Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan atau korporasi secara bertahap dari 25 persen menjadi 20 persen mulai 2021 mendatang. Kebijakan ini dilakukan untuk mendongkrak investasi masuk ke Indonesia.
Menanggapi hal ini, Chief Economist PT Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro meminta pemerintah mempertimbangkan rencana tersebut. Sebab pemotongan PPh Badanakan berdampak pada penerimaan negara.
"Kalau misalnya kita mau potong pajak ya mesti perhatikan defisit fiskal apalagi kita dari zamannya debat pilpres (2019), fokusnya mau meningkatkan tax to GDP ratio. Mau mendapatkan lebih banyak lagi pajak," kata dia, saat ditemui, di Gran Melia, Jakarta, Selasa (15/10).
Advertisement
Baca Juga
"Pajak itu penting sebagai instrumen pembangunan. Kalau bisa mendapatkan pajak, itu bisa spend untuk bangun rumah sakit, jalan tol. Kalau penerimaan pajak berkurang, proyek pembangunan juga bisa melambat," lanjut dia.
Dia mengakui bahwa saat ini negara-negara tetangga tengah berlomba-lomba untuk memotong pajak. "India juga sudah motong pajak jadi 22 persen dari 26 persen. Malaysia juga mau potong. Tapi mesti dilihat dari perspektif secara holistik," jelas dia.
Indonesia, kata dia, malah harus menghindari hal tersebut. "Karena yang kita butuhkan sekarang adalah lebih banyak uang untuk pembangunan. Pajak itu positif," ungkap Satria.
"Perlu hati-hati, karena India itu dia potong pajak, fiskal defisitnya tambah jadi 4 persen dari GDP," imbuhnya.
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kepastian Hukum
Dia pun menegaskan, PPh badan di level 25 persen sebenarnya tidak lantas membuat Indonesia jadi tak menarik untuk investasi. Pajak yang relatif tinggi dikompensasi dengan pasar Indonesia yang besar.
"Karena 25 persen di Indonesia dengan market begitu besar sebenarnya untung buat perusahaan itu besar. Size Ekonomi kita. Kan perusahaan itu bayar pajak 25 persen jauh lebih untung dibandingkan mereka investasi di Kamboja bayar (PPh Badan) 20 persen," tegas dia.
Yang menurut dia harus didorong oleh pemerintah adalah kepastian hukum. Indonesia perlu terus memperbaiki regulasi yang menghambat investasi.
"Ada undang-undang yang masih menghambat investasi. Sebenarnya pajak mungkin tinggi, tapi kalau perusahaan mau investasi sebenarnya (pajak) tidak menjadi prioritas juga. Apalagi dilihat market di Indonesia, Kamboja sama Thailand digabung masih lebih besar Indonesia," tandasnya.
Advertisement