DPR dan Sejumlah Pihak Rapat Tertutup Bahas Tumpahan Minyak di Karawang

Rencananya rapat dimulai pada Pukul 15.00 WIB. Namun akhirnya baru dimulai pukul 15.50 WIB.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Sep 2019, 17:55 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2019, 17:55 WIB
Komisi VII DPR memanggil sejumlah pihak untuk membahas kebocoran gas dari Sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ),
Komisi VII DPR memanggil sejumlah pihak untuk membahas kebocoran gas dari Sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ),

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR memanggil sejumlah pihak untuk membahas kebocoran gas dari Sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ) pada Rabu ini . Namun karena ada hal sensitif maka rapat tersebut berlangsung tertutup.

Rencananya rapat tersebut dimulai pada Pukul 15.00 WIB. Namun akhirnya baru dimulai pukul 15.50 WIB. Pantauan Liputan6.com, rapat dihadiri 12 Anggota Komisi VII DPR dari 7 fraksi.

Selain itu, juga dihadiri Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Meida Wati dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.

Selain itu juga nampak pejabat eselon 1 yang mewakili beberapa Kementerian yaitu Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) M.R. Karliansyah Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridhosani

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien.

Pimpinan Rapat Dengar Pendapat kebocoran gas Blok ONWJ, Gus Irawan Pasaribu mengatakan, tujuan dikumpulkanya sejumlah pihak tersebut adalah untuk membahas kebocoran gas dan tumpahan minyak dari Sumur YYA-1 Blok ONWJ, menindaklanjuti tinjauan Komisi VII DPR ke area Blok ONWJ.

"Kemarin setelah peninjauan lapangan sebetulnya kita langsung rapat, ini adalah bagian tindak lanjut hal teknis dan mendalam," kata Gus Irawan saat membuka Rapat.

Dia melanjutkan, dalam rapat tersebut akan membahas hal sensitif terkait Investigasi Kebocoran gas dan tumpahan minyak, sebab itu rapat dilakukan secara tertutup.

"Sesuai pasal 251 ayat 1 peraturan DPR RI tentang tata tertib rapat ini memenuhi korum dengan mengucap bismillah izinkan saya membuka rapat DPR RI. Setiap rapat bersifat terbuka, kecuali dinyatakan tertutup dan ada hal-hal sensitf investigasi maka kami usulkan rapat hari kita lakukan secara tertutup," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Korban Tumpahan Minyak Pertamina Dapat Kompensasi Rp 900 Ribu per Bulan

Tumpahan Minyak Pertamina Cemari Perairan Muara Gembong
Pegawai Pertamina melintas di depan tumpukkan karung berisi limbah tumpahan minyak (oil spill) di Pantai Muara Beting, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (28/7/2019). Oil spill akibat kebocoran terjadi di sumur lepas pantai YYA1 Karawang. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melalui anak usahanya, PT PHE Offshore North West Java (ONWJ), telah melakukan pembayaran kompensasi tahap ke 10.271 warga terdampak tumpahan minyak sumur YYA-1 yang telah diverifikasi.

Direktur Pengembangan PHE Afif Saifudin mengatakan, total dana untuk pembayaran kompensasi tahap awal sebesar Rp 18,54 miliar. Pencairan dana kompensasi tahap awal akan dimulai dari Kabupaten Karawang, Jawa Barat, hari ini.

"Pembayaran kompensasi awal ini sebagai itikad baik PHE ONWJ untuk memberikan dana penyangga terlebih dahulu untuk warga terdampak langsung, mengingat kejadian sudah berjalan 2 bulan," kata Afif, di Jakarta Rabu (11/9/2019). 

Kompensasi awal disepakati sebesar Rp 900 ribu per warga setiap bulan selama dua bulan periode terdampak, yakni Juli-Agustus 2019. Besaran kompensasi berdasarkan hasil koordinasi pemangku kepentingan pada 9-10 September 2019 yang dihadiri Tim Kejaksaan Agung, BPKP, KKP, KLHK, SKK Migas, MUI Jabar dan Kepala Dinas di tujuh kabupaten dan kota.

Hasil survei Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB sebagai konsultan akademik dan mempertimbangkan risiko terkecil dan keputusan pemberiaan kompensasi awal dari tumpahan minyak.

"Untuk nilai kompensasi yang diajukan warga terdampak masih dilakukan proses perhitungan, sehingga memerlukan waktu lebih banyak dan untuk menjaga proses ini berjalan sesuai aturan dan dapat dipertanggungjawabkan, PHE bekerjasama dengan berbagai instansi dan konsultan akademik sebagai penilai ekonomi untuk penentuan nilai kompensasi akhir," tambah Afif.

Mekanisme pembayaran kompensasi tumpahan minyak tahap awal akan melibatkan Himpunan Bank Negara (HIMBARA), yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang dilaksanakan pada 11 September, dimulai dari Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya dan Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya. Secara berkelanjutan pembayaran akan dilakukan di area terdampak lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya