Sri Mulyani Waspadai Gejolak Ekonomi Global Berlanjut ke 2020

Perang dagang Amerika Serikat dan China masih menjadi ancaman di 2020

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Agu 2019, 17:16 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 17:16 WIB
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai ketidakpastian ekonomi global yang berpeluang masih berlanjut pada 2020.

Ada beberapa hal yang harus diwaspadai, salah satunya adalah hubungan perang dagang Amerika Serikat dan China yang belum menunjukkan keharmonisan.

Sejak awal perang dagang kedua negara ini, ekonomi global turut terpengaruh. Pertumbuhan ekonomi di berbagai dunia melambat dua negara digdaya itu belum juga damai.

"Tensi (AS dan China) masih meningkat, dalam ini ini sulit diprediksi karena di satu sisi kenaikan tarif dilakukan, kemudian ada penundaan tapi masih ada berbagai indikator dan persyaratan yang belum disetujui kedua pihak. Ini adalah ketidakpastian yang harus tetap waspadai dan perhitungkan di 2020," ujarnya di Kantor DPR, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Selain perang dagang China dan Amerika, Indonesia juga masih melihat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) walaupun sudah menurunkan suku bunga acuannya beberapa waktu terakhir.

"Respons policy seperti Federal yang menaikkan suku bunga (2018), sekarang turunkan. Kita belum tahu apakah mereka akan lakukan lagi atau itu keputusan sendiri pada saat penurunan kemarin. Ini akan sangat menentukan momentum dari pelemahan ekonomi dunia berlanjut atau membalik di 2020 ini," jelas Sri Mulyani.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harus Cari Solusi

30 Wajib Pajak Dapat Penghargaan dari Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi sambutan saat memberikan apresiasi dan penghargaan kepada 30 Wajib Pajak (WP) di Jakarta, Rabu (13/3). Acara ini mengambil tema 'Sinergi Wujud Cinta Negeri'. (Liputan6.com/JohanTallo)

Dengan berbagai kondisi tersebut, Indonesia harus mampu mewaspadai dan juga mencari solusi untuk memitigasi seluruh kemungkinan yang akan terjadi ke depan. Salah satunya melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2020 yang kredibel.

"Hal-hal ini seperti inilah yang harus mampu kita kelolanya. Ketidakpastiannya juga harus kita waspadai namun tidak berarti bahwa kita tidak mampu kelola ketidakpastian itu. Itulah yang coba kita terus fokuskan menggunakan APBN sebagai instrumen menjaga ekonomi nasional dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi kita," tandasnya.

Mampukah Pemerintah Ubah Defisit APBN jadi Surplus?

Sah, Jokowi Teken Aturan THR dan Gaji ke-13 PNS
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan terkait THR di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). THR dan gaji ke-13 juga diberikan kepada para pensiunan, PNS, prajurit TNI, dan anggota Polri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada periode Juni 2019 mengalami defisit sebesar Rp 135,8 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 54,3 persen dari estimasi APBN 2019 yang menetapkan proyeksi defisit hingga akhir tahun sebesar Rp 296 triliun.

Lalu bisakah defisit APBN ditekan menjadi surplus?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, mengelola APBN tidak diproyeksi untuk dapat mengubah defisit menjadi surplus. Meski demikian, pemerintah berupaya untuk mengelola perekonomian melalui peningkatan pendapatan negara dari perpajakan.

"Kalau mengelola APBN kita tidak melakukan proyeksi seperti itu. Tapi yang diperhatikan dan terus menerus dikelola bagaimana perkembangan dari perekonomian yang sangat menentukan penerimaan dari perpajakan dan PNBP," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (19/8).

Sri Mulyani melanjutkan pendapatan perpajakan negara tentu sangat dinamis dan dipengaruhi oleh komoditas. Hal tersebut tergantung pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, situasi perdagangan dunia dan juga harga berbagai komoditas andalan ekspor.

"Karena itu sesuatu yang dinamis, seperti penerimaan pajak dari ekonomi yang berbasis komoditas ditentukan nilai kurs, harga komoditas, situasi perdagangan internasional dan pengaruhi APBN baik penerimaan pajak maupun bukan pajak," jelasnya.

Dia mengatakan apabila dalam perjalanannya, asumsi perekonomian yang ditetapkan ternyata berbeda dengan kondisi saat ini maka pemerintah akan berupaya mendekatkan pada asumsi awal dengan melakukan berbagai cara.

"Kalau dilihat ada perkembangan dan bergerak berbeda dengan basis asumsi yang jadi landasan awal, maka kita harus lihat bagaimana tren ke depan. Apakah ada faktor lain yang bisa mengkompisite sehingga kita akan berupaya mendekatkan pada asumsi awal, terutama sisi pencapaian," paparnya.

Mantan Direktur Pelaksa Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah tidak hanya mendesain agar APBN tidak defisit. Akan tetapi bagaimana membuat desain APBN memberi dampak maksimal bagi masyarakat.

"Jadi mengelola APBN ada dinamika yang harus kita kelola terus-menerus. Di sisi lain fokus kita tidak hanya mengelola APBN tapi mengelola ekonomi. Jadi bagaimana APBN tetap jadi katalis dorong perekonomian," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya