Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. Rupiah diperkirakan bisa pada perdagangan hari ini bisa tembus 15.500 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Kamis (19/3/2020), rupiah dibuka di angka 15.287 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka 15.315 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus tertekan ke 15.315 per dolar AS.
Baca Juga
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.287 per dolar AS hingga 15.315 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 10,45 persen.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah dipatok di angak 15.712 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 15.223 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi masih tertekan jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia siang nanti.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta mengatakan, pasar masih mengantisipasi perlambatan ekonomi karena pandemi Virus Corona baru atau COVID-19.
"Tekanan untuk rupiah kemungkinan masih bisa berlanjut hari ini, meskipun BI memberikan stimulus," ujar Ariston dikutip dari Antara.
Pagi ini, sejumlah bank sentral negara yang terdampak COVID-19 berkomitmen meluncurkan program stimulus tambahan seperti Bank Sentral Jepang Bank of Japan (BoJ) dan European Central Bank (ECB).
ECB akan meluncurkan program pembelian aset atau obligasi sebesar 750 miliar euro. Sementara BoJ berniat memperbesar stimulus yang sekarang sedang berjalan.
Tapi, tidak semua aset berisiko bergerak positif pagi ini. Hanya Indeks Nikkei yang terlihat positif. Indeks saham Asia lain seperti Hong Kong, China, dan Korea masih negatifpagi ini.
Ariston memprediksi rupiah hari ini akan bergerak di kisaran 15.250 per dolar AS hingga 15.500 per dolar AS.
Ini Penyebab Rupiah Terus Melemah
Sebelumnya, Analis Binaartha Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan sebenarnya dalam data makro ekonomi Indonesia, bisa mengatasi dampak negatif dari pelemahan rupiah.
“Tapi masalahnya penyebaran covid ini secara masif, membuat instrumen USD Amerika Serikat merupakan salah satu intrumen safe heaven, maka dari itu rupiah belum ada katalis positifnya, “ kata Nafan kepada Liputan6.com, Rabu (18/3/2020).
Bahkan, menurutnya Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan kebijakan mengangkat intervensi di bidang pasar saham. Namun, kinerja tersebut masih membuat kinerja rupiah masih berada di zona positif, karena intrumen USD AS yang safe heaven.
“Terus juga kalau pun misal The Fed menurunkan suku bunga acuan, itu tidak seharusnya. Secara logika kalau suku bunga diturunkan kan dolarnya melemah, tapi ini dolarnya malah menguat,” ungkapnya.
BACA JUGA
Ia menilai berarti The Fed lebih cenderung memperhatikan resiko dampak sistematis, bagi pasar dari penyebaran Covid-19 ini, karena AS berpotensi bisa mengalami resesi atau kemerosotan, dan memang efeknya dari penyebaran Covid-19 ini, ia memperkirakan akan berakhir Agustus.
Kendati begitu, ancaman resesi masih ada apabila Presiden AS Donald Trump tidak memutuskan suatu kebijakan untuk menangani hal itu, karena ini pemulihannya jangka panjang, tidak bisa temporer.
“Mudah-mudahan ada gebrakan dari Trump ke depannya seperti apa, kalau misalkan dia berhasil memenangkan pemilu pada November nanti, kita lihat gebrakan positif dari Trump untuk mendukung supaya kinerja pertumbuhan kinerja ekonomi AS, benar-benar tidak mengalami resesi sesuai dengan pidato yang ia sampaikan di Washington DC tersebut,” pungkasnya.
Advertisement