Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto memandang kegiatan pengadaan minyak dan gas bumi (migas) harus terus dipantau. Langkah tersebut dilakukan agar praktik mafia migas tidak terjadi.
Dwi mengatakan, seperti kasus korupsi yang tidak pernah selesai dihentikan, kegiatan praktif mafia migas juga kemungkinan bisa terulang kembali, setelah penetapan tersangka mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limmited (Petral) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sama juga dengan Kegiatan korupsi tidak betul setop hilang, masih ada," kata Dwi, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Dwi, agar praktik mafia migas bisa diberantas, maka dibutuhkan lembaga yang melakukan pengawasan kegiatan pengadaan migas dengan baik.
"Masih ada (kemungkinan praktik mafia migas) selama kalau tidak ada lembaga yang betul melakukan pengawasan secara baik, ada kemungkinan-kemungkinan seperti itu ada," tuturnya.
Pemberantasan mafia migas merupakan salah satu perioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) diawal pemerintahan kabinet kerja, sebab membuat rantai pasok migas Indonesia tidak efektif.
Hal ini diwujudkan dengan dibubarkannya Pertal, saat Pertamina dibawah kepemimpinan Dwi Soetjipto pada Mei 2015. Anak usaha Pertamina yang bertindak sebagai penjual dan pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia dibubarkan karena kerap melakukan prakitk pemburu rente pada pengadaan BBM.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KPK Tetapkan Eks Dirut Petral Bambang Irianto Tersangka Mafia Migas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar mafia dalam sektor minyak dan gas (migas).
KPK pun menjerat Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013 yang juga mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral) Bambang Irianto sebagai tersangka suap terkait dengan perdagangan minyak mentah dan produk kilang.
"KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni BTO (Bambang Irianto)," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
Laode Syarif mengatakan, saat penyelidikan kasus ini berjalan, KPK menemukan alur suap lintas negara dan menggunakan perusahaan 'cangkang' di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven countries atau negara-negara surga pajak.
"Kami sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas. Pasalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia," kata Laode Syarif.
Advertisement