Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali merelaksasi aturan terkait dengan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Aturan berlaku bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS) per 2 Desember 2019.
RIM merupakan penghitungan likuiditas. RIM dihitung dengan skema financing to funding ratio (FFR). Penghitungannya, kredit ditambah surat berharga yang dibeli atau pendanaan ditambah penerbitan surat berharga.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, kebijakan akomodatif ini sejalan dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Sejalan dengan masih tersedianya ruang kebijakan makropudensial, BI memandang kebijakan akomodatif perlu dilanjutkan.
Advertisement
Baca Juga
"Kebijakan makropundensial sifatnya kalau kredit itu lagi turun maka kita dorong supaya pertumbuhan ekonomi tidak semakin lemah. Kalau kredit lagi kuat tinggi pertumbuhan kita agak rem agar tidak terlalu tinggi menimbulkan instabilitas," kata dia di di Kantornya, Jakarta, Jumat (20/9/2019).
"Sekarang ada kecenderungan kredit perbankan alami pelemahan. Jadi kebijakan makropudensial ini tujuan utuk mengembalikan agar kredit bisa lebih tinggi lagi," tambah dia.
Dia mengatakan aturan baru ini berbeda dengan yang sebelumnya pernah dikeluarkan pada awal April 2019 lalu. Di mana, aturan RIM kali ini menekankan pinjaman atau pembiayaan nantinya dapat melalui bank dalam negeri maupun luar negeri.
"Dari dalam negeri itu antar bank tidak dihitung dikecualikan. Yang luar negeri bersumber dari bank maupun non bank," kata dia.
Â
Rincian
Dalam aturan baru ini juga ada beberapa komponen pinjaman bagi Bank Umum Konvensional (BUK), dan pembiayaan yang diterima bagi Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM.
Sementara untuk target rasio RIM masih berada di kisaran 84-94 persen. Angka ini tidak berubah dan dianggap sudah optimal. Hanya saja, pihaknya akan mendorong agar perbankan untuk mencapai target rasio tersebut.
"Sekarang aturan RIM target rasio yang optimal antara 84-94 persen. Ini sebuah range yang optimal. Bank didorong bergerak di angka 84-94 persen," katanya.
Kendati begitu, kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit ini tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Oleh sebab itu, BI hanya mendorong bank yang memiliki kualitas kredit yang baik non perfoming loan (NPL) dan ketahanan modal yang memadai untuk melakulan ekspansi kredit atau pembiayaan.
"Bank NPL di atas 5 persen tidak perlu ekspansi kredit besar-besaran. Bank di bawah 5 persen itulah yang kita tarik," katanya.
Dwi Aditya PutraMerdeka.com
Advertisement