Ada Sengketa Dagang, Indonesia Berpotensi Kehilangan Devisa Rp 26,5 Triliun

Ada tuduhan baru antidumping dan aturan safeguard yang dilakukan negara mitra terhadap produk ekspor Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Jun 2020, 15:41 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2020, 15:40 WIB
Agustus 2019, Ekspor Indonesia Merosot 7,06  Persen
Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Ekspor utama Indonesia masih didominasi oleh China, Amerika Serikat, dan Jepang. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia mencatat terdapat 196 kebijakan perdagangan khusus yang diterapkan oleh negara-negara anggota pada masa pandemi covid-19

“Indonesia sendiri mencatatkan lima kebijakan perdagangan yang direlaksasi maupun diatur tata niaganya,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Srie Agustina, dalam web seminar “Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan”, Senin (8/6/2020).

Kebijakan tersebut antara lain relaksasi impor bawang bombai dan bawang putih. Ada juga relaksasi impor gula. Selain itu juga kebijakan larangan ekspor alat pelindung diri atau APD dan kebutuhan medis.

Srie menjelaskan, kebijakan untuk impor gula dan bawang dilakukan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Sedangkan untuk larangan ekspor APD untuk pemenuhan pasar dalam negeri, dan ekspor kebutuhan medis juga untuk kebutuhan di dalam negeri.

Menurutnya, memang dalam masa pandemi covid-19 ini ada tuduhan baru anti dumping dan aturan pengamanan perdagangan (safeguard), yang dilakukan negara mitra terhadap produk ekspor Indonesia.

Tuduhan tersebut untuk produk yang bervariasi mulai produk baja, kayu, benang tekstil, bahan kimia, dan produk otomotif. Semua tuduhan itu berpotensi akan menyebabkan hilangnya devisa negara yang diperkirakan USD 1,9 miliar atau setara dengan Rp 26,5 triliun.

“Itu suatu angka yang tidak sedikit di tengah kita membutuhkan sumber-sumber devisa untuk pendapatan negara, sungguh jumlah yang besar untuk jangka waktu hanya 5 bulan saja. Semua data tersebut menunjukkan bahwa ke depan tantangan yang akan kita hadapi sebagai bangsa Indonesia ternyata tidak mudah,” ujarnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Indonesia Tidak Sendiri

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Srie mengatakan bahwa situasi perekonomian yang sulit masih akan Indonesia hadapi. Namun demikian tentunya Indonesia tidak sendirian, lebih dari 200 negara di dunia juga mengalami kondisi yang serupa.

Ia menyebut pemulihan keadaan karena pandemi ini sangat tergantung pada dua faktor, yang saling terkait yakni pertama, berapa lama pandemi ini bisa di atasi, dan kedua, kebijakan yang diterapkan pemerintah baik di level domestik maupun internasional dalam memtigasi dampak ekonomi yang terjadi.

“Sebisa mungkin harus tepat sasaran dan terintegrasi harmonis antara pemerintah pusat daerah dan semua perwakilan dagang diluar negeri. Satu hal yang kita destruksi yang ditimbulkan covid-19 ini tidak boleh membuat produktivitas, kreativitas, dan inovasi kita terhenti,” ungkapnya.

Apapun jenis kegiatan ekonomi yang berbasis digital online, Srie mengatakan hal itu tentunya memiliki peluang yang besar untuk menjadi pemenang dalam situasi ini, maka dibutuhkan inovasi-inovasi lain yang dapat membukukkan catatan pendapatan ekonomi Indonesia terutama ekonomi disektor riil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya