Sepanjang Oktober 2019, Harga Beras dan Gabah Naik

Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp9.434,00 per kg.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2019, 12:30 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2019, 12:30 WIB
Musim Kemarau, Harga Gabah Petani Alami Kenaikan
Petani memisahkan bulir padi dari tangkainya saat panen di sawah yang terletak di belakang PLTU Labuan, Pandeglang, Banten, Minggu (4/8/2019). Kurangnya pasokan beras dari petani akibat musim kemarau menyebabkan harga gabah naik. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan pada harga gabah kering panen di tingkat petani dan harga beras medium di penggilingan selama Oktober 2019. Masing-masing keduanya mengalami kenaikan sebesar 2,19 persen pada Mei 2019.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan dari 1.685 transaksi penjualan gabah di 29 provinsi selama Oktober 2019, tercatat transaksi gabah kering panen (GKP) 68,07 persen, gabah kering giling (GKG) 15,79 persen, dan gabah kualitas rendah 16,14 persen.

"Selama Oktober 2019, rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp5.012,00 per kg atau naik 2,19 persen dan di tingkat penggilingan Rp5,119,00 per kg atau naik 2z15 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Jumat (1/11).

Dia mengungkapkan untuk rata-rata harga GKG di tingkat petani adalah Rp5.508,00 per kg atau naik 2,17 persen dan di tingkat penggilingan Rp5.662,00 per kg atau naik 1,82persen. Harga gabah kualitas rendah di tingkat petani Rp4.774,00 per kg atau naik 1,80 persen dan di tingkat penggilingan Rp4.828,00 per kg atau naik 1,64 persen.

"Dibandingkan Oktober 2018, rata-rata harga pada Oktober 2019 di tingkat petani untuk semua kualitas, yaitu GKP, GKG, dan rendah, mengalami kenaikan masing-masing 1,53 persen, 0,75 persen, dan 1,05 persen," ujarnya.

Demikian juga di tingkat penggilingan, rata-rata harga pada Oktober 2019 dibandingkan dengan Oktober 2018 untuk GKP, GKG, dan gabah kualitas rendah juga mengalami kenaikan masing-masing 1,60 persen dan 0,95 persen, dan 0,96 persen.

Sementara itu, rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp9.65900 per kg, naik sebesar 0,68 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp9.434,00 per kg, naik sebesar 1,43 persen. Sementara rata-rata harga beras kualitas rendah di penggilingan sebesar Rp9.242,00 per kg, naik sebesar 1,11 persen.

"Dibandingkan dengan Oktober 2018, rata-rata harga beras di penggilingan pada Oktober 2019 untuk semua kualitas, yaitu premium, medium, dan rendah, mengalami kenaikan masing-masing 0,14 persen, 0,41 persen, dan 0,52 persen," tutupnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harga Tak Kompetitif, Beras Indonesia Tak Laku Diekspor

Bulog Sumsel Hanya Serap 31 Persen Beras Petani Lokal
Stok beras di gudang Perum Bulog Divre Sumsel Babel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Karyanto Suprih mengatakan, rencana Indonesia untuk mengekspor beras masih sulit terealisasi dalam waktu dekat. Faktor penyebabnya tak lain karena harga beras Indonesia yang tidak kompetitif dibandingkan dengan negara-negara produsen beras lainnya.

"Logika sederhana kan kita jual dengan harga yang bersaing dong. Kita tidak laku kalau harga kita tidak kompetitif," kata dia, saat ditemui, di JCC, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Harga beras Indonesia yang mahal kata dia bisa disebabkan karena ongkos produksi yang tinggi. Ongkos produksi tinggi dikarenakan pola produksi yang masih konvensional.

"Ekspor kan sederhana aja, kalau kita lebih produksinya, maka ekspor saja pertanyaannya kita harus lebih kompetitif baik dari sisi harga maupun kualitas," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengungkapkan Indonesia masih sulit mengekspor beras ke luar negeri karena cost produksi (ongkos produksi) beras Indonesia yang terbilang mahal. Sebab, Indonesia masih menggunakan cara konvensional dalam mengelola beras.

"Yang butuh beras kita itu banyak, tapi sayang harganya tidak masuk," tuturnya di Jakarta, pada Selasa 2 Juli 2019.

Dia menjelaskan, karena beras Indonesia yang terlalu mahal, beras dalam negeri kalah diminati dibandingkan dengan negeri-negeri tetangga.

"Beras kita terlalu mahal, bahkan seburuk-buruknya gabah kita itu masih lebih mahal dibandingkan gabah luar negeri. Cost produksi kita terlalu mahal," imbuhnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya