Perang Dagang AS dan China Bikin CEO Adidas Ketar-ketir

Menurut Kasper Rorsted perang dagang tersebut bisa saja memengaruhi konsumen di Amerika.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Okt 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2019, 20:00 WIB
Pesan Tersembunyi dari 3 Desain Patch Jaket Adidas yang Indonesia Banget
Peluncuran jaket VRCT Adidas dengan menampilkan tiga patch yang Indonesia banget. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta CEO Adidas, Kasper Rorsted, mengungkapkan kekhawatiran tentang perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS)-China. Perang dagang tersebut bisa saja memengaruhi konsumen di Amerika.

"Tetapi yang jauh lebih serius adalah jika konsumen di Amerika hanya memiliki sedikit uang untuk dibelanjakan," kata Kasper Rorsted seperti dikutip dari CNBC, Kamis (3/10/2019)

Komentar Kasper muncul seminggu setelah keluarnya berita yang menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen di Amerika menurun dari biasanya.

Hal itu karena perang dagang antara Washington dan Beijing. Akhirnya perang dagang tersebut menimbulkan berbagai sentimen.

Kasper Rorsted mengaku prihatin dengan devaluasi mata uang China, karena 25 persen bisnis Adidas berbasis di China.

Ditambah lagi, bulan Agustus kemarin, Beijing mengumumkan mata uang Yuan berada pada tingkat terlemah sejak April 2008.

Terlepas dari perlambatan ekspansi ekonomi global, Kasper Rorsted masih optimis dan menunjukkan bahwa perusahaannya masih melihat pertumbuhan yang kuat pada kuartal kedua di China.

Reporter: Chrismonica

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video di bawah ini:

Perang Dagang China-AS Diprediksi Berlanjut hingga 2020

Perang Dagang China AS
Perang Dagang China AS

Asian Development Bank (ADB) memprediksi perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) masih berlanjut hingga 2020. Kondisi tersebut akan membuat ekonomi beberapa negara di dunia dalam kondisi sulit.

Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, negara-negara di Asia harus mampu mengantisipasi hal tersebut sejak dini. Hal ini disampaikan dalam Asian Development Outlook 2019 update, Jakarta, Rabu, 25 September 2019. 

"Konflik perdagangan antara China dan AS sangat mungkin akan berlanjut hingga 2020, sedangkan sejumlah perekonomian utama di dunia diperkirakan akan mengalami kesulitan Iebih besar daripada yang diantisipasi saat ini," ujarnya.

Khusus Asia, melemahnya momentum perdagangan dan menurunnya investasi menjadi perhatian utama. Tahun ini dan tahun depan, pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia yang sedang berkembang diperkirakan akan tumbuh 6 persen.

"Para pembuat kebijakan perlu memantau isu-isu ini dengan seksama," jelas Yasuyuki.

Secara rinci, ADB memprediksi perekonomian China akan tumbuh 6,2 persen tahun ini, dan 6 persen tahun depan. Asia Tenggara secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh 4,5 persen pada 2019 dan 4,7 persen pada 2020, sedangkan Asia Timur akan berekspansi hingga 5,5 persen di 2019 dan 5,4 persen pada tahun depan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya