Liputan6.com, Jakarta - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tengah bertransformasi menuju sistem digital. Selain menyesuaikan zaman, langkah ini merupakan upaya penyelamatan kebocoran pendapatan yang telah terjadi selama bertahun-tahun.
Kebocoran pendapatan ini dilakukan oleh petruk. Petruk merupakan singkatan dari 'pengurus truk', profesi yang selalu ada di tiap pelabuhan. Petruk kerap menyunat harga tiket penyebarangan kendaraan. Pelakunya merupakan oknum ormas yang bekerja sama dengan petugas nakal di pelabuhan.
Baca Juga
"Pengurus truk ini mengamankan truk alias titik-titik," kata Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020).
Advertisement
Ada 12 golongan kendaraan yang harga tiketnya berbeda-beda. Ira mencontohkan harga tiket truk senilai Rp 2 juta. Namun, Petruk bisa menekan harga hingga Rp 1,7 juta.
"Jadi kebayang sehari aja ribuan truk angkutan barang masuk dan itu dibolehkan dengan sistem yang seperti itu," kata Ira.
Di musim mudik lebaran dalam 1 hari diperkirakan ada uang tunai masuk mencapai Rp 5 miliar - Rp 8 miliar. Potensi kebocoran pun sangat tinggi karena pembayaran dilakukan secara manual.
Untuk itu sejak 15 Agustus 2018, ASDP Indonesia Ferry mulai menerapkan sistem pembelian tiket digital di pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Merak, Pelabuhan Bakauheni, Pelabuhan Ketapang dan Pelabuhan Gili Manuk. Alasannya 70 persen laba ASDP berasal dari 4 pelabuhan ini.
"Jadi kita amankan dulu yang paling gede," kata Ira.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tingkatkan Pendapatan
Upaya digitalisasi pembelian tiket saat ini mampu meningkatkan pendapatan hingga 20 persen. Lebih tepatnya kata Ira peningkatan tersebut bersumber dari kebocoran pendapatan yang selama ini terjadi.
Menghilangkan Petruk dari pelabuhan tidak bisa dilakukan dengan mudah. Apalagi Ira menyadari kondisi ini didukung oleh beberapa pegawainya yang nakal juga terlibat.
Proses transformasi pun mengalami banyak penolakan. Para Petruk jadi kehilangan mata pencaharian. ASDP pun menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan.
Para istri Petruk dibekali keterampilan yang bisa berpeluang membuka bisnis baru. Anak-anaknya diberikan beasiswa hingga menjadi sarjana dengan harapan memiliki alternatif profesi sehingga tidak mengikuti jejak orangtuanya.
"Kita ingin menggunakan pendekatan dari aspek manusiawi," kata dia.
Meski ini ini sudah dilakukan, Ira mengaku praktik Petruk masih ada meski tak sebanyak sebelumnya. Upaya bersih-bersih di tubuh ASDP masih terus dilakukan.
"Apakah kita 100 persen bersih, saya enggak berani bilang gitu, tapi kita sedang berusaha," kata dia.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement