Kemenhub Minta Pemda Salurkan APBD untuk Program Buy The Service

Kementerian Perhubungan akan meluncurkan program Buy The Service pada 2020.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Jun 2019, 19:12 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2019, 19:12 WIB
Transjakarta Targetkan 231 Juta Penumpang pada 2019
Aktivitas bus Transjakarta di Halte Harmoni, Jakarta, Rabu (2/1). PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menargetkan 231 juta pelanggan pada tahun 2019. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat akan meluncurkan program Buy The Service pada 2020.

Program Buy The Service merupakan sebuah konsep pembelian layanan dengan pemerintah tak hanya memberikan bus, tapi juga subsidi bagi para penggunanya.

Guna mendukung kelancarannya, Kemenhub turut meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk bantu pemerintah pusat membiayai program tersebut dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi menceritakan, pemerintah pusat telah mulai berkolaborasi dengan Pemda dalam pengadaan moda transportasi publik yakni Bus Rapid Transit (BRT) sejak 2016 silam.

Hasilnya, ia mengatakan, pemberian hak kelola BRT kepada pemerintah daerah masih belum berjalan memuaskan, meski beberapa Pemda bisa mengelolanya dengan baik.

"BRT ada kurang-lebihnya. Ada pemerintah daerah yang komitmen tinggi, dijalankan perusahaan daerah berjalan bagus seperti di Riau, Batam, Semarang. Tapi Bogor tidak begitu bagus. Jadi artinya entitas daerah yang dikasih bus kurang bagus lah," tuturnya di Jakarta, Selasa (25/6/2019).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Uji Coba di 3 Kota Besar

20161201-Trans-Jakarta-IA1
Suasana saat antrian Bus Trans-Jakarta bersiap untuk mengangkut penumpang di Halte Harmoni, Jakarta, Kamis (1/12). Menurut Budi, saat aksi massa terjadi, Transjakarta akan berupaya melakukan pengalihan jaringan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Untuk penerapan program Buy The Service pada 2020, Budi melanjutkan, itu akan diujicoba di tiga kota besar. Secara biaya, pemerintah pusat dalam hal ini Kemenhub hanya sanggup menganggarkan dana sekitar Rp 200 miliar.

"Kalau semua kota mau Buy The Service, tiga kota Rp 200 miliar dianggarkan. Cukup tidaknya nanti kita lihat, semakin banyak kota semakin kita terpakai," ujar dia.

Ke depan, ia juga cemas bilamana pengelolaan BRT di daerah terlalu bergantung terhadap dana yang dianggarkan dari pusat. Dia menegaskan, Pemda seharusnya bisa ikut berpartisipasi menyalurkan biaya lewat APBD.

"Khawatir juga kita ada ketergantungan banget nanti di kota-kota terhadap uang kita. Harusnya APBD mencapai ke sana, seperti BRT harusnya ke sana. Sedikit demi sedikit harus lah mulai ke sana," imbuh dia.

Program Buy The Service Lebih Murah untuk Tata Angkutan Umum

Penumpang Transjakarta Meningkat Setelah MRT Beroperasi
Bus Transjakarta melintas di dekat halte MRT Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (12/6/2019). Dalam satu bulan ini terjadi peningkatan jumlah penumpang sebesar 11 persen menjadi 20,3 juta per bulan dari jumlah sebelumnya hanya mencapai 18,2 juta per bulan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai, pemerintah lebih baik fokus terhadap program penataan angkutan umum di daerah dengan konsep pembelian layanan atau Buy The Service ketimbang membangun O-Bahn.

Dia mengatakan, program ini tidak akan banyak menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha angkutan umum jika sedini mungkin dilakukan sosialisasi.

"Sopir akan mendapat gaji bulanan, tidak dipusingkan dengan setoran pada pemilik armada. Pemilik armada bergabung dalam satu badan hukum yang menjadi operator dan diberikan keuntungan dari biaya operasional yang diselenggarakan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Senin, 24 Juni 2019.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan pada 2020 akan meluncurkan program Buy The Service.

Program ini akan diberikan di enam perkotaan, yakni Medan, Palembang, Solo (Subosukowonosraten), Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar (Sarbagita).

Djoko menganggap, program ini murah lantaran setiap koridor menghabiskan biaya operasional per tahun pada kisaran Rp 15 miliar-25 miliar.

"Tergantung pilihan jenis armada yang dioperasikan dan headway yang ditetapkan.  Setiap koridor dapat mempekerjakan 150-200 pekerja tetap," sambungnya.

Proses Persiapan

Penumpang Transjakarta Meningkat Setelah MRT Beroperasi
Bus Transjakarta melintas di dekat halte MRT Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (12/6/2019). PT Transjakarta mencatat adanya peningkatan penumpang setelah Moda Raya Terpadu (MRT) beroperasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Selain itu, ia menyatakan tak perlu lagi harus membangun prasarana khusus, melainkan cukup dengan jaringan jalan yang sudah. Tidak perlu ada bangunan halte, jika belum punya anggaran, pun cukup diberikan rambu pemberhentian bus (stop bus).

Pilihan bus berlantai rendah (low deck) atau normal (normal deck) juga sudah banyak dioperasikan oleh PT Trans Jakarta dan bikinan karoseri dalam negeri. 

"Mudah berarti tidak memerlukan teknologi baru, cuma sistemnya yang baru. Konsep ini memindahkan atau mengalihkan dari sistem setoran ke sistem gaji bulanan, bukan menggusur operator yang sudah beroperasi. Operator yang ada tetap beroperasi dengan pola manajemen baru yang lebih sehat," ujar dia.

Jika program Buy The Service benar mau dioperasikan pada awal 2020, ia mengimbau agar proses persiapan dilakukan sejak saat ini.

Dia menuturkan, tantangan paling sulit dalam pengadaan program tersebut yakni meyakinkan kepada daerah, anggota DPRD dan operator yang ada.

"Anggota DPRD perlu diyakinkan, karena ada kewajiban yang harus dilakukan dan dianggarkan oleh Pemda, seperti kebijakan pembatasan kendaraan pribadi, membangun trotoar dan halte, sosialisasi ke masyarakat dan operator," pungkas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya