Liputan6.com, Jakarta Lautan bisa pendongkrak perekonomian Indonesia. Tak hanya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, terkini lautan bisa menjadi terobosan membuka pariwisata.
Hal itu dikemukakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, yang diwakili oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Budaya Maritim, Safri Burhanudin saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Indonesia Economic Quarterly di Jakarta, Senin (01/07/2019).
Baca Juga
Mengambil tema Quarterly “Ocean of Opportunity”, Deputi Safri menjelaskan, Indonesia sudah membuat gerakan terobosan dengan membuka banyak objek wisata alam, dengan tidak mengesampingkan masalah sampah plastik.
Advertisement
“Masalah sampah plastik menjadi prioritas, segala daya upaya dilakukan untuk masalah sampah plastik, dan hal ini tidak bisa ditangani dengan cara yang biasa-biasa saja” ujar Deputi Safri dalam sambutannya.
Pemerintah Indonesia, lanjut Deputi Safri, sudah bekerja keras untuk menjaga lingkungan dengan berkelanjutan.
"Yaitu dengan mengatur kolaborasi secara nasional dan global, dalam rangka menjaga lingkungan serta objek-objek alam lainnya," tambahnya.
Sementara itu, perwakilan World Bank Indonesia, Frederico Gil menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia mempunyai tren yang positif, stabil dan berkelanjutan. Terlebih menurutnya, kebijakan impor haruslah bisa mendorong perekonomian di Indonesia. Yakni dengan berfokus kepada Blue Economy dalam mengatasi sampah plastik, yang diharapkan bisa menghasilkan devisa sebanyak 171 juta USD, dari pariwisata dan perikanan.
“Di Indonesia 44% turis asing memilih objek wisata maritim, tetapi para turis tersebut hanya mengeluarkan rata-rata 165 USD untuk pariwisata maritim, itu sangat kecil bila dibandingkan dengan Thailand (2.516 USD) dan Maladewa (2.523 USD),” jelas Frederico.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan bahwa, Banyuwangi termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, namun sekarang tinggal 7%. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal ditempuh Banyuwangi, seperti misalnya, mendorong pantai menjadi bersih dan tidak semua pantai diperbolehkan untuk dibangun hotel.
"Perubahan perilaku masyarakat agar hidup bersih tidaklah mudah, kami buat semacam fashion show, festival toilet bersih, sehingga mengajak kepada masyarakat untuk berperilaku bersih. Hasil review dari survey bank indonesia, tingkat kepuasan turis asing yang datang ke kawah ijen di Banyuwangi, menunjukan tingkat kepuasannya 70 persen, lebih tinggi dibanding Danau Toba, Jogjakarta, dan Labuan Bajo yang kurang dari 60 persen," terangnya.
Kemudian, Founder dari Plataran Yozua Males, menekankan tentang keramahan masyarakat, yang berdampak akan membuat apresiasi dari turis asing terhadap sumber daya manusia menjadi lebih tinggi.
"Dengan edukasi dan juga pengetahuan, terutama terhadap objek wisata alam akan membuat pelayanan pariwisata yang lebih baik," ujarnya.
Lain halnya dengan Founder dari Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira yang menjelaskan bahwa, tantangan utama adalah meyakinkan masyarakat indonesia bahwa laut itu dekat, laut adalah halaman belakang. Menurutnya, kebiasaan-kebisaan membuang sampah di sungai dan laut harus dikurangi.
"Dan salah satu kegiatan yang menarik adalah kolaborasi dengan Dirjen Bea Cukai untuk menyukseskan cukai plastik. Apa yang membuat konsumen menjadi aware adalah bahwa harus ada penyadaran bahwa apa yang kita lakukan di darat itu berpengaruh di laut, dan apa yang sudah terjadi di laut kita coba dekatkan kepada konsumen, berikan pemahaman bahwa setiap hari terjadi massacre in the ocean, 1 juta hewan laut, mati setiap tahunnya," ungkap Tiza.
(*)