Jurus BTN Jaga Pertumbuhan di Tengah Ketidakpastian Global

Bank BTN telah melakukan kajian ekonomi makro dengan mengubah asumsi makro di mana pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari asumsi awal.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 19 Jul 2019, 18:45 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2019, 18:45 WIB
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) Maryono
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) Maryono (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ini dinilai menjadi tahun yang penuh tantangan karena pertumbuhan ekonomi dunia, dan domestik diperkirakan melambat. Perlambatan ini akibat berkepanjangannya perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta turun harga komoditas.

Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2019 hanya sebesar 2,6 persen lebih rendah dibandingkan prediksi awal sebesar 2,9 persen. Perlambatan tersebut direspon sejumlah Negara dengan kebijakan moneter yang berdampak pada industri perbankan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bank BTN telah melakukan kajian ekonomi makro dengan mengubah asumsi makro di mana pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari asumsi awal. Sehingga BI 7days reverse repo rate diperkirakan terus turun seiring dengan inflasi yang relatif stabil. Kajian internal tersebut mendasari perubahan bisnis Bank BTN.

“Penyesuaian Rencana Bisnis Bank (RBB) perlu dilakukan karena mempertimbangkan kondisi makro ekonomi yang ada dan melihat perkembangan industri perbankan dalam negeri yang cenderung mengalami pengetatan likuiditas,” kata Direktur Utama Bank BTN, Maryono di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Dia menjelaskan, ada sejumlah penyesuaian RBB dengan mempertimbangkan kinerja bisnis perseroan. Adapun perubahan RBB meliputi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun yang diprediksi akan berkisar 10-12 persen, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) diprediksi juga tumbuh di level yang sama yaitu 10-12 persen, dan aset ditargetkan bisa tumbuh di kisaran 8-10 persen

“Target pertumbuhan DPK dan kredit kami masih di atas RBB industri perbankan yang berada di angka 9-11 persen untuk kredit dan DPK yang hanya tumbuh 7 hingga 9 persen. Kami optimistis kinerja Bank BTN tetap dalam jalurnya atau on track,” kata Maryono.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Strategi BTN

20160722-ATM Bank BTN- Tax Amnesty-Jakarta- Angga Yuniar
Nasabah melakukan transaksi di ATM Bank BTN, Jakarta, Jumat (22/7). Bank BTN siap menampung dana repatriasi dari kebijakan penghapusan pajak (tax amnesty) yang mulai diberlakukan pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sejumlah strategi dijalankan Bank BTN untuk meraup pendanaan dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Untuk Pendanaan, Bank BTN melakukan kombinasi antara dana dari wholesale funding seperti penerbitan obligasi berkelanjutan tahap II dan mengejar dana murah dari produk tabungan dan deposito.

Maryono optimistis Bank BTN dapat mengejar pertumbuhan kredit pada paruh kedua tahun ini karena penyaluran kredit per Juni 2019 sudah sejalan dengan rencana perseroan. Adapun segmen kredit yang digenjot adalah KPR non subsidi, kredit komersil dan kredit konstruksi.

Stimulus pertumbuhan kredit pada semester kedua tahun ini, menurut Maryono, antara lain, kebijakan Bank Indonesia seperti pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) dan baru-baru ini, BI juga telah memangkas suku bunga acuan atau BI 7days reverse repo rate menjadi 5,75 persen, permintaan kredit terutama properti yang masih tinggi, serta stabilnya suhu politik pasca Pemilu Presiden lalu. Lebih lanjut pada RBB, Maryono juga menyampaikan revisi dari target rasio perbankan diantaranya, Rasio Kecukupan Modal dan rasio kredit macet dengan tetap menyesuaikan dengan aturan regulator. Untuk Capital Adequate Ratio (CAR) ditargetkan Maryono bisa bertahan pada kisaran 17-19 persen dan Non Performing Loan atau NPL gross tetap dijaga di bawah 2,5 persen.

“Pengendalian NPL kami lakukan lewat pelelangan agunan yang tidak perform kepada developer maupun ke investor properti,” kata Maryono.

Sementara terkait dengan aksi korporasi, Bank BTN akan menjalankan rencana yang sudah ditetapkan diantaranya mengakuisisi Perusahaan Modal Ventura untuk menjadi “vehicle” untuk memiliki saham di LinkAja, dan akan menuntaskan akuisisi PT PNM Investment Management.

Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi, BTN Bakal Revisi Rencana Bisnis

Sinergi BUMN, BTN Akuisisi Anak Usaha PNM
Dirut PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Maryono (kedua kanan) bersalaman dengan Dirut PT Permodalan Nasional Madani (Persero) (PNM) Arief Mulyadi (kedua kiri) usai penandatanganan perjanjian pembelian saham bersyarat PNMIM dari PNM di Jakarta, Senin (22/4). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Utama (Dirut) PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN, Maryono, mengatakan bahwa BTN akan memperhatikan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh Bank Dunia dalam kajian paruh kedua 2019.

"Saya kira itu salah satu bagian untuk semester kedua, kita akan melakukan kajian lagi," ujar Maryono dikutip dari Antara, Kamis (6/6/2019). 

Ia menjelaskan BTN memiliki kesempatan dalam paruh semester, untuk melakukan revisi atas Rencana Bisnis Bank (RBB) BTN.

"Itu akan kita jadikan sebagai asumsi bagaimana analisis Bank Dunia, kemudian kita juga akan melihat analisis dari kita dan kondisi makro ekonomi secara global maupun nasional," katanya.

Maryono juga menambahkan bahwa pihaknya masih memiliki waktu sekitar satu bulan untuk melihat perkembangan ke depan.  

Sebelumnya Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 ini dari 2,9 persen pada Januari 2019 menjadi 2,6 persen pada Juni 2019.

Menurut laporan yang dirilis oleh lembaga keuangan global itu pada 4 Juni 2019, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melemah ke angka 2,6 persen sebelum kembali sedikit naik ke 2,7 persen pada 2020.

Dengan demikian Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak dua kali hingga saat ini, di mana sebelumnya lembaga keuangan tersebut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,0 persen menjadi 2,9 persen pada Januari 2019.

Bank Dunia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang dan maju akan stabil tahun 2020 mengingat sejumlah negara akan melewati tekanan finansial.

Namun, menurut Bank Dunia, momentum perekonomian global masih dalam kondisi melemah.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya