Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai, pemerintah lebih baik fokus terhadap program penataan angkutan umum di daerah dengan konsep pembelian layanan atau Buy The Service ketimbang membangun O-Bahn.
Dia mengatakan, program ini tidak akan banyak menimbulkan gejolak di kalangan pengusaha angkutan umum jika sedini mungkin dilakukan sosialisasi.
"Sopir akan mendapat gaji bulanan, tidak dipusingkan dengan setoran pada pemilik armada. Pemilik armada bergabung dalam satu badan hukum yang menjadi operator dan diberikan keuntungan dari biaya operasional yang diselenggarakan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Senin (24/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan pada 2020 akan meluncurkan program Buy The Service.
Program ini akan diberikan di enam perkotaan, yakni Medan, Palembang, Solo (Subosukowonosraten), Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar (Sarbagita).
Djoko menganggap, program ini murah lantaran setiap koridor menghabiskan biaya operasional per tahun pada kisaran Rp 15 miliar-25 miliar.
"Tergantung pilihan jenis armada yang dioperasikan dan headway yang ditetapkan. Setiap koridor dapat mempekerjakan 150-200 pekerja tetap," sambungnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Proses Persiapan Dilakukan Sejak Kini
Selain itu, ia menyatakan tak perlu lagi harus membangun prasarana khusus, melainkan cukup dengan jaringan jalan yang sudah. Tidak perlu ada bangunan halte, jika belum punya anggaran, pun cukup diberikan rambu pemberhentian bus (stop bus).
Pilihan bus berlantai rendah (low deck) atau normal (normal deck) juga sudah banyak dioperasikan oleh PT Trans Jakarta dan bikinan karoseri dalam negeri.
"Mudah berarti tidak memerlukan teknologi baru, cuma sistemnya yang baru. Konsep ini memindahkan atau mengalihkan dari sistem setoran ke sistem gaji bulanan, bukan menggusur operator yang sudah beroperasi. Operator yang ada tetap beroperasi dengan pola manajemen baru yang lebih sehat," ujar dia.
Jika program Buy The Service benar mau dioperasikan pada awal 2020, ia mengimbau agar proses persiapan dilakukan sejak saat ini.
Dia menuturkan, tantangan paling sulit dalam pengadaan program tersebut yakni meyakinkan kepada daerah, anggota DPRD dan operator yang ada.
"Anggota DPRD perlu diyakinkan, karena ada kewajiban yang harus dilakukan dan dianggarkan oleh Pemda, seperti kebijakan pembatasan kendaraan pribadi, membangun trotoar dan halte, sosialisasi ke masyarakat dan operator," pungkas dia.
Advertisement
Kemenhub Kaji Kembangkan Transportasi O-Bahn, Seperti Apa?
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah merancang moda transportasi massal baru yaitu o-bahn yang memadukan konsep bus dengan jalur khusus seperti jalur kereta. Moda transportasi ini telah ada di Australia, Jepang dan Inggris.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri mengatakan, sebenarnya o-bahn ini menggunakan bus pada umumnya. Namun pada lokasi tertentu, khususnya di titik-titik kemacetan, akan dibuatkan jalur khusus seperti rel kereta api.
"Pada dasarnya menggunakan bus biasanya, disediakan kalau khusus di down town sehingga tidak ikut dalam kemacetan," ujar dia di Jakarta, Minggu, 23 Juni 2019.
Menurut dia, banyak keunggulan yang dimiliki o-bahn dibandingkan dengan TransJakarta yang sudah ada. Salah satunya soal kecepatan dan waktu yang akan lebih efisien.
"Selama ini bus way masih ikut dalam kemacetan. Ini bisa di atas kecepatan 60 km per jam, bahkan dengan bus tingkat bisa 80 km per jam dengan jalur khusus. Ini solusi pengangkutan massal di wilayah perkotaan," jelas dia.
Dia menuturkan, o-bahn ini akan melayani penggunanya hingga di depan rumah. Sehingga masyarakat tidak perlu repot berganti-ganti moda transportasi dari rumah ke lokasi tujuan.
"Pada saat dia di daerah pinggiran kota bisa langsung masuk ke perumahan untuk angkut langsung penumpang dari rumah," tandas dia.