Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah resmi melarang impor hewan hidup, baik untuk konsumsi maupun atraksi dari China. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendga) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Impor Binatang Hidup dari Republik Rakyat Tiongkok, yang telah berlaku efektif sejak 7 Februari 2020.
Berdasarkan Permendag tersebut, terdapat 53 pos tarif barang atau jenis binatang yang dilarang importasinya. Aturan ini dikeluarkan sebagai salah satu bentuk antisipasi penyebaran virus corona di Tanah Air.
Anggota Presidium Agriwatch Dean Novel mengatakan, selain mencegah wabah corona, regulasi tersebut juga tepat lantaran pasokan pangan nasional khususnya komoditas hewan hidup dinilainya masih aman meski tidak impor.
Advertisement
"Itu karena budaya dan pola konsumsi pangan kita di Indonesia masih rendah untuk pangan hewan," kata Dean kepada Liputan6.com, Sabtu (28/2/2020).
Baca Juga
Bahkan, ia menambahkan, larangan tersebut juga bernilai positif guna meningkatkan produksi hewan ternak konsumsi seperti ayam di dalam negeri.
"Tidak impor justru bagus untuk kita meningkatkan produksi dan produktivitas ternak agar kelak tidak ketergantungan. Juga berlaku untuk komoditas tanaman pangan (beras dan jagung)," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peternak Unggas
Berdasarkan catatan yang dimilikinya, jumlah perusahaan unggas ayam di Indonesia pada 2017 lalu mencapai sekitar 378 unit usaha. Adapun pemasukan atau pendapatan total yang dibukukan sebesar Rp 15,68 triliun di tahun tersebut.
Menurutnya, jumlah populasi ternak unggas ayam tersebut berelasi positif terhadap serapan bahan baku pakan, yakni jagung dari para petani di dalam negeri. Komposisi jagung dalam pakan ternak unggas ayam sekitar 60 persen.
"Jadi, jika pemerintah fokus meningkatkan produksi ternak di dalam negeri untuk antisipasi penghentian impor ternak, maka petani jagung di dalam negeri akan mendapatkan manfaat positif juga,' ujar Dean.
Advertisement