Inovasi Jadi Kunci Industri Bertahan di Tengah Pandemi

Inovasi sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan industri.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jun 2020, 16:25 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 14:55 WIB
Tingkatkan Kualitas Perusahaan, Puluhan UMKM Sambangi Pabrik
Aktifitas pekerja di pabrik PT. Inti Ganda Perdana di Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (30/7/2019). Pabrik dibawah Grup Astra tersebut terus meningkatkan kualitas perusahaan dengan pembenahan dalam hal Quality, Cost, Delivery dan Development untuk meraih standar mutu Internasional. (Liputan6.com/HO/Eko)

Liputan6.com, Jakarta - Inovasi sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan industri apapun, terlebih lagi di tengah kondisi krisis seperti pandemi Covid-19, yang melemahkan daya beli konsumen dan perekonomian sehingga imbasnya sangat terasa di semua sektor industri.

Inovasi bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi, maupun menawarkan produk baru yang lebih baik bagi lingkungan dan konsumen.

Hal ini tentunya membutuhkan kapital dan transformasi organisasi yang tidak mudah untuk dilakukan di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. Untuk itu diperlukan dukungan tambahan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang tepat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyatakan, senjata utama bangkitnya dunia usaha saat ini tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan fiskal dari pemerintah, tetapi juga pada kemampuan industri dalam berinovasi menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ia menegaskan, kebijakan stimulus untuk kegiatan investasi riset industri dalam rangka inovasi, pemerintah memprioritaskan pemberian insentif secara tepat sasaran untuk industri yang bisa menghasilkan nilai lebih.

“Industri harus punya riset untuk berinovasi, kami akan dukung dengan insentif seperti super tax deduction yang memang ditujukan untuk mendorong terlaksananya riset di Indonesia sehingga terjadi transfer pengetahuan dan teknologi,” tegas Febrio.

Hal senada diungkapkan oleh Staf Khusus Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gatot Sudariyono. Menurutnya, di saat kondisi pandemi seperti saat ini, industri dituntut cepat merenspons pasar dengan cara berinovasi agar dapat mempertahankan bisnisnya. Ia menambahkan di era new normal ini Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penghasil bahan mentah, tetapi juga harus bisa melakukan terobosan atau inovasi.

“Di era normal baru ini akan ada perubahan yang sangat cepat, industri 4.0 yang kita harapkan baru 5 tahun lagi, juga akan datang lebih cepat,” katanya.

Berbagai program tengah dipersiapkan Kementerian Perindustrian untuk mengakselerasi industri 4.0 di Indonesia sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) hingga 2024.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dorong Terobosan

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi, Jumain Appe mengatakan, untuk menghadapi masa new normal dan masa yang akan datang, semua pihak perlu didorong untuk melakukan terobosan inovasi. Pemerintah, juga harus memberikan insentif agar mereka bisa berkembang dengan baik.

“Di Kemenristek kita sudah men-set up bagaimana menghadapi kondisi saat ini. Daya saing sangat penting, substitusi impor, pertama bagaimana riset menghasilkan teknologi tepat guna,” kata Jumain.

Menanggapi hal tersebut, Bawono Kristiaji, DDTC Fiscal Research dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) mengatakan, Indonesia sudah memiliki beragam kebijakan insentif fiskal, namun jika mengacu pada data World Bank 2017, rapor Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) masih rendah.

“Desain insentif pajak (untuk litbang) harus dilihat juga dari sisi definisi (struktur) biayanya sendiri, apakah hanya untuk tenaga kerja saja, atau untuk uji coba, agar insentif yang diberikan bisa menarik minat industri untuk menggunakan” katanya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Febrio di kesempatan yang sama, pemanfaatan insentif usaha, baru 6,8 persen, yang menunjukan jumlah penerima insentif, atau yang tertarik menggunakan insentif belum optimal.

Bawono memaparkan, untuk menarik perusahaan berinvestasi di bidang inovasi dan litbang perlu adanya insentif yang tepat sasaran. Misalnya mobil listrik yang memiliki eksternalitas rendah, maka dipungut pajak yang lebih rendah juga.

“Itu poinnya, bagaimana instrumen pajak bisa mendorong inovasi. Kemungkinan cukai bisa juga menjadi instrumen yang tepat,” tutup Bawono.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya