Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2019 tercatat melambat. Pada periode ini, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen, turun dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,27 persen.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kinerja ekspor dan impor yang tumbuh negatif, konsumsi rumah tangga yang masih tinggi dan investasi yang melambat.
Advertisement
Baca Juga
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyatakan, ekonomi Indonesia tetap terpengaruh kondisi global. Oleh karenanya, pertumbuhan ekonomi kali ini mengalami sedikit penurunan.
"Kita tumbuh meskipun tidak optimal, karena semuanya yang terkena dampak trade war saling berkaitan. Ekspor lambat, permintaan produksi berkurang, akhirnya investasi ikut melambat. Tidak hanya policy saja, jika ekonomi global terhambat maka pertumbuhan Indonesia juga terkena dampaknya," ungkapnya di gedung Bank Indonesia, Senin (12/08/2019).
Begitu pula dengan nilai Rupiah yang melemah tajam beberapa waktu lalu. Pelemahan Rupiah, menurut Dody, terjadi karena ekonomi global sedang mengalami volatilitas.
Sebagai upaya menguatkan diri, Indonesia akan menjadikan investasi sebagai fokus pemerintah. Diharapkan ke depan, masalah penghambat investasi segera dipangkas sehingga investasi tumbuh subur dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Indonesia akan terus mencoba (agar pertumbuhan ekonomi terus naik). Investasi nantinya akan jadi agenda utama pemerintah," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bos BI: Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Tembus 6 Persen di 2024
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menyentuh 6 persen di tahun 2024.
Pihaknya menjelaskan, mesti tahun lalu BI cenderung sulit untuk melakukan manuver pada kebijakan moneter, dirinya optimistis pertumbuhan ekonomi RI bakal terus menanjak kedepannya.
"Kami yakin pertumbuhan ekonomi ke depan akan terus enaik, memang agak slow di awal, tapi bakal lebih cepat kedepan," tuturnya di Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Dia melanjutkan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakannya untuk mestimulus pertumbuhan ekonomi. Meski masih dirundung ketidakpastian global, RI dinilai bakal tetap menyesuaikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.
"Tahun ini memang masih di bawah 5,2 persen, tapi within the next 5 year kita bisa tembus 6 persen," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Pemerintah terus melakukan transformasi ekonomi yang salah satunya diimplementasikan melalui 10 destinasi wisata prioritas selain Bali.
"Ada Wakatobi, Labuan Bajo. Kita dorong transformasi ekonomi untuk pemerataan," pungkasnya.
Advertisement
Indef: Lebaran Tak Mampu Kerek Pertumbuhan Ekonomi
Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan, momentum lebaran 2019 tak signifikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Eko menjelaskan, selama 7 tahun terakhir, Lebaran tak selalu dapat dioptimalkan untuk mengkerek pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan pertanyaan pemerintah yang menyebutkan momentum Lebaran berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 justru melambat jika dibandingkan triwulan II-2018. Ini menggambarkan stimulasi musiman hari raya semakin terbatas dalam mendorong perekonomian," tuturnya Rabu (7/8/2019).
Selain itu, lanjut Eko, meski konsumsi rumah tangga tercatat naik, faktanya laju investasi masih terbilang melempem.
"Pertumbuhan investasi turun jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Gimana mau dongkrak pertumbuhan ekonomi kalau pertumbuhan investasinya dibawah pertumbuhan ekonomi nasional," paparnya.
Di sisi lain, menurut Eko, hajatan demokrasi Pilpres 2019 juga tercatat belum cukup menstimulasi ekonomi.
"Secara proporsi, masih sangat terbatas dampaknya bagi perekonomian secara keseluruhan," terang dia.Â