Cerita Erick Thohir, Dapat Pesanan 2 Juta Masker dari Pemilik Inter Milan

Suning Group adalah pemilik sekaligus pembeli saham Inter Milan dari Erick Thohir memesan 2 juta masker.

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Feb 2020, 19:30 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2020, 19:30 WIB
Erick Thohir
Menteri BUMN Erick Thohir (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Virus Corona menghantui dunia. Meski China kena dampaknya lebih dulu, tak menutup kemungkinan negara lain akan ikut jatuh sakit jika virus ini tak segera ditangani.

Karena banyak orang mulai was-was, permintaan terhadap masker pun meningkat. Menteri BUMN Erick Thohir bercerita, karena virus corona sudah mewabah, dirinya sampai dihubungi pihak Suning Group untuk pemesanan masker sampai 2 juta buah.

"Mohon maaf ini, karena Menterinya (BUMN) orang bisnis, jadi ada bisnisnya sedikit, opportunity. Hari ini saya ditelepon Suning mau beli hampir 2 juta masker. Saya bingung mau kemana," ujar Erick saat pemaparan di IHC Medical Forum, Jakarta (10/02/2020).

Sebagai informasi, Suning Group adalah pemilik sekaligus pembeli saham Inter Milan dari Erick Thohir sebelum dirinya menjabat menjadi Menteri.

Menurut Erick, sah-sah saja melihat peluang bisnis seperti penjualan masker di saat genting seperti ini. Bukan untuk mencari untung, tapi sebagai bentuk pertahanan hidup. Asalkan, hal tersebut tidak disyukuri dan dijadikan fokus.

"Bukannya mensyukuri ya, tapi kita juga harus bertahan hidup. Di samping itu kita juga tetap pikirkan masker untuk kita sendiri, jadi kalau amit-amit ada apa-apa, kita punya persediaan," ujarnya.

Lebih lanjut, Erick menghimbau agar seluruh pihak mampu bekerjasama untuk meningkatkan pelayanan perlindungan mengantisipasi virus coronayang semakin menyebar.

"Tolong sosialisasi, tapi bukan nakut-nakutin, ya. Kita ini harus siap. Bagaimana kesiapan alat pelindung, lalu apakah perlu dikembangkan khusus pulau untuk penyakit menular, kita harus punya plan A, B, C," kata Erick mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dampak Virus Corona, Industri Perhotelan Kehilangan Rp 2,7 Triliun

Pesan Hotel Menginap Bareng Keluarga Besar? Pastikan 3 Hal Ini
Ilustrasi extra bed.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengakui sektor industri perhotelan saat ini tengah merugi akibat mewabahnya virus corona. Bahkan, potensi kehilangan industri ini ditaksir mencapai sebesar Rp 2,7 triliun.

"Kita mengalami potensi kehilangan hampir USD 200 juta atau Rp 2,7 triliun," kata dia dalam acara Munas PHRI di Karawang, Jawa Barat, Senin (10/2).

Haryadi menyebut rata-rata jumlah turis asal China ke Indonesia per harinya bisa mencapai 3.000 orang. Dengan perolehan per sekali kunjungan biaya dikeluarkan rata-rata perorangan bisa mencapai USD 1.100.

Namun akibat adanya virus corona, jumlah pembatalan perjalanan lebih dari 78.000 turis asal China ke Indonesia dan 40.000 pembatalan kamar hotel berada di Bali. Sehingga potensi kehilangan mencapai triliunan lebih.

Bahkan dia menghitung, rata-rata jumlah turis asal China ke Indonesia per harinya bisa mencapai 3.000 orang. Dengan perolehan per sekali kunjungan per orang bisa mencapai USD 1.100. 


Turis China

Biro Wisata yang Bawa Turis China China ke Sumbar Mengaku Rugi Ratusan Juta
Turis China menggunakan masker saat tiba di Nusa Penida, Bali. (dok. foto SONNY TUMBELAKA/AFP)

Sebelumnya, sektor pariwisata Indonesia diperkirakan kehilangan potensi pendapatan hingga USD 2,8 miliar atau setara Rp38,3 triliun. Angka ini berasal dari 2 juta turis China yang datang ke Indonesia, dengan rata-rata pengeluaran hingga USD 1.400 atau Rp 19 juta.

"Hitungannya 2 juta wisatawan per visit mereka spend USD 1.400," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat (7/2).

Selain itu, sektor pariwisata tahun ini berpotensi mengalami penurunan turis dari negara lainnya, karena calon wisatawan khawatir untuk bepergian. Hal ini terlihat dari masa reservasi (booking period), di mana biasanya turis asing memesan tiket dan akomodasi lainnya di bulan Februari, Maret dan April.

Dia menjelaskan, reservasi pada bulan-bulan tersebut biasanya digunakan untuk berlibur di musim panas, sekitar bulan Juni, Juli dan Agustus. Namun, dengan belum ditemukannya obat anti virus corona hingga saat ini, bisa memicu orang enggan melakukan pemesanan liburan ke Indonesia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya