Boediono: Saat Krisis 1998, Harga Beras Naik 2 Kali Setahun

Indonesia selamat dari kondisi krisis 1980 karena menggerakan roda ekspor impor migas serta memperbaiki cara tata kelola pengelolaan APBN.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jul 2019, 12:15 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2019, 12:15 WIB
Boediono Diperiksa KPK
Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia, Boediono bersiap meninggalkan Gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan, Jakarta, Kamis (15/11). Boediono hari ini menjalani pemeriksaan dalam penyelidikan kasus korupsi Bank Century. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Indonesia ke-11, Boediono menghadiri peringatan hari pajak ke-2 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (15/7). Pada kesempatan itu, Boediono yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan pada era Presiden Megawati memberikan paparan mengenai perkembangan ekonomi dan pajak Indonesia termasuk ketika krisis melanda di 1997 hingga 1998.

Peringatan hari pajak, menurutnya, merupakan suatu momentum untuk melihat kembali langkah apa saja yang dilakukan untuk menciptakan perekonomian yang maju dan adil.

"Waktunya kita melakukan refleksi, melihat ke belakang menjadikan pelajaran dan memasukkan pertimbangan pelajaran untuk melangkah ke depan," ujar Boediono.

Boediono menceritakan salah satu perjalanan yang paling diingat oleh seluruh masyarakat dan membekas bagi ekonomi Indonesia adalah krisis keuangan pada 1997-1998. Di mana pada saat itu kondisi ekonomi, politik dan sosial jatuh bahkan harga beras yang sangat fundamental naik 2 sampai 2,5 kali dalam satu tahun.

"Pada 1997-1998 terjadi krisis, ini lebih hebat lagi. Kalau 1980an awal satu komoditas harga turun, kita coba untuk mengatasi dengan buat kebijakan fokus pada migas. Tapi 1997-1998 krisisnya kerusakannya luar biasa. Bukan hanya pada APBN yang kemudian anjlok karena 1998 itu PBD kita hampir turun," jelasnya.

"Kue nasionalnya hilang, lapangan kerja hilang. Waktu itu ramai sekali, banyak orang menganggur, harga-harga juga tinggi. Harga beras yang jadi fundamental bagi seluruh masyarakat, naik 2 sampai 2,5 kali dalam satu tahun," sambung Boediono.

 

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

Boediono
Wakil Presiden Boediono (Liputan6.com/ Miftahul Hayat)

Sebenarnya Indonesia sebelumnya sudah pernah mengalami krisis pada 1980-an tapi tidak sebesar kondisi 1997. Indonesia bisa selamat dari kondisi krisis 1980 karena menggerakan roda ekspor impor migas serta memperbaiki cara tata kelola pengelolaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

"1980an arahnya untuk geser ketergantungan terhadap migas, baik dari segi APBN, neraca pembayaran ataupun employment. Ini akhirnya berhasil kita lakukan selama satu dasawarsa. Kita dapat meningkatkan penerimaan negara dari non migas itu luar biasa karena ada reformasi organisasi perpajakan ini dan itu saya kira satu hal yang fundamental kita lakukan waktu itu," jelasnya.

Dengan adanya pengalaman-pengalaman ini, Budiono berharap pengelolaan keuangan negara harus dilakukan dengan baik. Penanganan dan antisipasi krisis keuangan harus disikapi dengan langkah tepat dengan menghitung dampak yang akan timbul atas kebijakan yang diambil.

"Oleh sebab itu ini jadi pelajaran kedua. Kalau ada krisis, tanganilah sebaik mungkin dan sedini mungkin dengan preventive action dan menghitung dampak kalau opsi ini ada, maka opsi mana paling riskan. Ambil opsi dengan risiko total minimal meskipun dengan biaya yang lebih besar, tapi bisa mengurangi ketidakpastian dari dampak suatu krisis," tandasnya.

Boediono: Saya Berusaha Mengatasi Krisis Ekonomi 2008

Boediono Diperiksa KPK
Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia, Boediono setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/11). Boediono menolak memberikan keterangan terkait pemeriksaannya saat berhadapan dengan awak media. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Mantan Wakil Presiden Boediono menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengharuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan, pendakwaan, dan penuntutan terhadapnya. Dia mengatakan pada 2008 itu, dia hanya berupaya mengatasi krisis di Indonesia.

Pada tahun yang sama, kasus dugaan tindak pidana korupsi Bank Century terjadi dan sejak saat itu dia disebut-sebut terlibat kasus tersebut.

"Dalam kehidupan seseorang, sangat jarang untuk mendapatkan kesempatan memberikan kembali sesuatu yang berarti kepada bangsa. Dan kesempatan ini saya dapat, sewaktu saya harus mengelola ekonomi Indonesia menghadapi krisis besar global financial crisis pada tahun 2008," tutur Boediono di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Jumat (13/4/2018).

Dia mengaku telah memberikan yang terbaik untuk melepaskan bangsa dari masa krisis kala itu. Hingga akhirnya, upaya itu membuahkan hasil memuaskan.

"Alhamdulillah, kali itu kita Indonesia bisa melewati krisis dengan selamat. Berbeda dengan pengalaman kita dalam krisis sebelumnya tahun 1997-1998," kata Boediono.

Namun, dia akan kooperatif dan menyerahkan sepenuhnya kepada para penegak hukum agar kasus Century dapat terang di mata publik.

"Saya berusaha dan telah melaksanakan apa yang saya pikirkan sebagai memberikan yang terbaik dari apa yang saya punya dan apa yang saya tahu kembali kepada bangsa ini dalam mengatasi krisis yang terjadi pada waktu itu," Boediono menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya