lama, jika ada ibukota baru beroperasi?

Mencari Ibu Kota Baru Pengganti Jakarta
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta lantaran Pulau Jawa dinilai sudah terlalu padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Saya melihat dengan merujuk pengalaman negara lain, apakah Brazil terhadap Rio de Janeiro, maupun Washington DC terhadap New York misalkan, dengan sistem kota yang kita bangun ibu kota baru ini maka Jakarta justru tetap menjadi kota yang terbesar dan terpenting untuk perekonomian Indonesia.

Sedangkapn pusat pemerintahan dia akan fokus pusat pemerintahan. Memang untuk warga Jakarta tidak bisa lagi bilang 'saya tinggal di Ibu kota, tetapi 'saya tinggal di Jakarta' yang merupakan kota terbesar. Sama seperti kalau kita lihat di Amerika, orang New York , itu bangga status mereka New Yorker. Itu menggambarkan orang yang tinggal di kota terbesar dan terpenting di Amerika dari segi ekonomi dan bisnis.

Itu yang saya bayangkan yang terjadi di Jakarta, dia bisa ke sana dari pada hanya sekedar, ini ibu kota loh. Jadi nanti ini kota Jakarta yang berkembang kareana ekonominya bukan karena dia adalah pusat pemerintahan dan saya meyakini dia tetap berkembang cepat meskipun pusat pemerintahan pindah ke Kalimantan.

Nah itu negatifnya dia tidak bisa mengklaim sebagai ibu kota. Tetapi apakah urusan-urusan terkait pemerintah pusat akan terganggu?

Menurut saya tidak. Satu, pasti ada perwakilan pemerintah pusat di Jakarta, tidak mungkin tidak ada perwakilan.Yang kedua, 5 tahun lagi dari sekarang yang namanya IT atau digital itu semakin canggih. Dalam artian, pekerjaan jarak jauh yang tidak perlu tatap muka lebih mudah dilakukan. ‎Sehingga kalau ada urusan pak Presiden Jokowi ini sangat eager untuk bicara mengenai perizinan yang sangat mudah dengan sifat elektronik. Jadi kalau pun butuh jasa pemerintah pusat bisa dilakukan secara detail dengan jarak jauh tidak harus sedikit-sedikit terbang atau pergi ke ibu kota baru.

Apakah ibu kota baru menerapkan full integrated smart city?‎

Yang saya tekankan bahwa prinsip dari ibu kota baru ini smart, green and beautiful. Smart-nya itu tadi bagaimana kota itu well connected dengan teknologi komunikasi. Green, karena bagaimanapun Kalimantan kan terkenal sebagai paru-paru dunia. Jadi kota itu nanti tetap punya nuansa hijau, nuansa hutan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kita ingin nanti ibu kota baru tidak akan mengurangi luasan hutan lindung yang ada di Indonesia ini.

Ketiga, beautiful artinya dari segi penataan kotanya kita tentunya lihat, ibu kota yang cukup bagus seperti Washington DC, Brazilia maupun Canberra di Australia yang memang dirancang ini ibu kota. Sehingga kelihatan ini beda.

Kalau di Jakarta terus terang, desain agak sulit karena itu tadi kota kecil yang membesar sehingga ketika menentukan pusatnya Medan Merdeka misalkan (jalan) sudah agak sulit membentuk kota Jakarta seperti yang diinginkan.

Siapa saja yang akan ikut pindah di awal ibu kota baru?

Memang yang kita harapkan segera pindah adalah kementerian lembaga, eksekutif, legislatif , yudikatif. Jadi eksekutifnya tentunya kementerian lembaga beserta ASN-nya. Jadi Aparat Sipil Negara yang pindah adalah yang ASN pusat. Kan ada aparat sipil yang di daerah, mereka tetap di daerah masing-masing karena mereka adalah bagian dari instansi vertikal. Tetapi yang pindah adalah yang base-nya di pemerintah pusat.

Kemudian, legislatifnya, DPR-nya, DPD, BPK, kemudian yang yudikatif itu Mahkamah Agung , Mahkamah Konstitusi, itu nanti semua pindah ke wilayah ibukota dan tentunya ada TNI dan Polri. Nanti markas TNI juga pindah ke situ demikian Polri. Tetapi yang tidak pindah terkait sektor keuangan, kareana Jakarta tepat ingin kita desain menjadi pusat keuangan. Jadi yang namanya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuanagn dan juga urusan investasi BKPM itu tetap berlokasi di Jakarta.

 

Sebenarnya standar kota yang baik untuk Indonesia seperti apa?

Menteri Bambang Bahas Persiapan Pembangunan Ibu Kota Baru
Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro bersama Anggota DPR Fraksi XI Mukhamad Misbakhun saat menjadi pembicara di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019). Diskusi ini membahas tema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tentunya kota yang baik adalah kota yang mampu memenuhi kebutuhan dasar penduduknya. Kita mungkin merasa hari ini kita sudah memenuhi , padahal belum. Contoh paling sederhana, di Jakarta misalkan, ita merasa di Jakarta adalah standarnya kota di Indonesia.

Tapi apakah anda pernah membayangkan bahwa air yang kita pakai sehari-hari di Jakarta adalah air yang langsung mengambil dari tanah. Padahal untuk kota ideal yang kategori liveable, yang benar air harus dari pipa.‎ Jadi ada distribusi air yang kualitasnya bagus sehingga akhirnya orang bisa menikmati air yang bersih sehat dan sesuai kebutuhan. Sedangkan yang kita tahu di Jakarta banyak yang mengandalkan air tanah yang merusak lingkungannya sendiri. Itu contoh simpel.

Contoh lainnya air limbah, bayangkan ‎kota sebesar ini air limbahnya pengolahannya cuma bisa ter-cover 2 persen dari wilayah Jakarta. Sisanya kita mengolah air limbah belum pada standar yang benar. Ini contoh-contoh simple bahwa kota baru nanti harus memenuhi kebutuhan dasar secara layak. Jadi tidak boleh lagi air itu misalkan dari air tanah. Artinya air tanah itu hanya untuk sumber awalnya. Tapi penyalurannya dari pipa, bukan ssetiap rumah membuat sumur sendiri-sendiri.

Di wilayah Kalimantan ada pengujian khusus?

Kebetulan kemarin saya mengikuti rombongan Presiden melihat dua kandidat lokasi di Kalimantan Tangah dan di Kalimantan Timur. Jadi itu sudah menunjukkan masing-masing daerah sudah mempersiapkan. Terutama yang kita minta dari mereka ada enggak lahan yang sudah bebas. Sehingga ketika masuk ke sana, tidak perlu lagi melakukan pembebasan lahan. Nah di situlah, Pemda kita minta 'coba carikan kita lahan sekian' karena untuk kota 1,5 juta (penduduk) tadi kita butuh minimal 40 ribu hektare. Tapi kita harus hitung pengembangan kota, jadi harusnya 80-100 hektare. Nah kalau ada lahan itu bebas, maka itulah yang menjadi kandidat. ‎

Di samping kita melihat kondisi airnya seperti apa, kondisi kemudahan membangun bangunananya seperti apa, apakah di lahan gambut atau bukan, itu semua kita perhatikan untuk detailnya. Tapi daerah itu menyiapkan lahannya masing-masing. Jadi 2 daerah itu sudah menjadi kandidat nantinya. Sudah ada pengujian untuk beberapa detail yang ingin kita pastikan kalau itu memang tersedia di daerah tersebut.

 

Mengapa belum ditentukan lokasi ibu kota yang baru, apa takut harga tanah melonjak?‎

Menteri Bambang Bahas Persiapan Pembangunan Ibu Kota Baru
Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019). Diskusi ini membahas tema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Betul sekali. Yang pertama, itu kewenangan dari Presiden yang memutuskan. Kedua, kita perlu jaga benar, kita tidak ingin orang melakukan spekulasi. Karena bagaimana pun, spekulasi merugikan orang itu sendiri. Dia bisa untung besar tapi bisa buntung juga karena belum tentu lokasi itu dipilih. Karena itu kami tidak membuat rumor atau membuat perkiraan.

Intinya kita sudah melihat dua lokasi tersebut nantinya kita akan memutuskan finalnya seperti apa. Dan satu lagi yang perlu saya tekannya, kita mencari lahan yang sudah bebas. Jadi kita tidak akan membangun ibu kota itu membeli lahan dari pihak ketiga, karena itu sangat mahal.

Apa untungnya warga ikut pindah ke kota baru?

Kita ingin mendesain kota ini smart, green, beautiful dan didesain dari awal sesuai dengan kebutuhan dasar dari penduduknya. Jadi kita ingin nantinya semua warga yang tinggal di situ (ibu kota baru) , bisa tinggal di liveable city. Dan yang kedua, bila menjadi ASN, jadi apapun, menjadi aparatur pmerintah atau bekerja di DPR, di Mahkamah Agung misalkan maka anda bisa menjadi ASN mungkin yang punya quality of live yang lebih baik.

Mungkin banyak orang-orang yang tidak sadar, meskipun nanti kita membangun government distrik sekitar Monas dan Medan Merdeka tetap saja para ASN yang rumahnya banyak di luar Jakarta, di Tangerang, Depok, Bekasi itu karena kemacetan dan angkutan umum belum ideal, maka butuh sejam atau dua jam bahkan satu arah untuk berangkatnya dan nanti juga pulangnya.

Jadi kalau 1 jam berangkat , total 2 jam . Kalau ada yang 1,5 jam sampai 2 jam, bayangkan 2 jam sampai 4 jam dihabiskan hanya di jalan, dan ini sangat tidak bagus untuk quality of life dan tidak bagus untuk kesehatan kita juga. Karena kita hidup hanya di tranportasi.

Dengan ibu kota baru nanti di mana akses jauh lebih mudah dari kantor ke rumah atau sebaliknya, jaraknya pendek saja mungkin 15 sampai 20 menit, sehingga kita punya quality of life lebih banyak , bisa bertemu keluarga lebih sering, bisa melakukan olahraga. Dan yang penting hidup di liveable yang polusinya juga kita harapkan minimal karena kita ingin di sana semuanya energi terbarukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya